Streamer Prancis Tewas Tragis Saat Live 10 Hari, Keluarga Angkat Bicara

Posted on

Dunia streaming tengah berduka setelah streamer asal Prancis, Raphael Graven atau yang lebih dikenal dengan nama daring Jean Pormanove, dilaporkan meninggal dunia secara tragis saat melakukan siaran langsung di platform Kick.

Pria berusia 46 tahun itu menghembuskan napas terakhir setelah menjalani maraton streaming selama 10 hari tanpa henti di rumahnya di Contes, dekat Nice.

Kabar kematian Graven pertama kali mengejutkan publik pada Senin (18/8/2025). Kini, pihak keluarga akhirnya angkat bicara dan memecah kebisuan mengenai kondisi sang streamer sebelum meninggal.

Dalam wawancara dengan media lokal RTL, ibu Graven menggambarkan putranya sebagai sosok berhati besar yang menemukan “keluarga kedua” di komunitas streaming. Namun, di balik layar, ia menanggung penderitaan berat.

“Saya bangga dengan apa yang dia capai, tapi dia tidak seharusnya meninggal seperti itu, mungkin karena kelelahan,” ungkap ibunya dikutip dari Boredpanda. Sang ibu juga membagikan pesan terakhir dari Graven yang penuh tekanan emosional: “Saya merasa disandera oleh konsep busuk mereka. Saya muak.”

Saudara perempuannya menambahkan bahwa Raphaël terjebak dalam lingkaran eksploitasi, di mana dirinya terus-menerus dipaksa melakukan aksi ekstrem demi donasi penonton.

Berbeda dengan streamer kebanyakan, Graven bukan fokus pada game atau ulasan teknologi, melainkan tren gelap streaming Prancis: konten merendahkan diri. Dalam siarannya, ia rela menjadi sasaran tamparan, dicekik, disiram cairan busuk, hingga ditembak paintball. Semua dia lakukan demi ‘hiburan’ bagi para penonton yang memberikan donasi.

Semakin ekstrem aksinya, semakin banyak uang yang masuk. Bahkan, dalam siaran terakhirnya, Graven dilaporkan meraup lebih dari Rp 740 juta dari penonton.

Sayangnya, penderitaan fisik dan mental yang dialami olehnya semakin parah. Dalam rekaman hari-hari terakhir, terlihat Graven semakin lemah, hingga akhirnya terbaring tak responsif pada hari ke-10.

Graven kolaborasi dengan dua streamer, Owen Cenazandotti (Naruto) dan Safine Hamadi (Safine), yang diduga mengorkestrasi “maraton hukuman” selama 10 hari. Dalam maraton ini, Graven mengalami kekerasan, penghinaan, dan kurang tidur ekstrem.

Video menunjukkan ia dibangunkan dengan suara motor atau semprotan blower, bahkan disiram air. Pada hari ketujuh, penonton mulai menyadari Graven bergerak lebih lambat. Pada hari kesembilan, ia nyaris tak bisa duduk. Pada hari kesepuluh, ia terbaring tak bergerak di bawah selimut, sementara Naruto dan Safine terus merekam, bahkan melempar botol air plastik ke arahnya tanpa respons.

Naruto kemudian mengumumkan kematian Graven di Instagram, menyebutnya “saudara dan sahabat karib” sambil meminta penggemar tidak menyebarkan cuplikan momen kematiannya.

Tragedi ini memicu kecaman terhadap Kick, platform streaming yang dikenal lebih permisif dibanding Twitch. Menteri Muda Teknologi Digital Prancis, Clara Chappaz, menyebut insiden ini sebagai “kengerian mutlak” dan menuding Kick lalai membiarkan eksploitasi berlangsung.

Kasus ini kini diselidiki regulator media Prancis, sementara polisi di Nice mengonfirmasi hasil autopsi awal menemukan memar di tubuh Graven, meski penyebab utama kematian masih menunggu hasil uji toksikologi.

Jaksa menyatakan bahwa kematiannya kemungkinan disebabkan oleh masalah medis atau toksikologi, dan tidak terkait dengan campur tangan pihak ketiga. Graven diketahui memiliki riwayat masalah kardiovaskular dan sedang menjalani pengobatan untuk tiroid.

Meski demikian, banyak pihak mempertanyakan mengapa tidak ada intervensi sebelumnya, terutama karena Naruto dan Safine pernah diselidiki pada Januari 2025 atas dugaan penganiayaan terhadap orang rentan, meskipun Graven saat itu menyangkal menjadi korban dan menyebut aksi-aksi tersebut sebagai “rekayasa untuk menciptakan kehebohan dan menghasilkan uang.”

Sementara itu, dukungan datang dari berbagai pihak. Streamer AS Adin Ross dan rapper Drake bahkan menawarkan untuk menanggung biaya pemakaman Graven. Ross menyebut kasus ini sebagai sesuatu yang “mengerikan dan menjijikkan” serta menyerukan konsekuensi tegas bagi pihak yang terlibat.

Kematian Raphaël Graven kini menjadi simbol peringatan keras mengenai bahaya eksploitasi dalam dunia streaming. Di balik popularitas dan keuntungan besar, ada harga mahal yang harus dibayar seorang kreator ketika sistem pengawasan platform longgar dan penonton menginginkan tontonan ekstrem tanpa memikirkan dampaknya.

Pesan Terakhir untuk Keluarga

Disiksa Demi Hiburan Penonton

Kick Dikritik, Pemerintah Turun Tangan

Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi

Graven kolaborasi dengan dua streamer, Owen Cenazandotti (Naruto) dan Safine Hamadi (Safine), yang diduga mengorkestrasi “maraton hukuman” selama 10 hari. Dalam maraton ini, Graven mengalami kekerasan, penghinaan, dan kurang tidur ekstrem.

Video menunjukkan ia dibangunkan dengan suara motor atau semprotan blower, bahkan disiram air. Pada hari ketujuh, penonton mulai menyadari Graven bergerak lebih lambat. Pada hari kesembilan, ia nyaris tak bisa duduk. Pada hari kesepuluh, ia terbaring tak bergerak di bawah selimut, sementara Naruto dan Safine terus merekam, bahkan melempar botol air plastik ke arahnya tanpa respons.

Naruto kemudian mengumumkan kematian Graven di Instagram, menyebutnya “saudara dan sahabat karib” sambil meminta penggemar tidak menyebarkan cuplikan momen kematiannya.

Tragedi ini memicu kecaman terhadap Kick, platform streaming yang dikenal lebih permisif dibanding Twitch. Menteri Muda Teknologi Digital Prancis, Clara Chappaz, menyebut insiden ini sebagai “kengerian mutlak” dan menuding Kick lalai membiarkan eksploitasi berlangsung.

Kasus ini kini diselidiki regulator media Prancis, sementara polisi di Nice mengonfirmasi hasil autopsi awal menemukan memar di tubuh Graven, meski penyebab utama kematian masih menunggu hasil uji toksikologi.

Jaksa menyatakan bahwa kematiannya kemungkinan disebabkan oleh masalah medis atau toksikologi, dan tidak terkait dengan campur tangan pihak ketiga. Graven diketahui memiliki riwayat masalah kardiovaskular dan sedang menjalani pengobatan untuk tiroid.

Meski demikian, banyak pihak mempertanyakan mengapa tidak ada intervensi sebelumnya, terutama karena Naruto dan Safine pernah diselidiki pada Januari 2025 atas dugaan penganiayaan terhadap orang rentan, meskipun Graven saat itu menyangkal menjadi korban dan menyebut aksi-aksi tersebut sebagai “rekayasa untuk menciptakan kehebohan dan menghasilkan uang.”

Sementara itu, dukungan datang dari berbagai pihak. Streamer AS Adin Ross dan rapper Drake bahkan menawarkan untuk menanggung biaya pemakaman Graven. Ross menyebut kasus ini sebagai sesuatu yang “mengerikan dan menjijikkan” serta menyerukan konsekuensi tegas bagi pihak yang terlibat.

Kematian Raphaël Graven kini menjadi simbol peringatan keras mengenai bahaya eksploitasi dalam dunia streaming. Di balik popularitas dan keuntungan besar, ada harga mahal yang harus dibayar seorang kreator ketika sistem pengawasan platform longgar dan penonton menginginkan tontonan ekstrem tanpa memikirkan dampaknya.

Kick Dikritik, Pemerintah Turun Tangan

Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi