Pemerintah sedang merampungkan Buku Putih Kecerdasan Artifisial (AI) yang akan menjadi dasar penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) tentang AI. Pakar AI yang ikut terlibat penyusunan regulasi tersebut pun mengungkapkan bocoran isinya.
Diketahui, aturan AI ini disusun bersama Kominfo Digital (Komdigi) dan para pakar, salah satunya Esther Irawati, pakar AI yang terlibat langsung dalam penyusunan roadmap nasional. Menurutnya aturan AI yang akan hadir nantinya menekankan integrasi teknologi di berbagai sektor, disertai prinsip responsible AI untuk mencegah penyalahgunaan.
“Indonesia sudah membangun roadmap yang bagus. Kita sudah rancang dalam Buku Putih bagaimana AI diintegrasikan di berbagai sektor, dan juga bagaimana penggunaannya harus diatur supaya tidak disalahgunakan,” ujarnya di Jakarta, Rabu (24/9/2025).
Dalam aturan AI, Esther mengungkapkan tiga pokok utama. Pertama, Fairness, model AI tidak boleh bias atau hanya menguntungkan sebagian pihak. Kedua, Inclusivity di mana AI harus bisa dijalankan tidak hanya di Jakarta, tapi juga di daerah dengan sumber daya terbatas. Ketiga, Kredibilitas, penggunaan AI harus transparan, misalnya dalam riset, penulis wajib menyebutkan pemanfaatan AI sebagai alat bantu.
“Yang paling berbahaya itu mengakui sesuatu yang bukan hasil pemikiran kita, tapi diakui sebagai karya kita. Harus ada edukasi untuk jujur kalau memang pakai AI,” tegasnya.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
Esther menambahkan, ada beberapa sektor yang sangat sulit digantikan AI, seperti kedokteran, hospitality, hingga kuliner.
“Administrasi bisa dibantu AI, tapi komunikasi antar manusia, empati, dan interaksi sosial tetap tidak bisa digantikan,” ungkapnya.
Penyusunan Buku Putih AI ini telah berlangsung 6-8 bulan, termasuk publikasi untuk menjaring masukan masyarakat. Saat ini dokumen tengah difinalisasi sebelum nantinya dijadikan dasar penerbitan Perpres tentang AI.
“Harapannya Perpres ini bisa disosialisasikan ke semua pihak, sehingga semua bisa mendapatkan resource dan kesempatan yang sama untuk mengaplikasikan AI,” kata Esther.
Salah satu isu yang juga menjadi perhatian adalah potensi penyalahgunaan AI untuk menyebarkan fake news. Esther menyebut, kasus hoaks saat demonstrasi menjadi contoh nyata yang perlu diantisipasi. Namun, urusan sanksi hukum terhadap penyalahgunaan AI akan menjadi ranah tim legal pemerintah