Penipuan online semakin marak terjadi di tengah masifnya pemanfaatan sistem digital. Modusnya pun bermacam-macam, sehingga menuntut masyarakat yang menggunakan layanan daring untuk selalu waspada atas tawaran dan undangan yang disebar secara online.
Data Pusiknas Polri yang diakses Jumat (5/9), kejahatan berupa penipuan/perbuatan curang baik online maupun offline dari Januari-September 2025 berjumlah 28.028 kasus. Jenis kejahatan ini termasuk yang tertinggi keempat, setelah penganiayaan, narkotika, dan pencurian dengan pemberatan (curat).
Polri juga mewanti-wanti agar masyarakat selalu waspada dan curiga terhadap tindak kejahatan online dengan modus pengiriman barang seperti paket tertukar.
“Emosi korban yang cemas karena paketnya tertukar atau salah kirim menjadi celah bagi pelaku untuk memanfaatkan situasi itu. Pelaku memberikan ancaman atau iming-iming sehingga korban terlena, lalu tertipu,” tulis Pusiknas Polri dalam website resminya, dikutip Jumat (5/9/2025).
Penipuan dengan modus pengiriman barang tak memandang profil korbannya. Bahkan aktris ternama seperti Asmara Abigail pun menjadi korbannya. Ia menceritakan pernah menjadi korban dari praktik penipuan tersebut belum lama ini.
Saat itu dirinya tengah menjalani rangkaian promo film dan melakoni syuting film lainnya. Kerugian yang dialami dikatakan mencapai puluhan juta.
Saat akan syuting film di Takengon, Aceh Tengah, Provinsi Aceh, ia memerlukan banyak perlengkapan untuk dibawa. Namun, kata dia, saat itu kondisi transportasi menuju tempat syuting tidak memungkinkan untuk membawa banyak barang. Ia pun memutuskan untuk mengirimkan perlengkapan syuting menggunakan jasa pengiriman barang.
Sayangnya, ia malah menjadi korban penipuan berupa phishing melalui pesan teks. Awalnya ia mendapatkan pesan melalui iMessage. Pelaku menyatakan bahwa alamat tujuan tidak terbaca dengan jelas sehingga meminta Asmara untuk mengisi form melalui link yang ditautkan.
Selanjutnya pelaku menerangkan bahwa terdapat biaya tambahan yang harus dibayar. Namun, waktu itu Asmara tidak menyadari bahwa pengirim pesan tersebut adalah penipu sehingga ia mengikuti instruksi yang diberikan pelaku. Kondisi fisik dan mental yang kelelahan di tengah promo film dan syuting diakuinya menjadi penyebab ia tidak menyadari menjadi korban penipuan.
“Biasanya kalau ada yang ngirim link entah itu di SMS, WhatsApp atau ada nomor enggak dikenal telepon atau kita kadang-kadang suka dapat email enggak jelas gitu biasanya enggak pernah aku klik. Tapi ini benar-benar fisik aku mungkin lagi capek banget baru selesai satu film dan ongoing satu film lagi dan lagi mau promosiin Sihir Pelakor. Jadi secara fisik dan mental tuh enggak sharp,” ujar Asmara Abigail dikutip dari tayangan YouTube RJL 5.
Selain kondisi fisik, Asmara juga mengatakan tampilan dari website penipuan menyerupai dari website resmi perusahaan jasa pengiriman. Ia pun sempat mengisi data kartu kredit. Namun, anehnya saat melakukan transfer website tersebut menampilkan transaksi gagal.
Hingga akhirnya transaksi tersebut berhasil, Asmara Abigail masih tidak menyadari kalau mata uang yang tertera dalam nominal rial (SAR). Jika dirupiahkan ia mengatakan kehilangan uang senilai Rp 70 juta. Selain itu ia juga baru menyadari nomor yang digunakan pelaku berasal dari negara lain.
“Aku coba sampai lima kali, ternyata transaksinya sukses semua dan ternyata nominalnya SAR, rial. Dan kalau di total kerugian, nominal finansial yang hilang dari kredit card aku yang ke-charge itu sekitar Rp 70 juta, horor kan? Kehilangan Rp 70 juta itu rasanya antara gemeter, panik, terus juga pengin nangis,” lanjutnya.
Setelah kejadian itu, Asmara pun langsung meminta pihak rumah untuk mendatangi kantor jasa pengiriman barang tersebut untuk melakukan konfirmasi. Ia sendiri juga segera menghubungi pihak jasa pengiriman barang secara langsung.
Usai melakukan pertemuan dengan pihak perusahaan, ia akhirnya menyadari bahwa paket barang yang dikirim ke Takengon tidak terkendala sama sekali.
“Aku dikasih lihat kronologi dari paketnya sampai, itu (dari) CCTV semuanya jelas. Terus dijelasin dari titik satu (ke) titik dua, ke titik tiga sampai paketnya beneran nyampai di Takengon. Karena sebenarnya paketnya lagi jalan. Jadi enggak ada paketnya tuh nyangkut atau alamat tidak terbaca,” paparnya.
Bagian dari Social Engineering
Kasus penipuan yang dialami oleh Asmara Abigail termasuk dalam praktik kejahatan social engineering. Badan intelijen dan keamanan siber Australia, Australian Signal Directorate (ASD) mengungkapkan social engineering atau rekayasa sosial merupakan ancaman signifikan bagi individu dan organisasi yang memungkinkan pelaku jahat menyusupi akun, perangkat, sistem, atau informasi sensitif.
“Pelaku kejahatan sering kali berusaha keras untuk membuat komunikasi mereka tampak sah dan dapat dipercaya, sehingga meningkatkan kemungkinan individu yang menjadi sasaran akan mengikuti instruksi mereka,” tulis ASD dalam website resminya.
Adapun praktik penipuan ini umumnya memiliki tujuan untuk mensabotase, yakni mengganggu atau merusak data untuk menyebabkan kerugian atau ketidaknyamanan. Selain itu untuk pencurian agar memperoleh barang berharga seperti informasi, akses, atau uang.
Penipuan dengan metode social engineering sebagian besar dilakukan dengan cara phishing yakni mengelabui korban seolah-olah dari institusi tertentu, pihak otoritas, atau orang terdekat dengan cara mengirimkan tawaran, undangan, atau instruksi tertentu yang bersifat mendesak.
Berdasarkan distribusinya ada beberapa macam metode phishing seperti di antaranya:
1. Phishing suara (vishing), biasanya dilakukan lewat panggilan telepon. Bisa berupa sistem pesan otomatis yang merekam jawaban Anda, atau orang sungguhan yang berbicara untuk menumbuhkan rasa percaya dan mendesak Anda bertindak.
2. Phishing SMS (smishing) yang muncul dalam bentuk pesan teks atau aplikasi, biasanya berisi tautan atau instruksi untuk menghubungi email atau nomor telepon palsu.
3. Phishing email, yang merupakan metode paling umum. Pelaku mengirim email yang terkesan mendesak agar Anda segera menanggapi. Di dalamnya bisa ada tautan berbahaya, nomor telepon palsu, atau lampiran berisi malware.
4. Phishing di media sosial dilakukan dengan berpura-pura menjadi tim layanan pelanggan resmi. Penyerang mencegat komunikasi Anda dengan sebuah merek, lalu mengarahkan Anda ke pesan pribadi untuk melanjutkan tipuannya.
5. Phishing mesin pencari berusaha menampilkan situs palsu di hasil pencarian teratas. Bisa melalui iklan berbayar atau teknik optimasi agar terlihat meyakinkan.
6. Phishing URL menyebarkan tautan berbahaya yang mengarahkan ke situs palsu. Tautan ini bisa muncul di email, SMS, media sosial, atau iklan online. Biasanya disamarkan dengan teks, tombol hyperlink, pemendek URL, atau ejaan alamat web yang mirip dengan aslinya.
Lakukan 3C untuk Cegah Penipuan
Perusahaan jasa pengiriman, J&T Express baru-baru ini meluncurkan kampanye edukasi digital untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya penipuan online yang memakai modus pengiriman paket.
Asmara Abigail pun digandeng J&T Express untuk menceritakan pengalamannya sebagai korban penipuan serta menyebarkan materi edukasi di ratusan titik layanan, sebagai bentuk upaya melindungi pelanggan dari kejahatan digital.
Ia menyarankan agar masyarakat untuk menerapkan 3C yakni cek, curiga, dan cancel.
“Menurut aku kalau kita lagi enggak fokus, mendingan jangan, apapun itu, yang dikirim ke kita jangan diklik. Jadi kita harus cek dulu semuanya dicek,” ungkap Asmara.
“Habis cek, curiga dulu karena ini benar apa enggak ya. Kayak nomor resinya itu sama enggak sama waktu kita drop barang. Berarti itu kan sudah banyak poin-poin kecurigaan ya. Nah, sebisa mungkin langsung cancel,” jelasnya.
Sementara itu Brand Manager J&T Express, Herline Septia mengungkapkan selama 10 tahun pihaknya tidak hanya berfokus pada penguatan internal perusahaan, tetapi juga menjalankan inisiatif eksternal yang bermanfaat bagi masyarakat.
“Edukasi pencegahan phishing adalah salah satunya, demi menjaga keamanan sekaligus kepercayaan pelanggan. Kami percaya, peran perusahaan logistik bukan sekadar menyediakan layanan, melainkan juga memberi nilai tambah yang berkelanjutan bagi masyarakat,” ujar Herline.
Ia mengatakan maraknya kasus phishing dan penipuan yang mencatut nama J&T Express merugikan pelanggan sekaligus citra perusahaan. Melalui kampanye 3C, J&T mengajak masyarakat untuk:
1. Cek keaslian informasi dan sumber pesan yang diterima.
2. Curiga terhadap permintaan data pribadi, tautan mencurigakan, atau instruksi yang tidak wajar.
3. Cancel atau hentikan interaksi jika menemukan indikasi penipuan, lalu segera laporkan melalui saluran resmi J&T.