Antara 2020 dan 2023, Amerika Serikat mengandalkan China untuk 70% impornya atas semua senyawa dan logam tanah jarang. Maka saat China membatasi ekspor tanah jarang sebagai balasan tarif, AS bisa kelabakan, terutama karena mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan sendiri.
Ahli mengatakan kontrol ekspor China membuat seluruh dunia memiliki alternatif yang sangat terbatas. AS sebenarnya berupaya mengatasi kesenjangan itu. Sejak 2020, Departemen Pertahanan AS memberi lebih dari USD 439 juta untuk membangun rantai pasokan tanah jarang domestik.
Beberapa perusahaan AS melihat kontrol ekspor China peluang mempercepat produksi domestik. Nicholas Myers, CEO Phoenix Tailings, startup pengolahan tanah jarang di Massachusetts, mengatakan telah mengembangkan teknologi memurnikan mineral tanah jarang tanpa limbah dan tanpa emisi jadi logam. Mereka mengambil bahan baku domestik serta Kanada dan Australia.
Perusahaannya saat ini memproduksi 40 metrik ton logam tanah jarang dan paduan logam per tahun dan ingin meningkatkannya hingga 400 ton dengan fasilitas baru di New Hampshire. “Semuanya adalah pengolahan dalam negeri. Kami tak bergantung pada apa pun dari China,” katanya.
“AS benar-benar memiliki kemampuan memproduksi logam tanah jarang pada waktu yang benar-benar kami butuhkan. Kami hanya perlu memastikan semua pelanggan, semua pembuat kebijakan fokus mendukung industri agar benar-benar meningkat,” imbuh Myers yang dikutip infoINET dari CNN.
Perusahaan AS lain juga membuat terobosan. USA Rare Earth sedang membangun pabrik magnet di Texas, bertujuan memproduksi 5.000 ton magnet tanah jarang setiap tahun. Namun demikian, pakar mengatakan dalam waktu dekat, mustahil AS bisa memenuhi seluruh kebutuhan tanah jarang.
“AS hampir tidak memproduksi bahan-bahan yang baru saja dibatasi dan China tidak dapat sepenuhnya digantikan sebagai penyedia bahan-bahan itu,” cetus Luisa Moreno, direktur di Defense Metals Corp.
AS menurutnya dapat coba mendapatkan sebagian tanah jarang dari negara-negara lain, tapi itu bukanlah pilihan yang tepat untuk tanah jarang yang ‘berat’, dengan nomor atom lebih tinggi, jumlah lebih sedikit, dan lebih sulit diekstraksi.
Tanah jarang memiliki berbagai macam kegunaan teknologi, merupakan komponen penting smartphone, pesawat ruang angkasa, mobil listrik, dan perangkat medis. Tanah jarang berat, khususnya, sangat penting bagi pertahanan, digunakan di jet tempur F-35, kapal selam, dan rudal Tomahawk.
Pembatasan ekspor oleh China juga termasuk tanah jarang jenis berat dan dinilai signifikan, karena China menguasai produksi dan suplainya 100%. “Kita pada saat ini belum memiliki kemampuan untuk melakukannya secara domestik,” cetus Gracelin Baskaran, periset di Center for Strategic and International Studies.
Menurut Baskaran, AS masih dalam tahap mempelajari pengetahuan untuk memproses tanah jarang. “Ini bukan hanya masalah modal. Ini masalah pengetahuan bagi AS dan negara-negara lain, kata Baskaran.
AS memproduksi kurang dari 1% tanah jarang di dunia. Dan di sisi pemrosesan, ada beberapa bagian dari rantai pasokan tanah jarang yang belum dipelajari bagaimana cara melakukannya seperti teknologi ekstraksi pelarut yang digunakan untuk memisahkan unsur-unsur tanah jarang.