Di tengah rata-rata kecepatan internet tetap (fixed broadband) Indonesia yang masih di kisaran 39,88 Mbps, provider Remala Abadi membawa kabar segar. Perusahaan jaringan internet ini mengumumkan tengah menyiapkan infrastruktur berkecepatan 10 Gbps.
Sebagai informasi, sejauh ini belum ada penyedia layanan internet yang mampu menghadirkan koneksi internet cepat 10 Gbps di Indonesia masih tergolong langka. Beberapa penyedia internet baru menawarkan paket hingga 1-2 Gbps untuk segmen premium, sedangkan layanan di atas 5 Gbps umumnya masih tahap uji coba atau proyek korporasi terbatas.
“Kami akan coba masuk dalam satu smart infrastructure yang dipersiapkan untuk 10G. 10G bukan 5G generation, tapi 10 Gbps, kecepatan yang saat ini paling tinggi di dunia,” ujar Direktur Remala Abadi, Richard Kartawijaya, dikutip dari pernyataan tertulisnya, Selasa (4/11/2025).
Menurut Richard, uji coba jaringan ini bahkan sempat mencatat hasil download 25 Gbps dan upload 11,6 Gbps – jauh di atas rata-rata nasional.
“Kami berharap teknologi ini memberikan reliability, security, dan confidence level yang berbeda,” katanya.
Remala menilai, kecepatan ekstrem seperti ini bisa mendorong transformasi di berbagai sektor, mulai dari telemedicine, smart city, hingga layanan korporasi dan pemerintahan.
“Dengan 10G, konsultasi medis yang dulu butuh 30 menit bisa selesai dalam hitungan info,” kata Richard.
Berdasarkan pengujian sinyal 10 Gbps Remala Abadi ini mampu menghasilkan rata-rata kecepatan unduh sebesar 25 Gbps dan unggah 11,6 Gbps.
Presiden Prabowo Subianto melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menargetkan 38 kota dan kabupaten di Indonesia akan memiliki koneksi internet berkecepatan minimal 1 Gbps pada 2029.
Program ini menjadi bagian dari rencana besar pemerataan infrastruktur digital dan penguatan ekonomi nasional.
Tahap awal akan dimulai pada 2026 di beberapa kota uji coba, lalu diperluas secara bertahap hingga seluruh 38 wilayah pada 2029. Teknologi yang akan digunakan meliputi fiber optik, fixed wireless access (FWA), serta satelit untuk daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal).
Di sisi bisnis, kinerja perusahaan Remala Abadi pada kuartal III (2025) juga terbilang kuat di tengah kompetisi industri telekomunikasi yang ketat dengan mencatat pendapatan Rp 314,4 miliar, tumbuh 26% YoY, serta EBITDA dinormalisasi Rp 144 miliar dengan margin 46%. Laba bersih dinormalisasi mencapai Rp 65 miliar.
Menurut Adrian Renaldy, Direktur Remala Abadi , kebutuhan masyarakat terhadap layanan fixed broadband terus meningkat, membuka ruang ekspansi agresif di wilayah Jawa dan Bali. Remala juga disebut sedang membeli beberapa jalur backbone dan mengajukan izin Network Access Provider (NAP) untuk memperkuat ekspansi ke depan.
“Meski agresif, kami tetap menjalankan asas kehati-hatian dalam penggelaran FTTH maupun akuisisi backbone,” jelasnya.
Selain ritel, Remala juga memperluas segmen business-to-business (B2B), pemerintahan, dan wholesale yang disebut memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan. “Diversifikasi segmen pasar inilah yang membuat kinerja keuangan Remala cukup solid,” pungkas Adrian.
