Dunia konservasi dibuat heboh dengan penemuan langka seekor kucing merah Kalimantan (Catopuma badia) yang terekam kamera jebak di Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM), Kalimantan Utara, pada 2023. Ini adalah penampakan pertama dalam dua dekade terakhir-terakhir kali spesies ini terlihat pada 2003.
Kucing merah Kalimantan, atau Bornean bay cat, merupakan salah satu spesies kucing liar paling langka dan misterius di dunia. Ia hanya ditemukan di Pulau Kalimantan dan diklasifikasikan sebagai spesies terancam punah oleh IUCN sejak 2002, demikian dikutip dari .
Kucing merah Kalimantan adalah spesies kucing liar kecil yang hanya ditemukan di Pulau Kalimantan, menjadikannya satu-satunya kucing endemik Borneo. Secara ilmiah, satwa ini termasuk dalam keluarga Felidae dan masih berkerabat dekat dengan kucing emas Asia (Catopuma temminckii), meskipun keduanya terpisah secara evolusi sekitar 3,16 juta tahun lalu.
Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.
Kucing ini memiliki tubuh ramping dengan panjang sekitar 50-60 cm, ekor panjang (30-40 cm) berwarna cokelat kemerahan keemasan, dan berat antara 2,3-4,5 kg. Bulunya berwarna cokelat kemerahan dengan bagian bawah lebih pucat, kepala bulat, dan telinga lebar, memberikan kesan elegan namun sulit ditemukan karena sifatnya yang nokturnal dan pemalu.
Habitat alami kucing merah mencakup hutan tropis, mulai dari hutan rawa, dataran rendah, hingga perbukitan pada ketinggian hingga 500 meter di atas permukaan laut. Mereka juga tercatat di dekat sungai dan hutan bakau, menunjukkan preferensi terhadap lingkungan yang lebat dan terpencil. Distribusinya meliputi Kalimantan Utara, Timur, Tengah, Barat, serta Sabah dan Sarawak di Malaysia. Namun, karena ketergantungannya pada hutan lebat dan minimnya gangguan manusia, spesies ini sangat rentan terhadap deforestasi, perburuan ilegal, dan perdagangan satwa liar.
Penampakan kucing merah Kalimantan di TNKM pada 2023 merupakan peristiwa bersejarah. Sebelumnya, spesies ini hanya terekam dua kali di kawasan ini: pada 1957 oleh naturalis Prancis Pierre Pfeffer dan pada 2003 melalui kamera jebak oleh Dave Augeri dan WWF Kayan Mentarang Project.
Rekaman terbaru, yang diunggah pada 20 Maret 2025 melalui akun Instagram resmi Balai TNKM, menunjukkan seekor kucing merah dewasa berjalan cepat di atas batang kayu tumbang. Data dari kamera jebak yang dipasang oleh petugas TNKM, Josua Wandry Nababan dan Novaldo Markus, diunduh pada 2024 dan dipublikasikan pada 2025, menegaskan temuan ini sebagai yang pertama sejak 2003.
Kepala Balai TNKM, Seno Pramudito, menyatakan bahwa temuan ini ditemukan melalui camera trap selama inventarisasi potensi kawasan. Meski menggembirakan, populasi kucing merah di TNKM masih belum diketahui secara pasti. Upaya sebelumnya pada 2021 dan 2022 untuk merekam satwa ini di lokasi serupa tidak membuahkan hasil, menunjukkan betapa sulitnya mendeteksi keberadaan spesies ini.
Menurut Daftar Merah IUCN, kucing merah Kalimantan diklasifikasikan sebagai spesies terancam punah (Endangered) sejak 2002, dengan estimasi populasi kurang dari 2.500 individu dewasa. Ancaman utama meliputi hilangnya habitat akibat deforestasi, perburuan ilegal, dan perdagangan satwa liar.
Di Kalimantan, tingkat deforestasi yang tinggi-dari tiga perempat pulau berhutan pada 1980-an menjadi hanya 52% pada 2005-memperparah ancaman terhadap habitat kucing merah. Selain itu, perburuan oportunistik dan jebakan untuk hewan lain, seperti babi hutan, juga membahayakan satwa ini, seperti kasus kucing merah yang ditemukan mati terjerat di Murung Raya pada 2022.
Di Indonesia, kucing merah dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999, dan secara internasional terdaftar pada CITES Appendix II, yang mengatur perdagangan spesies ini. Namun, minimnya data tentang ekologi, perilaku, dan distribusi menyulitkan upaya konservasi. Penelitian lebih lanjut dan edukasi masyarakat lokal menjadi kunci untuk memastikan kelangsungan hidup spesies ini.
Temuan di TNKM menegaskan pentingnya konservasi keanekaragaman hayati di kawasan seluas 1,27 juta hektare ini. Balai TNKM berencana menambah kamera jebak di sekitar lokasi penemuan untuk memantau populasi lebih lanjut dan melibatkan tenaga ahli dari universitas serta lembaga konservasi untuk pengumpulan data yang lebih akurat. Langkah ini diharapkan dapat memperkuat perlindungan terhadap kucing merah dan mendukung pelestarian ekosistem hutan Kalimantan yang menjadi rumah bagi satwa misterius ini.
Penemuan kucing merah Kalimantan setelah 20 tahun absen menjadi pengingat akan kekayaan biodiversitas Indonesia sekaligus tantangan untuk melindunginya. Dengan kerja sama antara pemerintah, peneliti, dan masyarakat, masih ada harapan untuk menjaga “si merah misterius” ini tetap hidup di hutan-hutan Borneo.