Jepang secara diam-diam menguji generasi baru rudal jarak jauh modular. Senjata ini bisa mengubah Selat Miyako, salah satu dari sedikit jalur air internasional yang memungkinkan angkatan laut China mengakses Samudra Pasifik, menjadi zona mematikan.
Defense Blog melaporkan bahwa Acquisition, Technology & Logistics Agency (ATLA) Jepang memperkenalkan prototipe rudal anti kapal jarak jauh modular untuk memperkuat pertahanan pulau Jepang.
Senjata ringkas dan sulit dideteksi radar ini ditenagai turbojet XKJ301‑1. ATLA tidak mengungkap jangkauannya, namun terindikasi jauh lebih besar dibandingkan sistem peluncuran permukaan yang ada saat ini.
Rudal ini diharapkan terintegrasi ke jaringan serangan lebih luas yang mencakup platform peluncuran udara dan darat. Persenjataan rudal Jepang yang berkembang dirancang mencakup titik-titik kritis guna mencegah terobosan AL China ke Pasifik, termasuk saat terjadi konflik Taiwan. Mungkin juga bertujuan menetralisir ancaman rudal China secara preventif, termasuk menghancurkan peluncur sebelum dapat menembakkan rudal.
Selat Miyako adalah titik sempit maritim selebar 250 kilometer menuju Pasifik yang harus dilintasi China untuk memberlakukan blokade terhadap Taiwan atau melakukan kontra intervensi terhadap AS dan Jepang. Tindakan semacam itu juga dapat memutus Jepang dari jalur komunikasi laut dan berpotensi menghancurkan ekonominya.
Baterai rudal Jepang yang ditempatkan di Kepulauan Ryukyu, berbatasan dengan Selat Miyako, dapat mengancam kapal perang China, terutama kapal induknya walaupun tidak mudah.
Dalam laporan China Maritime Studies Institute (CMSI), disebut kapal induk China akan dilindungi Zona Pertahanan Luar sejauh 185-400 kilometer oleh jet tempur berbasis kapal induk dan kapal selam, Zona Pertahanan Tengah sejauh 45-185 kilometer oleh kombatan seperti kapal perusak serta Zona Pertahanan Dalam sejauh 100 meter hingga 45 kilometer dari kapal induk oleh pertahanan udara jarak pendek dan sistem senjata jarak dekat.
Untuk menyerang kapal induk yang dipertahankan dengan baik, mungkin diperlukan kawanan rudal yang terbang rendah di atas laut, sulit dideteksi, dan cerdas. Dalam serangan semacam itu, rudal pengintai bisa terbang lebih dulu, memaksa target menghabiskan amunisi dan rudal pencegat, sambil mengirim informasi tentang target ke kawanan utama.
Kawanan utama, terdiri dari rudal pengacau/umpan, peperangan elektronik, dan berdaya ledak tinggi, akan mendekat. Dikutip infoINET dari Asia Times, unit pengacau/umpan dan peperangan elektronik membutakan radar serta semakin memaksa pemborosan amunisi.
Rudal-rudal ini dapat dihubungkan dalam konfigurasi untuk berbagi data penargetan dan menentukan jalur penerbangan terbaik untuk menyerang atau jadi semi otonom agar dapat beroperasi saat peperangan elektronik intens. Rudal berdaya ledak tinggi kemudian akan mengincar area kritis seperti anjungan dan ruang mesin.
Persenjataan rudal Jepang melengkapi rudal AS yang ditempatkan di wilayah Jepang. Rudal jarak jauh, seperti rudal Tomahawk AS berjangkauan 2.000 kilometer yang ditembakkan dari sistem Typhon yang ditempatkan di Jepang, dapat memberikan kemampuan serangan balik konvensional terhadap target jauh di China.
Di Pasifik, AS dan Jepang mungkin menawarkan dukungan tidak langsung kepada Taiwan jika terjadi invasi China, seperti intelijen real time, data penargetan, dan ancaman untuk menghambat pasukan China yang mencoba melintasi Selat Miyako.
