Presiden Direktur Ericsson Indonesia, Singapura, Filipina, dan Brunei, Daniel Ode, menyatakan keyakinannya bahwa talenta digital muda Indonesia memiliki kapasitas untuk mengubah masa depan industri teknologi global. Namun, ia menegaskan bahwa percepatan pembangunan jaringan 5G menjadi syarat utama agar inovasi tersebut benar-benar dapat berkembang dan diadopsi industri.
Pernyataan itu disampaikan Daniel dalam interview usai acara Ericsson Hackathon 2025, yang mempertemukan ratusan talenta muda untuk mengembangkan solusi berbasis 5G dan kecerdasan buatan (AI).
Daniel menjelaskan bahwa 5G harus dipahami sebagai platform. Nilainya tidak muncul hanya dari jaringan yang dibangun, tetapi dari aplikasi dan use case yang berkembang di atasnya.
“Platform itu tidak ada artinya kalau tidak ada yang berjalan di atasnya. Sama seperti App Store tanpa aplikasi. Begitu pula 5G-nilai sebenarnya muncul ketika ada inovasi,” ujarnya.
Karena itu, ia menilai hackathon menjadi katalis penting untuk mempercepat lahirnya aplikasi 5G di Indonesia. “Acara seperti ini menggerakkan lalu lintas inovasi ke platform 5G. Itulah yang membuat ekosistemnya hidup.”
Daniel mengaku terkesan dengan antusiasme dan kualitas ide para peserta tahun ini. Bahkan sebelum menyaksikan presentasi final, ia langsung merasakan atmosfer yang berbeda.
“Saya masuk dan langsung merasa ada energi. Ketika mahasiswa mengembangkan solusi nyata, auranya itu langsung terasa,” katanya.
Ia menilai tiga tim pemenang menunjukkan kemampuan yang sangat matang. “Give it a year or two. Saya ingin lihat bagaimana mereka berkembang. Ide mereka sudah sangat advance.”
Walaupun ditanya soal “favorit”, Daniel menjawab diplomatis namun tegas bahwa semua peserta menunjukkan pendekatan kuat dalam menyelesaikan masalah riil.
Daniel menekankan bahwa solusi teknologi tidak boleh berhenti pada konsep futuristis. Harus ada relevansi dengan kehidupan nyata.
“Ketika kamu mengambil masalah hari ini, lalu menyelesaikannya dengan digitalisasi, di situlah nilai platform itu muncul. Kecepatan, produktivitas, dan efisiensi-itulah yang membuat 5G relevan untuk industri,” jelasnya.
Daniel menegaskan bahwa inovasi tidak boleh berhenti di ajang hackathon. Ericsson telah menyiapkan 5G Innovation Lab yang berfungsi sebagai ruang kolaborasi bagi industri, akademisi, dan developer.
“Tidak perlu menunggu hackathon. Lab kami sudah ada, sudah beroperasi. Developer bisa datang, industri bisa menyampaikan masalah mereka, dan kita kembangkan bersama,” ujarnya.
Ericsson juga mulai mendorong model business matching agar solusi yang lahir dari kompetisi tidak berhenti sebagai proyek eksperimental. “Kami ingin solusi ini benar-benar digunakan industri dalam satu atau dua tahun ke depan.”
“Saya tidak melihat tantangan. Saya melihat peluang.” ungkapnya.
Menurutnya, generasi muda Indonesia tumbuh sebagai digital natives yang haus informasi dan memiliki motivasi kuat untuk berkontribusi. “Mereka ingin belajar, ingin mengubah dunia. Itu modal besar.”
Namun demikian, Daniel menilai industri butuh dukungan infrastruktur agar ide-ide tersebut dapat diwujudkan.
Daniel menekankan bahwa percepatan adopsi 5G merupakan faktor krusial bagi Indonesia untuk bersaing di level global.
“Jika infrastrukturnya tidak ada, sulit bagi inovasi untuk berkembang. Ketika 5G benar-benar tersedia luas, akan lahir lebih banyak use case dan teknologi baru,” ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa 5G adalah pondasi bagi kolaborasi lintas sektor-universitas, startup, pemerintah, dan industri. “Ketika semua aktor duduk bersama, efeknya bisa berlipat. One plus one can be three.”
Di akhir wawancara, Daniel memberikan pesan spesial bagi generasi muda Indonesia yang ingin berkarier di bidang teknologi dan jaringan masa depan:
“Jangan takut. Rangkullah teknologi baru. Hari ini kita lihat AI yang masih dasar. Besok, mesin berbicara dengan mesin, AI agent dengan AI agent. Itu akan mengubah semuanya. Kita butuh talenta yang berpikiran terbuka untuk menyongsong masa depan itu.”
Terpukau dengan Energi Talenta Digital Indonesia
5G Innovation Lab
Jaringan 5G Harus Digenjot
Pesan untuk Talenta Muda Indonesia


“Saya tidak melihat tantangan. Saya melihat peluang.” ungkapnya.
Menurutnya, generasi muda Indonesia tumbuh sebagai digital natives yang haus informasi dan memiliki motivasi kuat untuk berkontribusi. “Mereka ingin belajar, ingin mengubah dunia. Itu modal besar.”
Namun demikian, Daniel menilai industri butuh dukungan infrastruktur agar ide-ide tersebut dapat diwujudkan.
Daniel menekankan bahwa percepatan adopsi 5G merupakan faktor krusial bagi Indonesia untuk bersaing di level global.
“Jika infrastrukturnya tidak ada, sulit bagi inovasi untuk berkembang. Ketika 5G benar-benar tersedia luas, akan lahir lebih banyak use case dan teknologi baru,” ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa 5G adalah pondasi bagi kolaborasi lintas sektor-universitas, startup, pemerintah, dan industri. “Ketika semua aktor duduk bersama, efeknya bisa berlipat. One plus one can be three.”
Di akhir wawancara, Daniel memberikan pesan spesial bagi generasi muda Indonesia yang ingin berkarier di bidang teknologi dan jaringan masa depan:
“Jangan takut. Rangkullah teknologi baru. Hari ini kita lihat AI yang masih dasar. Besok, mesin berbicara dengan mesin, AI agent dengan AI agent. Itu akan mengubah semuanya. Kita butuh talenta yang berpikiran terbuka untuk menyongsong masa depan itu.”
Jaringan 5G Harus Digenjot
Pesan untuk Talenta Muda Indonesia








