Pemerintah tengah mempertimbangkan pembatasan sejumlah game online setelah dugaan pengaruh permainan tersebut dalam insiden ledakan di SMAN 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara. Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menegaskan pihaknya akan melakukan kajian menyeluruh sebelum mengambil langkah tegas.
“Pemerintah tentu memahami industri games menjadi industri penting dan strategis dalam mendongkrak ekonomi, sehingga akan seksama melihat satu kasus game dengan lainnya,” ujar Meutya kepada infoINET, Senin (10/11/2025).
Menurut Meutya, kajian awal tim Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) terhadap game PlayerUnknown’s Battlegrounds (PUBG) menemukan beberapa unsur yang dinilai sensitif dan perlu diklasifikasikan secara ketat.
“Jika ditanya khusus untuk PUBG, kajian awal tim Komdigi menemukan unsur kekerasan dan penampakan senjata yang realistis, penggunaan bahasa, unsur kriminal, serta adegan-adegan horor seperti darah dan ancaman,” jelasnya.
“Dengan begitu, game tersebut cenderung masuk dalam kategori usia 18+,” tambah Meutya.
Namun sampai saat ini Komdigi belum memberikan pernyataan tegas terkait pemblokiran game online seperti PUBG dan sejenisnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto juga menyoroti dampak negatif game online terhadap anak-anak dan pelajar. Dalam rapat terbatas di kediamannya di Kertanegara, Jakarta Selatan, Presiden meminta jajarannya untuk mencari solusi agar pengaruh buruk game online dapat diminimalkan.
“Beliau (Presiden Prabowo) menyampaikan bahwa kita harus berpikir untuk membatasi dan mencari jalan keluar terhadap pengaruh dari game online,” kata Mensesneg Prasetyo Hadi usai rapat tersebut.
Prasetyo menyebut, game bergenre perang dan menembak seperti PUBG berpotensi menormalisasi kekerasan di kalangan remaja.
“Secara psikologis, pemain bisa terbiasa melakukan kekerasan dan menganggapnya hal yang biasa,” kata Pras.
“Misalnya contoh, PUBG. Itu kan di situ, kita mungkin berpikirnya ada pembatasan-pembatasan ya, di situ kan jenis-jenis senjata, juga mudah sekali untuk dipelajari, lebih berbahaya lagi,” jelasnya.







