Film Sore Benar, Kutub Utara Memang Tak Punya Zona Waktu

Posted on

Dalam film Sore, wilayah Arktik digambarkan tidak memiliki zona waktu. Sekilas terlihat seperti bumbu dramatis, ternyata ini bukan sekadar fiksi.

Fenomena tersebut benar adanya dan memiliki dasar ilmiah yang kuat. Lantas, mengapa Kutub Utara dan Selatan tidak memiliki zona waktu seperti wilayah lain di Bumi?

Dikutip dari laman Timeanddate, zona waktu di Bumi biasanya ditentukan berdasarkan garis bujur. Bumi dibagi menjadi 24 zona waktu, masing-masing mencakup 15 derajat bujur. Sistem ini berpusat di Greenwich, Inggris, sebagai patokan zona waktu 0 derajat (GMT/UTC+0).

Namun, di kutub, sistem ini jadi tidak relevan. Semua garis bujur bertemu di satu titik-baik di Kutub Utara maupun Selatan. Artinya, jika seseorang bisa berdiri di tempat di mana semua zona waktu dunia “bertabrakan”.

Karena itu, tidak ada satu pun zona waktu geografis yang bisa secara sah ditetapkan di wilayah kutub.

Faktor lain yang memperumit zona waktu di Arktik dan Antartika adalah siklus hari dan malam yang tidak biasa. Laman National Oceanic and Atmospheric Administration menjelaskan kedua kutub, fenomena seperti polar day (matahari bersinar selama 24 jam selama beberapa bulan) dan polar night (gelap total selama beberapa bulan) terjadi karena kemiringan sumbu bumi.

Di Kutub Utara, misalnya, matahari tidak terbenam selama sekitar enam bulan (Maret hingga September), sementara di Antartika, hal serupa terjadi antara September hingga Maret. Karena tidak ada siklus siang-malam konvensional seperti di wilayah lain, konsep waktu harian menjadi kurang relevan.

Penduduk atau peneliti di stasiun penelitian kutub sering kali menggunakan zona waktu negara asal mereka atau zona waktu Greenwich (UTC) untuk kepraktisan, bukan karena keharusan geografis.

Di Antartika, misalnya, tidak ada zona waktu resmi. Stasiun penelitian seperti McMurdo (milik Amerika Serikat) menggunakan zona waktu Selandia Baru (UTC+12) karena logistik pasokan datang dari sana. Sementara itu, stasiun lain seperti Amundsen-Scott di Kutub Selatan sering menggunakan UTC untuk menyederhanakan koordinasi internasional.

Di Arktik, kapal atau pangkalan penelitian juga memilih zona waktu berdasarkan negara asal atau kebutuhan operasional.

Menurut teori relativitas khusus Albert Einstein, waktu dapat dipengaruhi oleh kecepatan dan gravitasi. Untuk melakukan time travel ke masa depan, seseorang perlu bergerak mendekati kecepatan cahaya atau berada di medan gravitasi yang sangat kuat, seperti di dekat lubang hitam.

Di kutub, tidak ada kondisi fisik yang memenuhi syarat ini. Tidak adanya zona waktu hanyalah konsekuensi geografis dari konvergensi garis bujur, bukan anomali fisika yang memungkinkan perjalanan waktu.

Meski time travel secara fisik tidak mungkin terjadi di kutub dengan teknologi saat ini, kondisi ekstrem seperti polar day atau polar night dapat memengaruhi persepsi waktu manusia. Tanpa siklus siang-malam yang jelas, ritme sirkadian (jam biologis tubuh) bisa terganggu, membuat seseorang merasa waktu berjalan lebih lambat atau cepat.

Dalam konteks film seperti Sore, efek psikologis ini bisa dimanfaatkan untuk menciptakan ilusi time trap, di mana karakter merasa terjebak dalam waktu yang tidak bergerak.

Beberapa teori spekulatif, seperti wormhole (lubang cacing), dianggap sebagai pintu teoritis untuk time travel. Namun, tidak ada bukti ilmiah bahwa wormhole ada di kutub atau di mana pun di bumi.

Fenomena seperti aurora borealis di Arktik atau aurora australis di Antartika, yang disebabkan oleh interaksi partikel matahari dengan medan magnet bumi, juga tidak memiliki kaitan dengan perjalanan waktu.

Dengan demikian, gagasan time travel atau time trap di kutub lebih merupakan fiksi kreatif daripada realitas ilmiah.

Hari dan Malam yang Ekstrem

Time Travel atau Terjebak Waktu di Kutub: Mungkinkah?

Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi

Menurut teori relativitas khusus Albert Einstein, waktu dapat dipengaruhi oleh kecepatan dan gravitasi. Untuk melakukan time travel ke masa depan, seseorang perlu bergerak mendekati kecepatan cahaya atau berada di medan gravitasi yang sangat kuat, seperti di dekat lubang hitam.

Di kutub, tidak ada kondisi fisik yang memenuhi syarat ini. Tidak adanya zona waktu hanyalah konsekuensi geografis dari konvergensi garis bujur, bukan anomali fisika yang memungkinkan perjalanan waktu.

Meski time travel secara fisik tidak mungkin terjadi di kutub dengan teknologi saat ini, kondisi ekstrem seperti polar day atau polar night dapat memengaruhi persepsi waktu manusia. Tanpa siklus siang-malam yang jelas, ritme sirkadian (jam biologis tubuh) bisa terganggu, membuat seseorang merasa waktu berjalan lebih lambat atau cepat.

Dalam konteks film seperti Sore, efek psikologis ini bisa dimanfaatkan untuk menciptakan ilusi time trap, di mana karakter merasa terjebak dalam waktu yang tidak bergerak.

Beberapa teori spekulatif, seperti wormhole (lubang cacing), dianggap sebagai pintu teoritis untuk time travel. Namun, tidak ada bukti ilmiah bahwa wormhole ada di kutub atau di mana pun di bumi.

Fenomena seperti aurora borealis di Arktik atau aurora australis di Antartika, yang disebabkan oleh interaksi partikel matahari dengan medan magnet bumi, juga tidak memiliki kaitan dengan perjalanan waktu.

Dengan demikian, gagasan time travel atau time trap di kutub lebih merupakan fiksi kreatif daripada realitas ilmiah.

Time Travel atau Terjebak Waktu di Kutub: Mungkinkah?

Gambar ilustrasi