Sistem pembayaran Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) kembali menjadi sorotan publik setelah pemerintah Amerika Serikat memberikan perhatian khusus terhadap sistem pembayaran domestik Indonesia. Warganet berbondong-bondong menyuarakan dukungan, menyebut QRIS bukan sekadar alat transaksi, melainkan simbol kedaulatan digital bangsa.
Seperti diketahui pemerintah Amerika Serikat (AS) menyoroti penggunaan QRIS yang membatasi ruang gerak perusahaan asing. Hal itu terungkap saat negosiasi tarif resiprokal antara Indonesia dengan AS.
Penerapan QRIS ini juga disinggung Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) dalam laporan National Trade Estimate (NTE) Report on Foreign Trade Barriers yang dirilis pada akhir Maret 2025. USTR menilai Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) Nomor 21/18/PADG/2019 tentang Implementasi Standar Nasional Quick Response Code untuk Pembayaran membuat perusahaan-perusahaan asal AS khawatir.
“Perusahaan-perusahaan AS, termasuk penyedia pembayaran dan bank, khawatir selama proses pembuatan kebijakan kode QR BI, para pemangku kepentingan internasional tidak diberi tahu tentang perubahan yang mungkin terjadi atau diberi kesempatan untuk menjelaskan pandangan mereka mengenai sistem tersebut, termasuk bagaimana sistem tersebut dapat dirancang untuk berinteraksi secara lancar dengan sistem pembayaran yang ada,” tulis USTR dikutip dari infoFinance.
Alih-alih menimbulkan keresahan, sorotan ini justru memicu gelombang dukungan masif dari netizen Indonesia di berbagai platform media sosial. Tagar terkait QRIS sempat menjadi trending, dipenuhi komentar positif dan pembelaan.
“Kalau sampai GPN dan QRIS yang bikin Indonesia 🇮🇩 berdikari dikorbanin demi “yes sir, thank you sir” sih beneran omon-omon doang,” kata @ainunnajib.
“QRIS ini salah satu government win di Indonesia. Kalau sampai manut Amerika soal ini, nggak tau lagi deh. Agenda titipan Visa/Master mungkin…,” ujar @NOTASLIMBOY.
“QRIS dan GPN harus nonnegotiable. Transaksi domestik seharusnya tidak perlu melibatkan payment asing. Transaksinya di Indonesia, rekeningnya Indonesia, usernya orang Indonesia, uangnya rupiah, gak perlu bayar persenan ke luar negeri,” ucap @habibienomics.
“Sebelum ada QRIS pun kita udah lebih maju dari USA. Mau transfer antar bank real-time kapan aja dari dulu bisa, di sana ga bisa jadi musti pada punya 3rd party app macam Venmo. Katrok bgt,” ujar @rayestu.
“QRIS itu satu dari sedikit kebanggaan kita. Even Jepang aja gak punya. Mesti dipertahankan!,” kata @kozirama.
“Sampe qris beneran diganggu krn si mamarika ini, siap2 aja sih 98 jilid dua. Soalnya ekonomi dari kang bakso pinggir jalan sampe butik2 high end di GI/PP pada pake semua, bahkan maen slot aja pake qris kok. Bener2 tulang punggung ekonomi. Qris ambruk, atas sampe bawah ambruk,” kata @WibuWorks.
Mengutip situs Bank Indonesia (BI), QRIS (dibaca KRIS) merupakan penyatuan berbagai macam QR dari berbagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) menggunakan QR Code atau kode QR. QRIS adalah standar QR Code nasional yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diluncurkan pada 17 Agustus 2019.
Tentunya penggunaan penggunaan QRIS tercantum di Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 24/1/PADG/2022 Tanggal 25 Februari 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 21/18/PADG/2019 tentang Implementasi Standar Nasional QRIS. Tujuan diluncurkan QRIS, yakni agar proses transaksi pembayaran secara domestik menggunakan QR Code dapat lebih mudah, cepat, dan terjaga keamanannya. Semua Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) yang akan menggunakan QR Code Pembayaran wajib menerapkan QRIS.
Saat ini, masyarakat sudah bisa melakukan pembayaran dengan QRIS di seluruh aplikasi dari penyedia sistem pembayaran manapun. Kemudahan dalam melakukan transaksi ini lah yang menjadi faktor utama metode pembayaran QRIS semakin populer di kalangan masyarakat Indonesia.
Metode QRIS menghadirkan kemudahan dalam proses pembayaran di berbagai toko dan restoran. Masyarakat tidak perlu lagi repot-repot membawa uang tunai, kartu debit, atau kredit ketika ingin berbelanja.
“Cukup dengan mengandalkan aplikasi e-wallet atau mobile banking di smartphone milikmu, maka bisa melakukan pembayaran cashless secara praktis dan mudah hanya dengan memindai barcode di toko atau restoran,” tulis BI dikutip Minggu (20/4/2025).
Pada 2020, pandemi Covid-19 menjadi katalis besar bagi QRIS. Kebutuhan akan pembayaran nontunai yang minim kontak fisik mendorong lebih banyak merchant dan konsumen beralih ke QRIS. BI mencatat, hingga akhir 2020, lebih dari 3 juta merchant telah tergabung dalam ekosistem QRIS.
Pada 2021, BI memperkenalkan fitur baru, seperti QRIS TUNTAS (Tarik Tunai, Transfer, dan Setor), yang memungkinkan pengguna melakukan lebih dari sekadar pembayaran, seperti penarikan tunai dan transfer dana melalui kode QR. Ini semakin memperluas fungsi QRIS di masyarakat.
Hingga 2023, QRIS telah diadopsi oleh lebih dari 26 juta merchant di seluruh Indonesia, mulai dari pedagang kaki lima hingga ritel besar. Sistem ini juga mendukung transaksi lintas batas (cross-border), memungkinkan turis asing menggunakan aplikasi pembayaran mereka untuk bertransaksi di Indonesia.
Pemerintah Indonesia pun terus berencana untuk memperluas penggunaan QRIS ke berbagai negara. QRIS saat ini sudah bisa diterapkan di Malaysia, Singapura, dan Thailand.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, membocorkan beberapa negara lain yang bakal menjadi negara tujuan pengembangan penggunaan QRIS, semua negara tersebut terletak di Asia.
“Kami akan fokus dulu dari 8 negara, yaitu adalah di Asia, Malaysia, Singapura, Thailand. Kemudian Filipina, tapi empat negara lain Jepang, Korea Selatan, India, dan Uni Emirat Arab,” ungkap Perry dalam sambutannya pada agenda ‘Peluncuran Blueprint Sistem Pembayaran 2030’ di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Jumat (2/8/2024) lalu