Telkom bersama anak usahanya, Telkom Infrastruktur Indonesia (TIF) telah menandatangani Kesepakatan Pemisahan Bersyarat atau Conditional Spin-off Agreement (CSA). Pemisahan ini disebut sebagai proses pemisahan sebagian Bisnis dan Aset Wholesale Fiber Connectivity dari Telkom kepada TIF.
Direktur Utama Telkom Dian Siswarini menegaskan bahwa langkah ini merupakan strategi untuk menjawab kebutuhan konektivitas berkapasitas tinggi di tengah pesatnya transformasi digital.
“Keberadaan TIF tidak hanya memperkuat posisi TelkomGroup sebagai penyedia infrastruktur digital utama di Indonesia, namun sekaligus memungkinkan kami menghadirkan layanan generasi terbaru yang lebih kompetitif serta memberikan pengalaman yang lebih baik kepada pelanggan,” jelas Dian dikutip dari pernyataan tertulis, Selasa (21/10/2025).
Hal ini menjadi bagian dari transformasi korporasi untuk memperkuat fondasi bisnis infrastruktur digital. Tujuannya, menciptakan nilai tambah bagi pemangku kepentingan dengan mengoptimalkan aset, meningkatkan efisiensi biaya, serta membuka peluang monetisasi dan kemitraan strategis baru.
Meski Telkom masih memegang lebih dari 99,9% saham TIF, perusahaan menegaskan bahwa entitas baru ini akan beroperasi secara netral dalam melayani pelanggan eksternal maupun internal di TelkomGroup. TIF akan mengelola lebih dari 50% total aset jaringan fiber Telkom, mencakup segmen akses, aggregation, backbone, serta infrastruktur pendukung lainnya.
Telkom menyebut strategi pemisahan bisnis infrastruktur ini sejalan dengan praktik global. Sejumlah operator besar seperti Telstra (Australia), Telecom Italia (TIM), Telefonica, O2, hingga CETIN (Republik Ceko), telah sukses meningkatkan efisiensi dan valuasi bisnis lewat pembentukan entitas pengelola infrastruktur yang terpisah.
“Langkah strategis yang sejalan dengan tren global ini diharapkan dapat memungkinkan TIF untuk menghadirkan struktur bisnis yang lebih fokus, transparan, dan kompetitif, yang pada gilirannya akan memperkuat daya saing bisnis di pasar global serta menciptakan nilai tambah bagi para pemangku kepentingan,” tambah Dian.
Dalam menjalankan bisnisnya, TIF akan membawa jenama baru “InfraNexia”, singkatan dari infrastructure connection of Indonesia. Nama ini menggambarkan ambisi perusahaan menjadi motor penggerak optimalisasi pemanfaatan jaringan fiber nasional.
Direktur Utama PT Telkom Infrastruktur Indonesia I Ketut Budi Utama menyebut, pemisahan ini menjadi momentum penting untuk membuat operasional lebih fokus dan efisien.
“Pemisahan ini menjadi momentum bagi TIF untuk beroperasi secara lebih fokus dan efisien dalam mengelola infrastruktur jaringan. Kami berkomitmen untuk memperluas cakupan infrastruktur dan mendorong inovasi berkelanjutan sehingga dapat menghadirkan layanan wholesale connectivity yang andal, transparan, dan kompetitif, sekaligus membuka ruang kolaborasi yang lebih luas bagi pelaku industri telekomunikasi,” ujar Ketut.
Produk layanan InfraNexia mencakup Metro-E, SL-WDM, Global Link, IP Transit, Passive Access, VULA, dan Bitstream, serta pengembangan white label FTTX untuk pelanggan wholesale.
“Kami ingin memastikan bahwa kehadiran TIF mampu memberikan nilai tambah yang nyata, tidak hanya bagi pelanggan wholesale, tetapi juga bagi ekosistem digital nasional secara keseluruhan,” tutup Ketut.
Usai penandatanganan CSA, TelkomGroup akan segera memulai rangkaian proses pemisahan bisnis dan aset fiber secara transparan sesuai peraturan OJK. Untuk mendukung transaksi ini, Telkom menggandeng BNI Sekuritas sebagai penasihat keuangan dan Ali Budiardjo, Nugroho, Reksodiputro (ABNR) sebagai penasihat hukum.