Laporan Google: Ekonomi Digital RI Diproyeksikan Tembus Rp 1.672 Triliun di 2025

Posted on

Ekonomi digital Indonesia diperkirakan menembus angka USD 100 miliar atau sekitar Rp 1.672 triliun (kurs USD 1 = Rp 16.727) pada 2025 menurut laporan terbaru Google, Temasek, dan Brain & Company. Dibandingkan di tahun sebelumnya, ada kenaikan USD 10 miliar.

Dari laporan yang sama, kawasan Asia Tenggara tengah berlari menuju era baru ekonomi digital dengan total nilai transaksi bruto (GMV) regional yang diproyeksikan melampaui USD 300 miliar. Khusus untuk Indonesia menyumbang porsi terbesar dari pertumbuhan itu, terutama lewat e-commerce, jasa keuangan digital, dan teknologi kecerdasan buatan (AI).

Country Director Google Indonesia, Veronica Utami, mengatakan seperti laporan sebelumnya, pada kali ini masih menyoroti enam sektor, yakni e-Commerce, Jasa Keuangan Digital (DFS), Transportasi dan Makanan, Media Online, Perjalanan, dan Sektor Baru.

“Ekonomi digital Indonesia sendiri tumbuh sebesar 14% dibandingkan tahun lalu. Artinya, Indonesia masih tetap menjadi ekonomi digital paling besar di Asia Tenggara dan GMV-nya sekarang mencapai hampir USD 100 miliar,” ujar Veronica di Kantor Google Indonesia, Kamis (13/11/2025).

Sektor e-commerce masih menjadi tulang punggung utama. Namun, tren baru yang mencuri perhatian adalah video commerce, di mana penjual memanfaatkan format video dan live streaming untuk berjualan.

Laporan Google, Temasek, dan Bain & Company ini menyebut, jumlah penjual yang menggunakan video commerce melonjak 75% secara tahunan, mencapai sekitar 800 ribu akun. Sementara itu, volume transaksinya naik 90% menjadi 2,6 miliar transaksi. Kategori fashion dan aksesori menjadi yang paling banyak diminati dalam format jualan video ini.

“Sektor e-Commerce tetap menjadi kontributor terbesar GMV di Indonesia, dan diproyeksikan tumbuh lebih dari 14% sehingga mencapai USD 71 miliar. Ini adalah akselerasi signifikan dari tahun ke tahun dibandingkan tahun sebelumnya dan ini didorong oleh pesatnya pertumbuhan video commerce,” tutur Veronica.

Dari sektor Transportasi dan Makanan, dijelaskan juga menunjukkan momentum yang stabil dan kuat dengan pertumbuhan 13% dari tahun ke tahun dan mencapai USD 10 miliar di 2025.

Veronica memaparkan sektor Media Online yang mencakup gaming, periklanan, musik, hingga video on demand yang sifatnya langganan menunjukkan tren pertumbuhan sebesar 16% dan mencapai USD 9 miliar.

Kemudian, sektor layanan keuangan digital (DFS) mencatatkan pertumbuhan dua digit yang tinggi di semua segmen. Sistem pembayaran nasional seperti QRIS mendorong inklusi keuangan lebih luas, sementara bank digital terus memperluas basis nasabahnya di luar kota besar.

“Kalau kita lihat ini sektor yang paling menonjol performanya, adalah pembayaran digital yang kita melihat skala yang sangat luar biasa besar,” ucapnya.
Meski begitu, laporan juga mengingatkan bahwa pendanaan bagi startup digital di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, masih relatif tertinggal dibanding kawasan lain. Artinya, para pelaku industri masih perlu bersaing ketat dalam menarik investasi baru.

Kendati begitu, yang paling menonjol, Indonesia kini masuk fase baru yang disebut laporan itu sebagai ‘AI reality’. Pendapatan dari aplikasi berfitur AI tumbuh hingga 127%, menunjukkan bahwa kecerdasan buatan mulai dimanfaatkan secara nyata dalam bisnis dan layanan digital.

AI dinilai bisa menjadi penggerak utama gelombang ekonomi digital berikutnya, mulai dari otomatisasi UMKM, customer service berbasis bahasa Indonesia, hingga solusi kesehatan dan pendidikan digital.

“Kita juga sudah melihat bangkitnya generasi baru startup yang berbasis AI di kawasan kita,” kata Veronica.

Meski pertumbuhannya menjanjikan, laporan e-Conomy SEA juga menyoroti sejumlah tantangan klasik, di antaranya keterbatasan talenta digital dan data scientist, regulasi data dan keamanan siber yang belum seragam, serta infrastruktur internet di luar kota besar yang masih timpang. Tanpa pembenahan di tiga aspek ini, potensi pertumbuhan bisa melambat dalam beberapa tahun ke depan.

Analis Bain & Company menilai, Indonesia kini berada di titik krusial. Kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan startup lokal perlu diperkuat agar momentum pertumbuhan tidak hanya cepat, tapi juga berkelanjutan.

Dengan dukungan kebijakan, investasi infrastruktur digital, dan pengembangan talenta AI, Indonesia berpeluang menjadi pusat ekonomi digital terbesar di kawasan, bahkan menembus panggung global.

Gambar ilustrasi