Adopsi 5G di Indonesia Tertinggal, Operator Seluler Ungkap Penyebabnya

Posted on

Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria mengungkapkan cakupan jaringan 5G di Indonesia tertinggal dibandingkan negara tetangga. Operator seluler pun mengungkapkan persoalan yang membuat sinyal internet cepat itu tidak berkembang.

Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menyebutkan bahwa frekuensi yang digunakan operator seluler saat ini bukan spektrum 5G.

“Spektrum yang dipakai sekarang itu bukan real 5G, karena yang digunakan itu ada di frekuensi 1,8 GHz, 2,1 GHz, dan 2,3 GHz. Kalau ngomongin spektrum 5G itu bisa dirilis 2,6 GHz, 3,5 GHz, dan 700 MHz,” ujar Direktur Eksekutif ATSI Marwan O Baasir saat dihubungi infoINET, Kamis (30/10/2025).

Frekuensi yang dipakai operator seluler pada saat ini juga masih berbagai jaringan dengan teknologi lainnya, seperti 2G maupun 4G. Sementara itu, untuk mendapatkan koneksi 5G yang optimal dibutuhkan lebar pita 100 MHz yang di mana saat ini tidak ada operator yang menggunakan sebesar itu.

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) sebelumnya telah melakukan konsultasi publik terkait penggunaan pita frekuensi 700 MHz, 2,6 GHz, dan 26 GHz. Akan tetapi belum diketahui jadwal spektrum tersebut akan dilelang.

Di sisi lain, Komdigi baru saja merampungkan lelang frekuensi 1,4 GHz yang diperuntukan layanan jaringan akses nirkabel pita lebar (fixed broadband). Sebagai informasi, lelang frekuensi 1,4 GHz dimenangkan oleh Surge melalui anak perusahaan Telemedia Komunikasi Pratama di Regional 1 dan Eka Mas Republik yang dikenal dengan merek MyRepublic untuk Regional 2 dan 3.

“Kalau kita melihat dari sejarahnya, operator menghadirkan 4G LTE itu tahun 2014 dan berkembang pesat hingga 2018 karena saat itu ada kebutuhan. Begitu spektrum 5G dirilis, insya Allah adopsi 5G lebih cepat, dengan catatan perangkat dan harga layanan terjangkau,” tutur Marwan.

Ia menceritakan saat peralihan dari 3G ke 4G ketika itu, harga HP dibuat terjangkau. Kondisi tersebut yang diharapkan ATSI dapat terjadi juga pada ponsel 5G.

“Kalau saya melihat nggak ada alasan untuk tidak adopsi 5G. Kebutuhan pengalaman pengguna sangat tinggi karena masyarakat juga membutuhkan koneksi internet cepat, tapi kembali ke ekositem sudah terbentuk atau tidak, dari aplikasi, device, use case juga perlu kita pikirkan,” ungkap Marwan.

Diberitakan sebelumnya, Wamenkomdigi Nezar Patria menyinggung adopsi 5G di Indonesia tertinggal jauh dibandingkan negara tetangga, seperti Malaysia.

Nezar mencontohkan, Malaysia telah mencapai sekitar 80% cakupan 5G, sementara Indonesia baru menyentuh kurang dari 10% sejak pertama kali diperkenalkan pertengahan 2021. Kondisi ini, kata dia, menunjukkan masih banyak pekerjaan rumah dalam memperluas infrastruktur jaringan berkecepatan tinggi di Tanah Air.

“Pemerintah menargetkan setidaknya 30% wilayah Indonesia sudah terjangkau jaringan 5G pada tahun 2030. Ini tentu saja membutuhkan kolaborasi yang cukup kuat dari semua stakeholder di industri tersebut,” ujar Nezar di kantor Indosat Ooredoo Hutchison (IOH), Jakarta, Senin (27/10).