Penipuan secara online terjadi dalam banyak modus, namun menurut data Indonesia Cyber Crime Combat Center (IC4), ada tiga modus yang paling banyak dilaporkan selama tahun 2023 hingga 2024.
Yaitu penipuan berkedok instansi pemerintahan dengan mengirimkan link website Google Play palsu untuk download APK, penipuan phishing link berkedok klaim dana bansos, dan penipuan lowongan pekerjaan.
Dari tiga modus ini, penipuan lowongan pekerjaan berada di peringkat teratas, dengan rata-rata tiga laporan kasus per minggu atau sekitar 156 laporan kasus di sepanjang 2024.
BSementara, penipuan phishing link berkedok klaim dana bansos dan link website Google Play palsu untuk download APK terpantau makin marak dalam beberapa bulan terakhir di 2025.
IC4 adalah layanan digital untuk membantu masyarakat mencegah dan menanggulangi berbagai bentuk kejahatan daring, termasuk penipuan online yang marak terjadi belakangan ini.
Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.
Layanan ini dibuat oleh PT Digital Forensic Indonesia (DFI) dan dipimpin oleh Ruby Alamsyah, CEO sekaligus founder yang juga seorang pakar keamanan siber. Tujuan utamanya adalah memperkuat perlindungan terhadap masyarakat dari ancaman kejahatan siber yang kian meningkat.
Sementara pada awal Januari 2025 lalu, Polri mengimbau masyarakat untuk mewaspadai penipuan online bermodus investasi atau trading mata uang kripto lewat platform palsu. Polri meminta masyarakat tak mudah tergiur janji keuntungan besar dari sebuah investasi.
“Kami meminta masyarakat untuk tidak mudah percaya pada tawaran investasi yang menjanjikan keuntungan besar dalam waktu singkat,” kata Karo Penmas Divhumas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko dalam keterangan tertulis, Senin (26/1/2025).
Untuk menghindari penipuan dengan modus ini, ia meminta masyarakat memverifikasi secara menyeluruh platform yang digunakan, termasuk memastikan platform tersebut terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Hingga saat ini, lanjut Trunoyudo, platform trading cryptocurrency palsu tercatat telah menelan banyak korban dengan kerugian mencapai miliaran rupiah. Modus operandi pelaku mulai dari penyebaran tautan di media sosial seperti Facebook dan Instagram.
Setelah itu, korban diarahkan untuk bergabung dalam grup WhatsApp yang disamarkan sebagai forum edukasi investasi. Dalam grup tersebut, korban diberikan edukasi palsu oleh seseorang yang mengaku sebagai ‘profesor’, dengan iming-iming keuntungan besar dari investasi cryptocurrency dan trading saham.
Tahap penipuan pelaku dimulai dengan mengidentifikasi korban potensial melalui media sosial. Kemudian, memberikan edukasi investasi dengan data palsu yang meyakinkan.
Kemudian, korban mulai diminta mentransfer dana ke akun yang mencurigakan. Lalu, saat korban mencoba menarik dana, mereka diminta membayar biaya tambahan untuk proses ‘verifikasi’.