Regulasi dan Kebijakan Afirmatif Kunci Daya Saing Satelit Indonesia

Posted on

Industri satelit Indonesia dinilai memiliki potensi besar untuk memperkuat kemandirian digital dan memperluas konektivitas nasional. Namun, menurut Rudiantara, mantan Menteri Komunikasi dan Informatika sekaligus Ketua Dewan Pembina Asosiasi Antariksa Indonesia (ARIKSA), keberhasilan sektor ini sangat bergantung pada regulasi yang tepat serta kebijakan afirmatif pemerintah bagi pemain lokal.

Salah satu isu utama yang disoroti Rudiantara adalah pengajuan slot orbit. Slot orbit merupakan posisi di antariksa yang digunakan untuk menempatkan satelit komunikasi.

“Pasti kan nanti kita Indonesia butuh lagi,” ujarnya, menegaskan pentingnya pemerintah mengamankan slot orbit baru untuk memenuhi kebutuhan satelit di masa depan.

Proses pengajuan slot orbit tidak sederhana. Indonesia harus bernegosiasi melalui International Telecommunication Union (ITU) untuk mendapatkan posisi yang sesuai. Regulasi yang berpihak akan memastikan slot orbit yang sudah di-file diarahkan ke operator lokal seperti PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN), bukan pihak asing.

Selain itu, siklus hidup satelit yang hanya sekitar 15 tahun menuntut perencanaan panjang dan dukungan regulasi yang fleksibel agar operator dapat mengikuti perkembangan teknologi global, mulai dari penggunaan satelit berbahan bakar konvensional hingga satelit High Throughput Satellite (HTS).

Rudiantara mendorong pemerintah untuk menerapkan kebijakan afirmatif yang memprioritaskan perusahaan satelit lokal. Kebijakan ini tidak berarti memberi keistimewaan tanpa batas, melainkan dukungan pada pemain yang terbukti mampu.

“Masa ada pemain Indonesia, orang Indonesia, yang otaknya itu otak Indonesia, merekayasa engineering-nya Indonesia, masa kita nggak dukung?” tegasnya.

Dukungan itu dapat berupa kemudahan perizinan, prioritas penggunaan infrastruktur, hingga membantu ekspansi ke pasar regional dan global. Rudiantara mencontohkan PSN yang sudah mendesain satelit meski manufaktur dan peluncurannya dilakukan mitra asing seperti Boeing dan SpaceX.

Rudiantara menilai kolaborasi pemerintah dan swasta juga penting dalam membangun ekosistem satelit nasional. PSN, misalnya, telah menggandeng lembaga pendidikan untuk melatih tenaga kerja lokal mengoperasikan stasiun bumi. Langkah ini tidak hanya memperkuat kapasitas sumber daya manusia, tetapi juga membuka peluang bagi UMKM untuk terlibat dalam penyediaan perangkat pendukung seperti antena.

Untuk bersaing di tingkat regional, PSN dan pelaku industri satelit lain perlu mengembangkan model bisnis adaptif, misalnya memutuskan fokus pada space segment atau layanan end-to-end yang mencakup ground segment. Kolaborasi lintas negara juga penting, seperti kerja sama PSN dengan Filipina yang akan memanfaatkan Satelit Nusantara Lima untuk kebutuhan pemerintahan.

Rudiantara optimistis dengan dukungan regulasi dan kebijakan afirmatif, industri satelit Indonesia dapat terus tumbuh. “Kalau banyak yang memanfaatkan, cashflow-nya PSN bagus, berarti bangun satelit lagi,” ujarnya.

Industri satelit tidak hanya menjadi tulang punggung konektivitas di negeri kepulauan, tetapi juga peluang strategis untuk memperkuat posisi Indonesia di pasar global. Dengan keberpihakan pemerintah, ekosistem lokal yang kuat, dan inovasi berkelanjutan, sektor ini bisa menjadi pilar kemandirian digital Indonesia.

Kebijakan Afirmatif untuk Pemain Lokal

Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi