Nvidia meresmikan GPU paling murahnya dari lini RTX 50 di Computex 2025, yaitu RTX 5060. Namun peluncuran RTX 5060 dan 5060 Ti ini diwarnai protes dari para pengulasnya.
RTX 5060 dibandrol dengan harga USD 299 atau sekitar Rp 4,9 juta, paling murah dibanding saudara-saudaranya yang sudah lebih dulu dirilis. GPU ini punya CUDA core sebanyak 3.840 yang tersebar pada 30 Streaming Multiprocessor (SM).
Di atas kertas, spesifikasi ini membuat RTX 5060 sudah sangat mencukupi untuk bermain game di resolusi 1080p, dan Nvidia pun mengklaim RTX 5060 bisa mencapai frame rate yang sangat tinggi pada resolusi tersebut, misalnya Doom: The Dark Ages bisa mencapai 223 fps di pengaturan grafis maksimal — dengan multi frame generation 4x.
Nilai jual utama Nvidia di RTX 5060 ini memang fitur Multi-frame Generation dan deretan kemampuan DLSS 4, sekalipun fitur DLSS ini akan terbatas karena jumlah SM-nya hanya 30.
Di sisi lain, Nvidia juga dikritisi karena terlalu banyak mengatur para pengulas GPU terbarunya ini. Mereka mewajibkan pengulas RTX 5060 untuk menggunakan driver versi preview, lalu dilarang melakukan komparasi dengan RTX 4060, dan pengujian harus dilakukan dengan multi-frame generation 4x dalam kondisi menyala.
Selain itu pengujian harus dilakukan pada resolusi 1080p, daftar game yang terbatas, serta kewajiban menyalakan DLSS. Perbandingannya hanya boleh dilakukan dengan GPU yang jadul, misalnya RTX 3060 dan 2060 Super, dua produk yang tak mendukung fitur frame generation.
Para pengulas ini menuding batasan-batasan yang ditetapkan itu dilakukan untuk membuat RTX 5060 terlihat sangat kencang. Dan, hasil ulasan yang sudah dipublikasikan memang memperlihatkan hal tersebut, demikian dikutip infoINET dari Techspot, Rabu (21/5/2025).
RTX 5060 punya selisih performa yang sangat jauh dengan RTX 3060 dan 2060 Super, mencapai 3-4 kali lebih kencang. Namun hasil ini tentunya tidak menunjukkan performa asli chip GB206 yang dipakai di RTX 5060, karena banyak terbantu dari fitur DLSS dan frame generation.