Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) tak hanya sebagai tren semata saat ini, namun pemanfaatan teknologi teranyar itu berpotensi menjadi mesin pertumbuhan ekonomi digital Indonesia.
Menurut studi pasar AWS khusus untuk Indonesia, adopsi AI tumbuh sangat cepat sepanjang 2023-2024. Setidaknya 18 juta pelaku usaha di Indonesia telah memanfaatkan teknologi AI. Dari jumlah tersebut, 59% mencatat pertumbuhan pendapatan dan 68% memperoleh efisiensi operasional berkat teknologi ini.
“AI adalah the next biggest opportunity setelah cloud computing. Tugas kami sebagai penyedia teknologi adalah membawa semua teknologi itu ke bumi pertiwi,” ujar Anthony dalam acara info Leaders Forum.
Anthony kemudian memaparkan sejumlah penerapan nyata AI di Indonesia oleh sejumlah perusahaan. Misalnya, Halodoc meluncurkan Zero-Touch Insurance Claim Processing, memangkas biaya pemrosesan klaim hingga 50%, Telkomsel menghadirkan Safia, AI untuk IT service management, yang mempercepat penyelesaian isu hingga 80%lebih singkat, hingga Bank BJB memanfaatkan AI untuk modernisasi aplikasi lama, dari proses yang semula butuh 2-3 minggu kini hanya beberapa menit.
Selain itu, AWS juga menggandeng mitra lokal seperti eCloudValley, perusahaan penyedia layanan teknologi yang membantu startup, UMKM, hingga perusahaan besar mengadopsi AI, termasuk di sektor pertanian dengan penerapan ERP dan data trust.
“Yang penting bukan hanya perusahaan besar, tapi juga UMKM bisa mendapatkan akses AI yang affordable. Banyak model AI canggih sekarang sudah tersedia dengan harga murah bahkan gratis, dan tugas kami adalah memastikan aksesnya terbuka,” jelas Anthony.
Ia menambahkan, sebagai bentuk keseriusan AWS, perusahaan teknologi telah menanamkan investasi USD 5 miliar atau setara Rp 80 triliunan dengan kurs saat ini melalui region Jakarta untuk menghadirkan layanan cloud dan AI terbaik bagi masyarakat Indonesia.
“Kami percaya sama potensi Indonesia,” ucap Anthony.
Center of Economic and Law Studies (Celios) mengungkapkan di era teknologi dewasa ini, AI memang menjadi game changer. Disampaikannya, AI berperan sebagai ‘booster’ bagi ekonomi digital.
“Saya ibaratkan AI itu nutrisi bagi ekonomi digital kita untuk berkembang lebih cepat. Cloud computing adalah tulang punggung, sementara AI memberi efisiensi dan inovasi,” kata Direktur Eksekutif Celios Nailul Huda pada kesempatan yang sama.
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menegaskan bahwa perkembangan AI tidak lagi sekadar riset, melainkan sudah hadir nyata dalam kehidupan sehari-hari, industri, hingga investasi global. Disampaikan Meutya, AI kini mampu menjadi jembatan antara manusia dan dunia digital, termasuk melalui robotik, drone, maupun mesin cerdas yang mampu bekerja dengan sendirinya.
“Kita berada dalam era revolusi industri dan transformasi digital. Ada tiga arus besar: transformasi fisik, transformasi digital, dan transformasi biologi. AI menjadi bagian penting dari transformasi digital, bersama blockchain, cloud computing, dan big data,” ujar Meutya.
Berdasarkan data yang dipaparkannya bahwa hingga tahun 2030, diperkirakan akan muncul lebih dari 40 kota mega yang mendorong transformasi besar pada infrastruktur dan sistem transportasi digital global. Pada tahun yang sama, kata Meutya, jumlah pengguna ponsel pintar diprediksi melampaui 7 miliar orang atau lebih dari 60% populasi global.
Meutya mengatakan kondisi ini akan mempercepat arus informasi dan kolaborasi. Di sisi lain kemajuan di bidang rekayasa genetika dan biologi juga membawa dampak besar bagi kesehatan manusia menunjukkan bahwa perubahan industri menyentuh aspek yang paling mendasar .
“Dan semua perkembangan menegaskan bahwa masa depan hanya dimiliki oleh mereka yang mampu beradaptasi, berinovasi, dan berkolaborasi. Sekali lagi masa depan milik siapa? Mereka yang mampu beradaptasi, berinovasi, berkolaborasi,” pungkasnya.