Di tengah kekhawatiran global soal AI yang bakal mengambil alih pekerjaan manusia, bos OpenAI Sam Altman justru berharap hal itu benar-benar terjadi — termasuk terhadap dirinya sendiri. Altman bahkan mengaku akan malu jika OpenAI bukan perusahaan pertama di dunia yang dipimpin oleh AI sebagai CEO.
“Saya akan malu jika OpenAI tak menjadi perusahaan besar pertama yang dipimpin oleh CEO AI,” kata Altman dalam podcast Conversations with Tyler yang dipandu ekonom Tyler Cowen dari George Mason University.
Meski terdengar seperti lelucon futuristis, pernyataan ini mencerminkan cara pandang Altman yang ekstrem terhadap masa depan AI. Ia mengaku sering memikirkan skenario di mana AI bisa menjalankan tugasnya lebih baik daripada manusia, termasuk sebagai pimpinan perusahaan. Menurutnya, hanya butuh ‘beberapa tahun’ sebelum AI mampu memimpin divisi besar di OpenAI.
Altman percaya kemajuan AI akan sampai di titik itu dalam waktu dekat — bukan hitungan dekade. Namun ia sadar, ketika hari itu tiba, perannya sebagai CEO bisa benar-benar digantikan.
Meski begitu, pria dengan kekayaan bersih sekitar USD 2 miliar (sekitar Rp 32 triliun) ini tampaknya tak terlalu khawatir soal nasibnya. Altman mengaku akan menghabiskan waktunya di lahan pertaniannya, tempat ia biasa mengendarai traktor dan memetik hasil kebunnya.
Pernyataan ini menandai perubahan sikap Altman terhadap dampak AI pada pekerjaan. Jika dulu ia menyebut AI hanya akan membantu efisiensi kerja manusia, kini ia mengakui bahwa banyak pekerjaan memang akan hilang dalam waktu dekat.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
“Dalam jangka pendek, AI akan menghancurkan banyak pekerjaan. Tapi dalam jangka panjang, seperti revolusi teknologi lain, manusia akan menemukan hal-hal baru untuk dilakukan,” ujarnya.
Altman juga kembali menegaskan prediksinya bahwa kecerdasan buatan umum (AGI) atau superintelligence akan hadir sebelum 2030, dan mengambil alih hingga 40% aktivitas ekonomi global.







