Aplikasi kencan Tinder tengah berjuang menghadapi penurunan jumlah pelanggan berbayar. Untuk mengembalikan popularitasnya, perusahaan induk Match Group mulai mengandalkan teknologi kecerdasan buatan (AI) dengan menghadirkan sejumlah fitur baru yang digadang-gadang bakal menjadi tulang punggung layanan di masa depan.
Dalam laporan terbarunya kepada investor, Match Group mengumumkan fitur AI bernama “Chemistry”, yang saat ini sedang diuji coba di Selandia Baru dan Australia. CEO Match Group, Spencer Rascoff, mengatakan fitur ini akan menjadi salah satu pilar utama pengalaman pengguna Tinder pada tahun 2026.
Chemistry dirancang untuk “menghidupkan kembali” pengalaman kencan daring dengan memahami kepribadian pengguna secara lebih mendalam. Fitur ini dapat mengakses foto di galeri ponsel (Camera Roll) untuk menganalisis informasi tentang pemiliknya–mulai dari gaya hidup, minat, hingga aktivitas favorit.
Tinder juga akan menampilkan serangkaian pertanyaan interaktif agar AI-nya dapat mengenali pengguna dengan lebih personal dan menciptakan kecocokan yang lebih bermakna, demikian dikutip infoINET dari Techspot, Jumat (7/11/2025).
Meski begitu, pengguna tetap harus memberikan izin sebelum Chemistry bisa mengakses galeri foto mereka. Tinder menegaskan langkah ini dilakukan demi menjaga privasi dan agar fitur AI tidak terasa terlalu invasif.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
Selain Chemistry, Tinder juga memperluas pemanfaatan AI generatif di berbagai aspek aplikasinya. Salah satunya adalah model bahasa besar (LLM) yang bisa memperingatkan pengguna saat hendak mengirim pesan berpotensi ofensif ke pasangan kencan mereka.
Tak hanya AI, Tinder juga menyiapkan pembaruan tradisional seperti mode kencan baru, fitur pengenalan wajah, serta desain ulang profil untuk meningkatkan keterlibatan dan jumlah pelanggan.
Menurut laporan keuangan kuartal ketiga, Tinder mencatat penurunan pendapatan tiga persen secara tahunan serta turunnya tujuh persen pengguna berbayar. Meski begitu, pendapatan Match Group secara keseluruhan masih tumbuh dua persen menjadi USD 914,2 juta, dengan alokasi USD 14 juta untuk menguji fitur AI baru di kuartal berikutnya.
Langkah Tinder ini mengikuti tren serupa dari Meta, yang juga tengah mengembangkan teknologi AI untuk layanan Facebook Dating. Namun para analis menilai, meski AI bisa membawa inovasi baru, tantangan terbesar Tinder justru ada pada perubahan kebiasaan sosial dan ekonomi pengguna, yang kini makin selektif dan menahan diri untuk berlangganan aplikasi kencan berbayar.







