Teknologi Sistem Informasi Geografis atau GIS (Geographic Information System) sering disalahpahami sebagai alat untuk membuat peta digital semata. Padahal, di balik tampilan peta yang terlihat sederhana, GIS bekerja sebagai mesin analitik yang mampu mengolah data lokasi, memprediksi risiko, hingga mendukung pengambilan keputusan strategis pada level perusahaan maupun pemerintah.
Kini, GIS berkembang menjadi fondasi transformasi digital di berbagai sektor. Mulai dari energi, layanan publik, transportasi, sampai mitigasi bencana-semuanya semakin mengandalkan data spasial sebagai “bahasa bersama” untuk memahami keadaan di lapangan secara real time.
Seiring meningkatnya kompleksitas operasional di lapangan, organisasi tak lagi cukup hanya mengandalkan data tabel atau laporan manual. GIS menggabungkan data lokasi, sensor digital, kecerdasan buatan, dan visualisasi dinamis yang memperlihatkan kondisi sebenarnya secara lebih akurat.
Habisanti, Country General Manager Esri Indonesia, menegaskan bahwa GIS saat ini sudah menjadi teknologi strategis di banyak organisasi. “Organisasi tidak hanya melihat data, tetapi memahami konteks di mana data itu berada. Itulah kekuatan GIS,” ujarnya.
Dengan kata lain, GIS bukan hanya “menggambar peta”, melainkan memetakan pola, perilaku, risiko, dan potensi yang tidak terlihat oleh mata manusia.
Salah satu yang mengadopsi GIS datang dari Pertamina. Melalui platform Real-Time Permit, perusahaan energi nasional itu mengelola lebih dari 5.000 dokumen perizinan yang dipantau secara langsung lewat dasbor berbasis lokasi.
Dengan bantuan GIS, setiap proyek bisa dipetakan statusnya-di tahap evaluasi, sedang diproses, atau sudah selesai. Sistem ini juga dilengkapi automatic alert sehingga risiko administratif dapat diantisipasi sebelum menimbulkan hambatan di lapangan. Transformasi ini membuat tata kelola perizinan menjadi lebih cepat, transparan, dan minim kesalahan.
GIS juga menjadi tulang punggung transformasi digital PLN, terutama dalam pemeliharaan jaringan listrik. Salah satu inovasi yang tengah berjalan adalah pemanfaatan GIS untuk analisis vegetasi.
Dengan menggabungkan citra udara, AI, dan peta jaringan listrik, PLN dapat mengidentifikasi titik-titik di mana pepohonan berpotensi mengganggu kabel. Hasilnya, tim operasional dapat melakukan pemangkasan secara terukur dan lebih efisien-bukan lagi berdasarkan perkiraan manual.
Teknologi ini membantu mencegah padamnya listrik akibat gangguan vegetasi, sekaligus menghemat biaya operasional yang selama ini cukup besar.
GIS juga menjadi teknologi kunci dalam pembangunan kota pintar. Pemerintah daerah memanfaatkan GIS di antaranya untuk memetakan potensi banjir dan risiko tanah longsor, memantau kualitas udara secara real time, merencanakan jaringan transportasi publik, mengelola layanan air bersih dan sanitasi, hingga mendukung sistem perizinan berbasis lokasi (location-based licensing).
Pada masa bencana, GIS memungkinkan petugas mengetahui lokasi pengungsian, titik banjir yang tertinggi, hingga rute evakuasi yang paling aman.
Di tengah ramainya transformasi digital nasional, GIS kini menjadi sistem yang tak bisa dipisahkan dari big data, sensor IoT, dan kecerdasan buatan. Tanpa data spasial, banyak keputusan strategis berpotensi tidak tepat sasaran. Mulai dari pengawasan infrastruktur, pengelolaan aset, hingga pelayanan publik-semuanya kini membutuhkan analisis spasial untuk memastikan efisiensi dan akurasi.
Seiring meningkatnya ketergantungan pada teknologi real-time, GIS diprediksi akan menjadi salah satu komponen paling vital dalam roadmap digital Indonesia, baik bagi dunia usaha maupun sektor publik.








