Ilmuwan Temukan Mikroba Pemakan Plastik di Lautan

Posted on

Lautan dunia menghadapi ancaman serius dari limbah plastik. Setiap tahunnya, jutaan ton plastik mengalir ke laut, mencemari ekosistem, membunuh satwa, dan bahkan masuk ke rantai makanan manusia dalam bentuk mikroplastik.

Namun, sebuah studi terbaru mengungkap temuan yang mengejutkan sekaligus menjanjikan: mikroorganisme di laut ternyata sedang berevolusi untuk mengurai plastik!

Penelitian internasional ini menyisir lebih dari 200 juta gen dari sampel DNA lingkungan laut dan tanah di seluruh dunia. Hasilnya? Para ilmuwan mengidentifikasi lebih dari 30.000 enzim unik yang berpotensi mampu memecah berbagai jenis plastik yang umum digunakan, seperti PET (polietilena tereftalat) dan PE (polietilena).

Temuan ini menunjukkan bahwa mikroba tidak hanya bertahan hidup di lingkungan yang tercemar plastik, tetapi juga mulai mengembangkan kemampuan biologis untuk memanfaatkan plastik sebagai sumber karbon, alias makanan.

“Ketika kami mencocokkan sampel dengan lokasi-lokasi yang diketahui memiliki tingkat pencemaran plastik tinggi, kami menemukan lebih banyak enzim pengurai plastik di tempat-tempat itu,” ungkap Dr. Jan Zrimec, penulis utama studi yang dipublikasikan di jurnal mBio dan peneliti dari Chalmers University of Technology, Swedia seperti dikutip dari Dailymail.

Dengan kata lain, semakin tinggi polusi plastik di suatu wilayah, semakin tinggi pula keberadaan mikroba pemakan plastik. Ini menandakan bahwa mikroba sedang berevolusi merespons tekanan lingkungan, menciptakan solusi biologis yang menakjubkan terhadap polusi buatan manusia.

Data penelitian menunjukkan bahwa mikroba laut memiliki potensi besar sebagai agen pengurai plastik secara alami. Sekitar 60% dari enzim pengurai plastik yang ditemukan berasal dari sampel laut, sementara sisanya dari tanah.

Hal ini memberi harapan besar terhadap peran lautan sebagai bagian dari sistem alami yang bisa mempercepat dekomposisi plastik. Salah satu mikroba yang sudah terkenal sebelumnya adalah Ideonella sakaiensis, bakteri yang ditemukan di Jepang dan diketahui mampu mengurai PET. Namun, studi ini menunjukkan bahwa jumlah dan variasi mikroba pengurai plastik jauh lebih besar dari yang sebelumnya diduga.

Meski menjanjikan, pemanfaatan mikroba pemakan plastik masih menghadapi sejumlah tantangan. Pertama, kecepatan degradasi plastik oleh mikroba ini relatif lambat.

Sebagai contoh, bakteri Ideonella sakaiensis, yang ditemukan di Jepang pada 2016, hanya mampu mendegradasi plastik PET (polietilen tereftalat) dalam waktu beberapa minggu. Para ilmuwan kini berupaya meningkatkan efisiensi enzim seperti PETase melalui rekayasa genetika.

Kedua, tidak semua jenis plastik dapat diurai oleh mikroba yang ditemukan. Enzim PETase, misalnya, hanya efektif untuk plastik PET, sementara jenis plastik lain seperti polietilen (PE) masih sulit dipecah. Penelitian di China pada 2021 menunjukkan kombinasi bakteri laut yang mampu mendegradasi PE, tetapi prosesnya masih memerlukan waktu dan pengembangan lebih lanjut.

Ketiga, pelepasan mikroba ke lingkungan laut untuk memakan plastik dapat menimbulkan risiko ekologis yang tidak diinginkan, seperti perubahan ekosistem atau munculnya patogen baru. Oleh karena itu, para peneliti lebih berfokus pada penggunaan enzim mikroba dalam proses daur ulang industri yang terkontrol.

Polusi plastik telah menjadi ancaman serius bagi ekosistem laut. Menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN), sekitar 14 juta ton plastik dibuang ke laut setiap tahun, menyebabkan kerusakan pada biota laut seperti penyu, ikan, dan burung laut.

Mikroplastik, partikel plastik berukuran kurang dari 5 milimeter, bahkan telah ditemukan dalam tubuh ikan dan masuk ke rantai makanan manusia, menimbulkan risiko kesehatan seperti gangguan kekebalan tubuh dan neurotoksisitas.

Indonesia, sebagai penyumbang sampah plastik laut terbesar kedua di dunia setelah China, menghadapi tantangan besar dengan 0,5 hingga 1,29 juta ton plastik yang masuk ke laut setiap tahun.

Penemuan mikroba pemakan plastik ini menjadi angin segar, tetapi para ahli menegaskan bahwa solusi jangka panjang tetap bergantung pada pengurangan penggunaan plastik sekali pakai dan perubahan perilaku masyarakat.

“Ini baru langkah awal. Mikroba ini belum bisa menggantikan tanggung jawab manusia dalam mengelola sampah plastik,” jelas para peneliti.

Para peneliti berharap pekerjaan mereka pada akhirnya akan mengarah pada penemuan enzim mikroba yang dapat dikomersialkan untuk digunakan dalam daur ulang. Jika perusahaan dapat menggunakan enzim untuk memecah plastik dengan cepat menjadi bahan dasar, menurut pemikiran tersebut, produk baru dapat dibuat dari plastik lama, sehingga mengurangi permintaan akan plastik baru.

“Langkah selanjutnya adalah menguji kandidat enzim yang paling menjanjikan di laboratorium untuk menyelidiki secara saksama sifat-sifatnya dan tingkat degradasi plastik yang dapat dicapainya,” kata Zelezniak. “Dari sana, Anda dapat merekayasa komunitas mikroba dengan fungsi degradasi yang ditargetkan untuk jenis polimer tertentu.”

Evolusi Alamiah: Mikroba Belajar Makan Plastik

Harapan dan Tantangan

Dampak Polusi Plastik di Laut

Gambar ilustrasi