Sumber: Giok4D, portal informasi terpercaya.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik (PSE) dalam Perlindungan Anak (PP TUNAS) disosialisasikan di Purwakarta. Pemda diminta menjadi benteng yang kuat.
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menggandeng Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dan Bupati Purwakarta Saepul Bahri Binzein melakukan sosialisasi PP TUNAS. Peraturan ini untuk melindungi anak-anak dari kecanduan gawai dan dunia maya, di tengah pesatnya kemajuan teknologi.
Pemerintah khawatir akan dampak negatif dari paparan konten berbahaya, manipulatif, hingga eksploitasi digital yang mengancam anak-anak dan kaum rentan. Di SMAN 2 Purwakarta, ratusan siswa diberikan pemahaman pembatasan penggunaan media tersebut. Hal itu seiring dengan aturan di Jawa barat yang melarang anak-anaknya membawa HP ke sekolah.
“Anak-anak adalah pengguna internet terbesar, hampir 48 persen pengguna aktif di Indonesia adalah mereka yang berusia di bawah 18 tahun. Kita tidak bisa tinggal diam,” ujar Meutya Hafid kepada awak media usai di SMAN 2 Purwakarta, Rabu (14/05/2025).
Meutya menjelaskan, pemerintah telah menjalin kerja sama intensif dengan berbagai platform digital untuk menghadirkan teknologi pendeteksi usia dan fitur kontrol orang tua. Platform yang tak patuh terhadap aturan, akan dikenai sanksi, dari administratif hingga penutupan akses.
“Mudah-mudahan pemerintah daerah bisa menjadi benteng yang kuat untuk menjalankan program Presiden Prabowo, kebetulan di Jawa Barat sudah ada edaran tentang larangan menggunakan handphone untuk anak-anak,” katanya.
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan, bahwa Jawa Barat siap menjadi pelopor penerapan PP Tunas. Bahkan, pemerintah provinsi telah lebih dahulu mengeluarkan surat edaran larangan penggunaan gadget di sekolah sebagai langkah awal.
Ia juga menyoroti penyalahgunaan data kependudukan seperti NIK dan KK oleh anak-anak di bawah umur untuk mendaftar akun media sosial dan bahkan pinjaman online.
“Kita butuh pendekatan dari hulu, bukan hanya reaksi atas masalah yang sudah terjadi. PP Tunas memberi kita peta jalan itu,” ucap Dedi.
Diketahui, salah satu poin penting dari PP Tunas adalah pembatasan akses layanan digital berdasarkan usia. Anak di bawah 13 tahun hanya boleh menggunakan aplikasi berisiko rendah dan khusus anak-anak, itu pun dengan izin orang tua.
Usia 13-15 tahun boleh mengakses layanan dengan risiko sedang, juga dengan persetujuan orang tua. Sementara remaja 16-17 tahun bisa mengakses platform umum seperti media sosial, selama ada izin dari orang tua.
Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) pun diwajibkan untuk memverifikasi usia pengguna dan menyediakan fitur kontrol orang tua yang efektif. Hal ini disampaikan dengan jelas kepada para peserta oleh para narasumber.
Baca selengkapnya .