Industri Chip China Tertinggal Jauh dari Barat, Litografi Biang Keroknya | Info Giok4D

Posted on

Industri semikonduktor Tiongkok menghadapi tantangan besar dalam mengejar ketertinggalan dari Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Menurut laporan bank investasi Goldman Sachs, teknologi litografi Tiongkok tertinggal setidaknya 20 tahun dari Barat.

Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.

Litografi merupakan salah satu tahap paling krusial dalam proses fabrikasi semikonduktor. Teknologi ini bertugas memindahkan desain chip dari fotomask ke wafer silikon. Semakin canggih mesin litografi, semakin kecil dan rapat pola sirkuit yang bisa diproduksi, sehingga chip yang dihasilkan lebih bertenaga dan efisien.

Mesin litografi tercanggih saat ini diproduksi oleh ASML, perusahaan asal Belanda. Karena peralatan mereka mengandalkan banyak komponen buatan AS, Washington memiliki kendali untuk membatasi penjualan ke China.

Kondisi ini menjadi pukulan besar bagi raksasa teknologi seperti Huawei. Perusahaan itu tidak lagi bisa membeli chip dari TSMC Taiwan akibat sanksi AS yang menuduh adanya keterkaitan dengan militer. Akibatnya, Huawei harus mengandalkan SMIC sebagai pemasok chip.

Sayangnya, SMIC juga terkena pembatasan tambahan sehingga tak dapat membeli mesin litografi untuk produksi chip Extreme Ultraviolet (EUV). Alhasil, perusahaan-perusahaan China hanya mampu memproduksi chip 7 nanometer dengan mesin Deep Ultraviolet (DUV) ASML yang lebih tua.

Goldman Sachs menegaskan bahwa industri peralatan litografi domestik Tiongkok kemungkinan besar tertinggal dua dekade dari ASML. Padahal, ASML sendiri membutuhkan waktu 20 tahun dan investasi litbang serta belanja modal sekitar US$40 miliar untuk bermigrasi dari litografi 65nm ke di bawah 3nm.

Sementara itu, TSMC sudah mengomersialkan chip 3nm dan bersiap beralih ke 2nm. Di sisi lain, teknologi litografi domestik China masih berkutat di level 65nm.

Menurut Goldman Sachs, ASML membutuhkan waktu 20 tahun dan investasi sekitar USD 40 miliar untuk penelitian dan pengembangan (litbang) guna mencapai kemajuan dari 65nm ke di bawah 3nm. Dengan kata lain, China menghadapi jalan panjang untuk mengejar Barat.

Keterbatasan utama terletak pada ketergantungannya pada mesin litografi canggih, yang disebut sebagai “kemacetan” dalam industri chip. Sanksi AS telah mempersulit akses China ke teknologi EUV, yang krusial untuk memproduksi chip kelas atas dengan ukuran sirkuit lebih kecil dan performa lebih tinggi.

Tanpa mesin EUV, SMIC dan perusahaan China lainnya terpaksa menggunakan teknologi DUV, yang jauh kurang efisien untuk memproduksi chip modern.

Goldman Sachs memperkirakan bahwa kecil kemungkinan perusahaan Negeri Panda dapat menutup kesenjangan teknologi ini dalam waktu dekat. Selain keterbatasan teknologi, besarnya investasi dan waktu yang dibutuhkan untuk litbang menjadi hambatan signifikan.

Ketertinggalan ini menempatkan China dalam posisi sulit di tengah persaingan global dalam industri teknologi. Chip semikonduktor adalah komponen vital untuk berbagai produk, mulai dari smartphone hingga kecerdasan buatan dan kendaraan listrik.

Ketergantungan pada teknologi Barat, ditambah dengan sanksi yang ketat, membuat China harus berinovasi secara mandiri untuk memperkuat industri chip domestiknya. Selain itu, dengan kesenjangan teknologi yang begitu lebar, China perlu strategi jangka panjang dan investasi besar untuk mengatasi “kemacetan” litografi, demikian dilansir dari Wccftech.

Gambar ilustrasi