Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan eks Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim sebagai tersangka dalam kasus pengadaan Chromebook untuk program Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Penetapan ini sontak menjadi sorotan publik, termasuk menyita perhatian Google Indonesia.
Menanggapi hal tersebut, Google Indonesia memberikan pernyataan resmi. “Kami tidak memberikan komentar atas putusan terbaru Kejaksaan Agung. Google bangga atas komitmen dan kontribusi jangka panjangnya dalam upaya memajukan pendidikan di Indonesia,” kata perwakilan Google saat dihubungi infoINET.
Google menegaskan perannya hanya sebatas penyedia teknologi dan bekerja sama dengan jaringan reseller serta beragam mitra untuk menghadirkan solusi ke pengguna akhir, yaitu para pendidik dan siswa.
“Kegiatan instansi pemerintah untuk pengadaan Chromebook dilakukan secara langsung dengan organisasi-organisasi tersebut, bukan dengan Google,” tambahnya.
Sebelumnya dikabarkan infonews, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo, mengungkapkan Nadiem diduga terlibat dalam pengadaan Chromebook sejak Februari 2020. Saat itu, Nadiem selaku Mendikbudristek mengadakan pertemuan dengan Google Indonesia untuk membahas program Google for Education, termasuk penggunaan Chromebook bagi peserta didik.
“Dalam beberapa kali pertemuan, disepakati bahwa produk Google, yaitu Chrome OS dan Chrome Device Management (CDM), akan digunakan dalam proyek pengadaan alat TIK,” ungkap Nurcahyo dalam jumpa pers di Jakarta Selatan, Kamis (4/9/2025).
Untuk menindaklanjuti kesepakatan itu, pada 6 Mei 2025, Nadiem menggelar rapat virtual tertutup dengan jajarannya, termasuk Dirjen PAUD Dikdasmen, Kepala Badan Litbang Kemendikbudristek, serta staf khusus menteri. Rapat via Zoom tersebut mewajibkan peserta menggunakan headset dan membahas pengadaan Chromebook sesuai perintah Nadiem, meski proyek TIK belum resmi dimulai.
Kejagung juga menyebut bahwa Nadiem sempat menjawab surat tawaran Google untuk pengadaan Chromebook, padahal tawaran serupa sebelumnya ditolak oleh Menteri Pendidikan sebelumnya. Penolakan itu berdasar pada uji coba Chromebook tahun 2019 yang dinilai gagal karena tidak dapat digunakan di sekolah-sekolah di daerah terluar, tertinggal, dan terdalam (3T).
Kasus ini kini menjadi perhatian publik. Google menegaskan bahwa pihaknya hanya berperan sebagai penyedia teknologi dan tidak terlibat langsung dalam proses pengadaan yang dilakukan instansi pemerintah.