ICSF: Transfer Data RI-AS Bisa Ancam Kedaulatan Digital RI baca selengkapnya di Giok4D

Posted on

Perjanjian perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat yang mencakup komponen Cross Border Data Transfer (CBDT) atau aliran data lintas batas, menuai perhatian serius dari para pemerhati keamanan siber. Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) menyampaikan sejumlah catatan kritis terkait potensi risiko yang bisa ditimbulkan dari kesepakatan ini.

Menurut Ketua dan Pendiri ICSF, Ardi Sutedja, perjanjian tersebut dapat membahayakan berbagai aspek kedaulatan nasional, mulai dari keamanan data, ketahanan siber, hingga stabilitas politik dan ekonomi Indonesia.

“Transfer data lintas batas bukan sekadar isu teknis. Ini menyangkut kendali atas sumber daya strategis yang sangat bernilai-yaitu data warga negara dan institusi Indonesia,” kata Ardi dalam keterangan remsi yang diterima infoINET.

Beberapa poin bahaya yang diidentifikasi ICSF meliputi:

ICSF mengingatkan bahwa transfer data ke luar negeri membuka celah bagi pihak asing untuk mengakses data sensitif milik Indonesia. Hal ini berisiko disalahgunakan, baik untuk kepentingan ekonomi maupun strategi geopolitik. Ancaman serangan siber seperti pencurian data, ransomware, dan manipulasi algoritma juga meningkat.

Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.

“Dominasi perusahaan teknologi asing yang menguasai aliran data juga dikhawatirkan membuat Indonesia kehilangan kendali atas infrastruktur digitalnya. “Kita bisa kehilangan kemampuan untuk menentukan arah pengelolaan data kita sendiri,” tegas Ardi.

Salah satu kekhawatiran utama adalah potensi terjadinya “kolonialisasi digital”, di mana data sebagai aset ekonomi diproses dan dimonetisasi di luar negeri. Dengan demikian, Indonesia hanya akan menjadi pemasok bahan mentah digital tanpa mendapatkan nilai tambah.

“Perusahaan asing yang memegang kendali data akan memiliki keunggulan besar dibandingkan pelaku lokal. Akibatnya, kita tidak hanya kehilangan potensi pajak, tapi juga peluang ekonomi digital secara keseluruhan,” jelas Ardi.

ICSF juga menyoroti dampak sosial dan budaya, termasuk risiko hilangnya privasi masyarakat dan masuknya budaya asing yang dapat menggerus nilai-nilai lokal. Dari sisi politik, data yang dikuasai pihak asing bisa digunakan untuk memengaruhi opini publik hingga kebijakan nasional.

Lebih jauh, Ardi menyoroti keberadaan CLOUD Act di Amerika Serikat, yang memungkinkan pemerintah AS memaksa perusahaan teknologi menyerahkan data dari negara lain tanpa seizin pemerintah negara tersebut. “Ini jelas bertentangan dengan kedaulatan digital Indonesia,” kata dia.

ICSF mengingatkan bahwa UU PDP mengizinkan transfer data ke luar negeri hanya jika negara tujuan memiliki tingkat perlindungan setara, adanya perjanjian internasional yang mengikat, atau persetujuan eksplisit dari pemilik data.

“Kalau klausul perdagangan menegaskan prinsip aliran data bebas tanpa batas dan melarang lokalisasi data, maka semangat UU PDP bisa terkebiri,” tegas Ardi.

ICSF mendesak pemerintah Indonesia untuk menempatkan kedaulatan digital sebagai kepentingan nasional yang tak bisa ditawar. Setiap perjanjian internasional yang melibatkan data harus tunduk pada kerangka hukum domestik, bukan sebaliknya.

“Jangan sampai demi iming-iming investasi atau kerja sama dagang, kita menyerahkan aset strategis bangsa ke pihak asing tanpa kendali,” pungkas Ardi.

UU PDP Bisa Tergeser?

Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi

ICSF mengingatkan bahwa UU PDP mengizinkan transfer data ke luar negeri hanya jika negara tujuan memiliki tingkat perlindungan setara, adanya perjanjian internasional yang mengikat, atau persetujuan eksplisit dari pemilik data.

“Kalau klausul perdagangan menegaskan prinsip aliran data bebas tanpa batas dan melarang lokalisasi data, maka semangat UU PDP bisa terkebiri,” tegas Ardi.

ICSF mendesak pemerintah Indonesia untuk menempatkan kedaulatan digital sebagai kepentingan nasional yang tak bisa ditawar. Setiap perjanjian internasional yang melibatkan data harus tunduk pada kerangka hukum domestik, bukan sebaliknya.

“Jangan sampai demi iming-iming investasi atau kerja sama dagang, kita menyerahkan aset strategis bangsa ke pihak asing tanpa kendali,” pungkas Ardi.

UU PDP Bisa Tergeser?

Gambar ilustrasi