Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid angkat bicara terkait penetapan lima tersangka kasus dugaan korupsi Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) Kominfo periode 2020-2024. Salah satu tersangka merupakan mantan Direktur Jenderal di kementerian yang kini dipimpinnya. Meutya menegaskan komitmennya mendukung penuh proses hukum yang dilakukan aparat penegak hukum.
“Kementerian mendukung penuh proses hukum, dan kami segera membentuk tim evaluasi internal untuk melakukan pembenahan menyeluruh terkait tata kelola proyek pusat data,” ujar Meutya Hafid dalam pernyataan resminya yang diterima infoINET pada Kamis malam (22/5/2025).
Meutya juga menyinggung status dua pegawai Komdigi yang ditetapkan sebagai tersangka, salah satunya Semuel Abrijani Pangerapan (SAP), mantan Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Pemerintahan Kominfo periode 2016-2024. “Kedua pegawai tersebut telah kami berhentikan dari tugas dan fungsinya untuk menghormati proses hukum,” tambahnya.
Menkomdigi menekankan bahwa kasus ini tidak boleh mengganggu komitmen terhadap kedaulatan digital nasional. Ia justru melihat ini sebagai momentum untuk memastikan setiap anggaran publik digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat, dengan prinsip integritas sebagai landasan utama.
“Peristiwa ini menjadi pengingat penting bahwa kelembagaan digital harus dibangun di atas integritas. Kami jadikan ini sebagai momen untuk memperkuat sistem pengawasan internal, memperbaiki prosedur, dan menegakkan akuntabilitas di seluruh lini. Reformasi tata kelola digital adalah keharusan, bukan pilihan,” tegas Meutya.
Sebelumnya, Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi PDNS Kominfo tahun anggaran 2020-2024. Kelima tersangka kini telah ditahan.
Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Safrianto Zuriat Putra, pada Kamis (22/5/2025), membeberkan identitas para tersangka. Selain Semuel Abrizani Pangerapan (SAP), terdapat nama Bambang Dwi Anggono (BDA), selaku Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintah pada Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Pemerintahan Kemenkominfo periode 2019-2023.
“Berikutnya, tersangka ketiga Saudara Nova Zanda atau NZ, selaku penjabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang atau jasa dan Pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) pada Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun 2020 sampai dengan 2024,” kata Safrianto seperti dikutip dari .
Dua tersangka lainnya berasal dari pihak swasta, yakni Alfi Asman (AA) selaku Direktur Bisnis PT Aplika Nusa Lintas Arta periode 2014-2023, dan Pini Panggar Agusti (PPA) selaku Account Manager PT Dokotel Teknologi (2017-2021).
Safrianto menegaskan bahwa kerugian negara akibat kasus ini masih dalam proses penghitungan oleh ahli keuangan negara atau auditor negara di BPKP bersama penyidik. “Pada hari ini kami luruskan berdasarkan perhitungan sementara oleh penyidik diperoleh fakta kerugian keuangan negara dalam jumlah ratusan miliar. Untuk angka pastinya, belum dapat kami sampaikan,” ungkapnya.
Penyidikan kasus ini telah melibatkan penggeledahan di sejumlah lokasi di Tangerang Selatan, Jakarta Pusat, dan Jakarta Timur, termasuk di PT STM (BDx Data Center), kantor PT AL, gudang PT AL, serta rumah saksi.
Kasus ini bermula dari pengadaan barang dan jasa PDNS oleh Kominfo pada tahun 2020 dengan total pagu anggaran mencapai Rp 958 miliar. Diduga kuat terjadi pengondisian untuk memenangkan PT Aplikanusa Lintasarta (AL) yang melibatkan oknum pejabat Kominfo dan pihak swasta.
Dalam keterangan pers Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat dipaparkan pada tahun 2020 sampai dengan 2024 Kominfo melakukan pengadaan barang/jasa dan pengelolaan PDNS dengan total pagu anggaran Rp 958 Miliar. Dalam pelaksanaannya tahun 2020 terdapat pejabat dari Kominfo bersama-sama dengan perusahaan swasta melakukan pengkondisian untuk memenangkan PT AL.
“Pada tahun 2020 sampai dengan 2024 Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melakukan pengadaan barang/jasa dan pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) dengan total pagu anggaran Rp 958 Miliar, dalam pelaksanaannya tahun 2020 terdapat pejabat dari Kominfo bersama-sama dengan perusahaan swasta melakukan pengkondisian untuk memenangkan PT AL,” ujar Bani Ginting, Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
Seperti diketahui, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) kini telah bertransformasi menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Pengondisian ini disebut berlangsung selama 5 tahun.
“Atas dugaan tindak pidana korupsi tersebut diperkirakan menimbulkan kerugian keuangan negara dalam jumlah ratusan miliar,” ungkap Bani.
Semmy menjabat sebagai Dirjen Aptika Kominfo sejak 2016, mengabdi di bawah kepemimpinan tiga Menteri Kominfo berbeda: Rudiantara, Johnny G Plate, hingga Budi Arie Setiadi. Sebelum itu, ia telah malang melintang lebih dari 20 tahun di industri telekomunikasi, termasuk menjabat Presiden Direktur PT Jasnita Telekomindo dan Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) periode 2012-2015.
Selama menjabat Dirjen Aptika, agenda utama Semmy adalah mendorong transformasi digital di Indonesia. Ia juga kerap memimpin delegasi Indonesia dalam forum-forum tingkat kementerian di ASEAN.
Namun, kariernya di Kominfo berakhir setelah ia mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban atas insiden serangan ransomware terhadap PDNS 2 di Surabaya oleh geng hacker Brain Chiper. Insiden ini sempat melumpuhkan sejumlah layanan publik. Brain Chiper kemudian mengklaim serangan itu hanya ‘pentest’, memberikan kunci dekripsi secara cuma-cuma, dan meminta maaf.
Semmy, yang telah 8 tahun mengabdi di Kominfo, kala itu menyatakan surat pengunduran dirinya telah diajukan kepada Menkominfo Budi Arie Setiadi dan memastikan proses pemulihan PDNS 2 terus berjalan. Ia juga sempat mengonfirmasi bahwa kunci dari hacker bisa digunakan pada spesimen data Kominfo.
Pasca pengunduran dirinya, Semmy menyatakan keinginannya untuk kembali berkiprah di sektor swasta, tetap dengan fokus pada transformasi digital Indonesia.
Kasus Proyek PDNS Rp 958 M
Profil Semuel Abrijani Pangerapan, Mantan Dirjen Kominfo Tersangka Korupsi
Kasus ini bermula dari pengadaan barang dan jasa PDNS oleh Kominfo pada tahun 2020 dengan total pagu anggaran mencapai Rp 958 miliar. Diduga kuat terjadi pengondisian untuk memenangkan PT Aplikanusa Lintasarta (AL) yang melibatkan oknum pejabat Kominfo dan pihak swasta.
Dalam keterangan pers Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat dipaparkan pada tahun 2020 sampai dengan 2024 Kominfo melakukan pengadaan barang/jasa dan pengelolaan PDNS dengan total pagu anggaran Rp 958 Miliar. Dalam pelaksanaannya tahun 2020 terdapat pejabat dari Kominfo bersama-sama dengan perusahaan swasta melakukan pengkondisian untuk memenangkan PT AL.
“Pada tahun 2020 sampai dengan 2024 Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melakukan pengadaan barang/jasa dan pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) dengan total pagu anggaran Rp 958 Miliar, dalam pelaksanaannya tahun 2020 terdapat pejabat dari Kominfo bersama-sama dengan perusahaan swasta melakukan pengkondisian untuk memenangkan PT AL,” ujar Bani Ginting, Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
Seperti diketahui, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) kini telah bertransformasi menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Pengondisian ini disebut berlangsung selama 5 tahun.
“Atas dugaan tindak pidana korupsi tersebut diperkirakan menimbulkan kerugian keuangan negara dalam jumlah ratusan miliar,” ungkap Bani.
Kasus Proyek PDNS Rp 958 M
Semmy menjabat sebagai Dirjen Aptika Kominfo sejak 2016, mengabdi di bawah kepemimpinan tiga Menteri Kominfo berbeda: Rudiantara, Johnny G Plate, hingga Budi Arie Setiadi. Sebelum itu, ia telah malang melintang lebih dari 20 tahun di industri telekomunikasi, termasuk menjabat Presiden Direktur PT Jasnita Telekomindo dan Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) periode 2012-2015.
Selama menjabat Dirjen Aptika, agenda utama Semmy adalah mendorong transformasi digital di Indonesia. Ia juga kerap memimpin delegasi Indonesia dalam forum-forum tingkat kementerian di ASEAN.
Namun, kariernya di Kominfo berakhir setelah ia mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban atas insiden serangan ransomware terhadap PDNS 2 di Surabaya oleh geng hacker Brain Chiper. Insiden ini sempat melumpuhkan sejumlah layanan publik. Brain Chiper kemudian mengklaim serangan itu hanya ‘pentest’, memberikan kunci dekripsi secara cuma-cuma, dan meminta maaf.
Semmy, yang telah 8 tahun mengabdi di Kominfo, kala itu menyatakan surat pengunduran dirinya telah diajukan kepada Menkominfo Budi Arie Setiadi dan memastikan proses pemulihan PDNS 2 terus berjalan. Ia juga sempat mengonfirmasi bahwa kunci dari hacker bisa digunakan pada spesimen data Kominfo.
Pasca pengunduran dirinya, Semmy menyatakan keinginannya untuk kembali berkiprah di sektor swasta, tetap dengan fokus pada transformasi digital Indonesia.