Uni Eropa resmi meluncurkan inisiatif untuk membangun tembok drone di sepanjang sisi timur blok tersebut, di tengah pelanggaran wilayah udara yang mengkhawatirkan oleh Rusia.
Pertemuan perdana proyek tersebut mempertemukan sepuluh negara anggota, yaitu Bulgaria, Denmark, Estonia, Hongaria, Latvia, Lituania, Polandia, Rumania, Slowakia, dan Finlandia. Komisi Eropa memimpin perundingan.
Ukraina juga diundang. Mereka mengembangkan teknologi di sektor ini dan diperkirakan bisa memproduksi empat juta drone tiap tahun. “Rusia sedang menguji Uni Eropa dan NATO dan respons kita harus tegas, bersatu, dan segera. Pertemuan hari ini, kita sepakat beralih dari, katakanlah, diskusi ke tindakan nyata,” ujar Andrius Kubilius, Komisaris Eropa untuk Pertahanan.
Kubilius menegaskan tembok drone punya dua tujuan yaitu deteksi dan intervensi, dengan prioritas utama diberikan pada tujuan pertama. “Tentu kita perlu mencari cara efektif untuk menghancurkannya,” ujarnya, dikutip infoINET dari Euro News.
Belum jelas berapa lama proyek ini akan terealisasi. Kubilius memperkirakan waktu setahun berdasarkan analisis ahli, meskipun ia mengingatkan tidak yakin dengan perkiraan tersebut.
Inisiatif ini menyusul serangkaian pelanggaran wilayah udara yang membuat Eropa siaga. Insiden pertama terjadi di Polandia dua minggu lalu, ketika 19 drone Rusia terbang d wilayahnya. Kemudian terjadi juga di Rumania dengan satu drone Rusia dan di Estonia ada tiga jet tempur MiG-31 Rusia.
Lalu, drone besar terlihat di Bandara Kopenhagen, menyebabkan penghentian total operasi selama hampir empat jam. Aktivitas drone juga memaksa penghentian operasional di Bandara Aalborg. Media Swedia kemudian melaporkan penampakan misterius serupa di wilayah selatan Karlskrona.
Sejauh ini, Denmark belum mengidentifikasi pelakunya. Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen mengatakan dia tidak dapat mengesampingkan keterlibatan Rusia, tapi pihak berwenang belum menemukan buktinya.
Inti dari proyek tembok drone ini adalah sistem pertahanan drone berlapis-lapis yang disebut Eirshield, platform anti drone yang dikembangkan melalui kemitraan bersama antara DefSecIntel dan perusahaan Latvia, Origin Robotics.
Sistem ini menggunakan radar, kamera, detektor frekuensi radio, arah drone, dan tingkat ancamannya untuk menentukan apakah drone musuh harus diganggu atau diblokir sinyalnya, atau apakah harus diserang dengan drone lain.
Agris Kipurs, salah satu pendiri dan CEO Origin Robots, mengatakan sistem ini sepenuhnya otomatis, yang memungkinkan serangan dengan bantuan kecerdasan buatan (AI). Mulai dari deteksi drone hingga intersepsi dilakukan secara otomatis.
Eirshield dirancang untuk bekerja pada target tanpa awak yang terbang cepat yang membawa hulu ledak yang dapat terbang hingga 200 kilometer per jam. Sistem ini juga akan memiliki beberapa komponen yang portabel.
Sistem ini dapat dilengkapi dengan beberapa jenis drone, termasuk beberapa yang telah dikembangkan oleh DefSecIntel. Biaya per penggunaan sistem Eirshield mencapai puluhan ribu” euro, dibandingkan dengan beberapa juta oleh sistem serangan udara konvensional yang lebih tua.
“Sistem yang ada saat ini dirancang untuk ancaman yang jauh lebih mahal seperti rudal penangkal dan pesawat berawak. Sistem ini tidak dirancang untuk mencegat drone, ancaman itu sangat baru, jadi kami baru saja merancangnya,” sebut Kipurs.
Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.
Tamm mengatakan sistem ini telah dikerahkan di Ukraina dan dilengkapi sistem senjata pihak ketiga yang memungkinkan pasukan Ukraina menyerang drone yang terbang rendah seperti drone Shahed.
Teknologi Tembol Drone
Inti dari proyek tembok drone ini adalah sistem pertahanan drone berlapis-lapis yang disebut Eirshield, platform anti drone yang dikembangkan melalui kemitraan bersama antara DefSecIntel dan perusahaan Latvia, Origin Robotics.
Sistem ini menggunakan radar, kamera, detektor frekuensi radio, arah drone, dan tingkat ancamannya untuk menentukan apakah drone musuh harus diganggu atau diblokir sinyalnya, atau apakah harus diserang dengan drone lain.
Agris Kipurs, salah satu pendiri dan CEO Origin Robots, mengatakan sistem ini sepenuhnya otomatis, yang memungkinkan serangan dengan bantuan kecerdasan buatan (AI). Mulai dari deteksi drone hingga intersepsi dilakukan secara otomatis.
Eirshield dirancang untuk bekerja pada target tanpa awak yang terbang cepat yang membawa hulu ledak yang dapat terbang hingga 200 kilometer per jam. Sistem ini juga akan memiliki beberapa komponen yang portabel.
Sistem ini dapat dilengkapi dengan beberapa jenis drone, termasuk beberapa yang telah dikembangkan oleh DefSecIntel. Biaya per penggunaan sistem Eirshield mencapai puluhan ribu” euro, dibandingkan dengan beberapa juta oleh sistem serangan udara konvensional yang lebih tua.
“Sistem yang ada saat ini dirancang untuk ancaman yang jauh lebih mahal seperti rudal penangkal dan pesawat berawak. Sistem ini tidak dirancang untuk mencegat drone, ancaman itu sangat baru, jadi kami baru saja merancangnya,” sebut Kipurs.
Tamm mengatakan sistem ini telah dikerahkan di Ukraina dan dilengkapi sistem senjata pihak ketiga yang memungkinkan pasukan Ukraina menyerang drone yang terbang rendah seperti drone Shahed.
Teknologi Tembol Drone
