Dunia teknologi sedang dihadapkan pada krisis besar dalam industri semikonduktor, terutama di sektor memori seperti DRAM, NAND Flash, dan High Bandwidth Memory (HBM). Lonjakan permintaan yang dipicu oleh ledakan kecerdasan buatan (AI) membuat pasokan chip global menipis, mendorong kenaikan harga yang mulai dirasakan konsumen hingga akhir 2025.
Fenomena ini dikenal sebagai “AI Supercycle”, di mana raksasa teknologi seperti Google, Meta, Amazon, dan Microsoft menyerap hingga 40% produksi DRAM global untuk pusat data (data center) mereka. Model AI generatif seperti GPT dan Gemini membutuhkan kapasitas memori yang sangat besar-mencapai terabyte hanya untuk melatih satu model. Akibatnya, produsen chip lebih fokus pada produksi HBM untuk GPU AI daripada memori untuk perangkat konsumen.
Dampaknya, pasokan chip untuk PC, laptop, hingga perangkat pintar rumah tangga menjadi terbatas. Beberapa analis memperingatkan krisis ini dapat berlangsung hingga 2026 atau bahkan satu dekade mendatang.
Beberapa tahun lalu, pasar chip memori masih tenggelam dalam kelebihan pasokan. Pabrikan besar seperti Samsung, SK hynix, dan Micron sempat memangkas harga besar-besaran untuk mengosongkan gudang. Namun, sejak pertengahan 2024, tren berbalik drastis. Produsen mulai mengurangi kapasitas produksi karena tekanan margin, sementara permintaan dari sektor AI meningkat luar biasa cepat.
Menurut laporan Tom’s Hardware, harga chip NAND Flash dan DRAM sudah melonjak lebih dari 100% hanya dalam waktu enam bulan terakhir. Sementara pantauan TrendForce, harga DRAM naik 8-18% pada kuartal keempat 2025, sementara NAND Flash meningkat 5-10%.
Samsung, SK Hynix, dan Micron memanfaatkan momen ini untuk memperkuat margin keuntungan mereka. Bahkan, Raspberry Pi mengumumkan kenaikan harga modul hingga USD 10 karena lonjakan biaya memori sebesar 120% dalam setahun terakhir.
Kenaikan harga tersebut kini merambat ke pasar ritel. Pengguna PC, laptop gaming, hingga workstation profesional mulai merasakan lonjakan harga RAM dan SSD. Di e-commerce, modul RAM DDR5 yang dulu di kisaran Rp 800 ribuan kini menembus Rp 1,2 juta, sementara SSD 1TB naik hampir 25% dibanding awal tahun.
Tak hanya sektor komputer, industri otomotif juga terkena imbas serius. Mobil listrik modern kini menggunakan chip memori untuk sistem infotainment, navigasi, dan sensor otonom. Namun, dengan sebagian besar produksi dialihkan untuk GPU AI, pabrikan otomotif menghadapi kekurangan komponen yang menghambat produksi kendaraan.
Perusahaan penyedia solusi Internet of Things (IoT) juga ikut waswas. Pasokan chip yang terbatas membuat banyak startup harus menunda peluncuran produk baru atau menaikkan harga jual untuk menyesuaikan biaya produksi.
Krisis ini tak akan mudah terselesaikan. Membangun pabrik semikonduktor (fab) baru membutuhkan waktu 2-3 tahun dan investasi miliaran dolar. Selain itu, ketegangan geopolitik antara Amerika Serikat dan China memperburuk situasi, dengan tarif impor dan pembatasan ekspor chip canggih yang menekan rantai pasok global.
Data terbaru menunjukkan, stok global DRAM pada kuartal ketiga 2025 hanya cukup untuk 3,3 minggu produksi, level terendah sejak 2018. Kondisi ini menunjukkan ketidakseimbangan parah antara permintaan dan pasokan.
Di sisi lain, produsen chip memori justru mengalihkan sebagian besar investasinya ke teknologi High Bandwidth Memory (HBM), yaitu jenis memori berkecepatan tinggi yang menjadi otak di balik GPU AI seperti NVIDIA H200 atau AMD Instinct MI325X.
Masalahnya, fokus ke HBM membuat kapasitas produksi DRAM dan NAND konvensional semakin terbatas. Sebagian besar pabrik tidak bisa langsung menambah lini produksi baru karena investasi miliaran dolar dan waktu pembangunan yang bisa memakan dua hingga tiga tahun. Akibatnya, pasokan chip memori umum seperti DDR5 dan NAND TLC mulai tersendat di pasar global.
Krisis ini mulai dirasakan hingga ke level konsumen. Bagi pengguna rumahan, efeknya mungkin terasa saat ingin upgrade PC atau membeli laptop baru.
amun bagi industri data center dan perusahaan AI, dampaknya jauh lebih besar: biaya infrastruktur melonjak, waktu tunggu komponen memanjang, dan margin operasional semakin tertekan. Kekurangan chip memori dan penyimpanan tak hanya berdampak pada hardware, tapi juga ke layanan berbasis cloud.
Penyedia seperti AWS, Azure, dan Google Cloud mulai memperkirakan biaya penyimpanan akan meningkat seiring naiknya harga SSD enterprise. Di sisi konsumen, kenaikan ini bisa berimbas pada tarif layanan cloud, penyimpanan data, dan bahkan harga langganan AI generatif.