Maxim Soroti Rencana Perubahan Status Mitra Pengemudi & Penurunan Komisi

Posted on

Di tengah isu Peraturan Presiden (Perpres) terkait sektor transportasi online, Maxim menilai sejumlah poin kebijakan berpotensi menimbulkan efek domino yang merugikan berbagai pihak. Rencana perubahan status pengemudi dari mitra menjadi pekerja serta penurunan komisi menjadi 10% dinilai tidak realistis dan dapat mengganggu keseimbangan ekosistem industri.

Salah satu hal yang menjadi perhatian adalah rencana pengalihan status pengemudi dari mitra menjadi pekerja atau buruh. Perubahan status tersebut dinilai dapat mengubah sistem kerja dan ekosistem digital yang telah berjalan selama bertahun-tahun.

Fleksibilitas, yang selama ini menjadi keunggulan utama bagi pengemudi, dikhawatirkan akan hilang. Maxim memperkirakan kebijakan ini berpotensi memangkas sekitar 70-80% mitra aktif yang berarti ratusan ribu pengemudi berisiko kehilangan sumber penghasilan, sehingga meningkatkan angka pengangguran secara signifikan.

Selain itu, kewajiban perusahaan untuk memberikan gaji tetap, jaminan sosial penuh, dan perlindungan ketenagakerjaan formal juga akan mendorong kenaikan biaya operasional. Kondisi ini berpotensi mengganggu keberlanjutan platform, terutama bagi perusahaan teknologi yang masih berfokus pada pengembangan sistem dan inovasi layanan.

Kenaikan biaya tersebut dapat berimbas pada penyesuaian tarif dan menurunkan permintaan masyarakat terhadap layanan transportasi online.

Maxim pun menilai model hubungan kerja formal tidak sejalan dengan karakter industri digital yang berbasis kemitraan fleksibel. Oleh karena itu, perusahaan mendorong pemerintah untuk mempertimbangkan pendekatan alternatif yang lebih adaptif, yaitu menjadikan mitra pengemudi sebagai pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Government Relation Specialist Maxim Indonesia, Muhammad Rafi Assagaf, menyatakan bahwa pendekatan ini memungkinkan pengemudi tetap fleksibel namun tetap memiliki perlindungan ekonomi.

“Melalui pendekatan ini, para pengemudi tetap memiliki keleluasaan dalam menentukan waktu, lokasi, dan frekuensi kerja sesuai kebutuhan pribadi tanpa kehilangan akses terhadap berbagai bentuk perlindungan dan dukungan ekonomi. Sebagai pelaku UMKM, mitra pengemudi berpeluang memperoleh akses ke program pemerintah seperti subsidi bahan bakar, pelatihan kewirausahaan, Kredit Usaha Rakyat (KUR), pendampingan bisnis mikro, hingga pelatihan digital,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (13/11/2025).

Ia menambahkan, skema tersebut juga dapat menumbuhkan semangat wirausaha di kalangan mitra.

“Pendekatan ini juga dapat menumbuhkan kemandirian dan pola pikir wirausaha, sekaligus menjaga keselarasan dengan model ekonomi digital yang tengah tumbuh pesat di Indonesia,” sambungnya.

Lebih lanjut, Maxim menilai penguatan posisi mitra sebagai pelaku UMKM akan membuka peluang sinergi dengan berbagai program pemerintah lintas sektor. Data pengemudi dapat diintegrasikan ke basis data nasional UMKM agar mereka bisa memperoleh akses terhadap bantuan sosial, pembiayaan produktif, hingga insentif peningkatan kapasitas usaha.

Terkait skema potongan komisi, Maxim menilai wacana batas maksimal sebesar 10% perlu dikaji ulang secara objektif berdasarkan data industri yang komprehensif. Jumlah tersebut dinilai tidak realistis karena kondisi operasional dan model bisnis setiap platform berbeda.

Menurut Maxim, regulasi dengan pendekatan ‘Satu Ukuran untuk Semua’ (One-Size-Fits-All) tidak mencerminkan realitas industri dan bisa mengganggu daya saing bagi platform yang selama ini beroperasi secara efisien.

Berdasarkan hal tersebut, Maxim mendorong agar penentuan batas komisi dilakukan secara proporsional dan transparan. Skema potongan komisi 15% ditambah 5% yang saat ini diterapkan dianggap masih relevan dan realistis karena menjaga keseimbangan antara kebutuhan operasional perusahaan dan kelayakan pendapatan mitra pengemudi.

Selain itu, Maxim juga menegaskan komitmennya dalam mendukung program jaminan sosial nasional. Rafi menjelaskan bahwa pihaknya telah menjalin kerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan untuk mempermudah akses layanan bagi para pengemudi.

“Sebagai wujud nyata, Maxim telah menandatangani nota kesepahaman dengan BPJS Ketenagakerjaan untuk pemberian akses yang mudah agar mitra pengemudi dapat menjangkau layanan ini secara sukarela,” ucapnya.

Kerja sama tersebut diharapkan dapat mendorong lebih banyak mitra berpartisipasi dalam program jaminan sosial yang diusung pemerintah. Selain dengan BPJS Ketenagakerjaan, Maxim juga berkolaborasi dengan Yayasan Pengemudi Selamat Sejahtera Indonesia (YPSSI) untuk memastikan perlindungan bagi pengemudi dan penumpang selama perjalanan.

Ke depan, Maxim mendorong kebijakan yang berbasis kolaborasi, fleksibilitas, dan keberlanjutan, sebab perusahaan percaya bahwa kesejahteraan pengemudi dapat meningkat tanpa mengorbankan kemandirian, daya saing, serta keseimbangan ekosistem transportasi online yang telah menjadi bagian penting dari ekonomi digital Indonesia.