Meski ada pertumbuhan, rupanya peningkatan jumlah pengguna internet Indonesia tidak terlalu signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Terkait hal tersebut, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengungkapkan penjelasannya.
Berdasarkan hasil survei Profil Pengguna Internet Indonesia 2025 terungkap bahwa masyarakat Indonesia yang sudah memiliki akses ke dunia maya di 2025 sebesar 229.428.417 jiwa dari total populasi 284.438.900 jiwa. Hal itu setara dengan penetrasi internet di Indonesia mencapai 80,66%.
Namun jika dilihat dalam empat tahun terakhir, pertumbuhannya tidak mencolok. Di 2018 penetrasi internet saat itu mencapai 64,80%, kemudian terus meningkat lagi di 2020 dengan penetrasinya menyentuh 73,70%, dan naik cukup besar lagi di 2022 dengan penetrasi internetnya 77,01%.
Setelah itu di tahun-tahun berikutnya, pertumbuhan penetrasinya terbilang tipis, yakni 78,19% di 2023, 79,50% di 2024, dan terbaru 80,66% di 2025.
“Penetrasi internet Indonesia mencapai 80,66%. Pertumbuhan ini memang tidak terlalu signifikan dibandingkan era COVID-19,” ujar Ketua APJII Muhammad Arif dalam Peluncuran Profil Internet Indonesia 2025 di Jakarta, Rabu 6 Agustus 2025 lalu.
Di sisi lain, penyedia jasa internet (ISP) justru tumbuh subur belakangan ini. Tercatat, sudah lebih dari 1.300 ISP yang sudah menjadi anggota APJII, dan masih ada ratusan perusahaan lainnya yang sedang mengurus perizinannya di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
APJII menyebutkan bahwa ISP tersebut banyak beroperasi di kota-kota besar sehingga terjadi penumpukan di lokasi tersebut.
“Penambahan (pengguna internet Indonesia) tidak terlalu signifikan naik karena di beberapa wilayah itu penyedia internet relatif meningkatkan kualitasnya daripada melakukan masuk ke desa-desa yang mungkin terlalu sulit. Jadi, peningkatannya tidak terlalu signifikan,” ujar Sekjen APJII Zulfadly Syam saat diskusi dengan awak media.
Zulfadly mengatakan potensi peningkatan pengguna internet Indonesia bisa terjadi, mengingat masih ada wilayah yang belum tersentuh akses internet, seperti daerah 3T (tertinggal, terluar, terdepan).
“Sebenarnya daerah 3T ini memiliki perkembangan yang cukup bagus, yang saat ini kita harapkan kalau mau lebih bagus lagi, tentunya yang dilakukan pemerintah agar penetrasinya lebih baik di daerah 3T,” ungkapnya.
“Pertama, mungkin adanya insentif yang mau bangun ke daerah 3T. Kedua, memberikan reward berupa relaksasi pajak bagi yang mau membangun jaringan ke daerah 3T. Nah, kalau tidak bisa keduanya, paling tidak berikanlah upaya protektif terhadap infrastruktur,” tutur Zulfadly.
Di samping itu juga, seperti disampaikannya, diharapkan adanya regulasi pemerintah yang mendukung pembangunan infrastruktur internet di wilayah pelosok Tanah Air.
“Regulasi yang memproteksi kepada provider atau operator untuk membangun di daerah 3T. Supaya, katakanlah dalam dua tahun dia tidak akan diganggu oleh perusahaan sejenis, itu akan memberikan keamanan dan perhitungan yang tepat dalam bisnis. Nah, itu mungkin yang akan kita kembalikan kepada pemerintah,” pungkasnya.