Operator satelit global seperti Starlink kini tengah mengembangkan teknologi Non-Terrestrial Network (NTN) direct-to-device (D2D), yang memungkinkan layanan broadband dikirim langsung dari satelit ke perangkat tanpa melalui jaringan operator telekomunikasi lokal. Melihat perkembangan ini, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memberi perhatian khusus terhadap potensi dampaknya pada industri telekomunikasi nasional.
Ketua KPPU M. Fanshurullah Asa menilai layanan D2D sebagai keniscayaan teknologi yang bersifat disruptif. Namun, ia mengingatkan bahwa disrupsi tersebut harus dikelola agar tidak berubah menjadi “predator” yang mengancam investasi besar operator seluler Tanah Air.
Fanshurullah menjelaskan KPPU saat ini sedang menghimpun masukan dan melakukan kajian lanjutan setelah Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) membuka konsultasi publik. Salah satu yang menjadi perhatian ialah kekhawatiran pasar terkait perangkat NTN D2D yang dijual dengan diskon besar-besaran, hingga jauh di bawah harga wajar perangkat VSAT lokal atau layanan internet lainnya.
KPPU mengakui masuknya layanan D2D dapat menimbulkan asimetri persaingan. Dengan struktur pasar telekomunikasi Indonesia yang oligopolistik, ketidaktepatan aturan dapat membuat operator seluler nasional kehilangan pangsa pasar, terutama di segmen B2C perkotaan yang sebenarnya bukan target utama satelit LEO.
Fanshurullah menegaskan bahwa jika operator seluler kolaps atau merugi besar akibat kalah bersaing dengan pemain asing yang minim beban regulasi, masyarakat justru akan terdampak. Satelit tetap memiliki keterbatasan kapasitas, terutama di wilayah padat penduduk, sehingga jaringan fiber dan menara seluler tetap dibutuhkan. Jika pemain lokal tumbang, kedaulatan digital turut terancam, dan pasar berpotensi mengalami kegagalan (market failure).
Ia menambahkan bahwa KPPU belum menyimpulkan adanya pelanggaran.
“Predatory pricing memiliki syarat pembuktian yang ketat dalam UU No. 5 Tahun 1999: harus terbukti jual rugi (below cost) dan ada niat untuk menyingkirkan pesaing (eliminatory intent). Saat ini KPPU masih terus melakukan monitoring dan pengumpulan data,” ujarnya.
Jika strategi diskon terbukti hanya untuk penetrasi jangka pendek, hal itu masih wajar. Namun jika dilakukan berkelanjutan hingga pesaing tersingkir dan kemudian harga dinaikkan, KPPU akan bertindak tegas.
KPPU telah menyampaikan Saran Pertimbangan Kajian Industri Penyedia Jasa Internet kepada Presiden RI. Kajian itu menyoroti struktur pasar yang oligopolistik serta potensi distorsi akibat teknologi LEO yang dapat beroperasi tanpa integrasi dengan ekosistem nasional.
Menurut temuan KPPU, teknologi LEO-termasuk NTN D2D-mampu memberikan layanan langsung ke perangkat tanpa perantara infrastruktur dalam negeri. Dengan tren hadirnya HP Satelit, kemampuan ini bisa berkembang menjadi integrasi vertikal penuh dari perangkat hingga layanan, sehingga mengunci pasar dan mendorong pergeseran perilaku konsumen.
KPPU sebelumnya telah merekomendasikan agar Starlink hanya melayani wilayah 3T yang sulit dijangkau fiber optik sejak satelit milik Elon Musk itu masuk ke retail.
Untuk menjaga iklim persaingan, KPPU meminta pemerintah melalui Komdigi untuk menyusun aturan zonasi, termasuk pembatasan operasional satelit LEO asing, termasuk difokuskan hanya untuk pasar B2B dan wilayah 3T, sementara pasar ritel urban tetap menjadi domain operator seluler terestrial.
KPPU juga mendorong agar pemerintah mewajibkan kerja sama antara pemain LEO dan operator nasional, sehingga layanan D2D tetap dikelola melalui jaringan dalam negeri, termasuk NOC dan pengelolaan datanya, demi keamanan data dan kesetaraan pajak.
“Kami akan melanjutkan focus group discussion (FGD) dengan para pemangku kepentingan untuk memvalidasi data biaya. KPPU juga akan mengawasi perilaku pasar secara real time. Jika ditemukan bukti indikasi atau dugaan predatory pricing atau penyalahgunaan posisi dominan, KPPU akan menaikkan statusnya ke tahap penyelidikan awal,” tuturnya.
“Terakhir, KPPU akan terus memberikan advokasi kebijakan kepada pemerintah agar regulasi telekomunikasi segera direvisi menyesuaikan perkembangan teknologi NTN ini demi terciptanya persaingan usaha yang sehat,” tutup Ifan.
Saksikan Live infoPagi:







