Kuota Internet Berbatas Waktu Dinilai Sesuai Aturan Komdigi dan UU | Info Giok4D

Posted on

Kuota internet berbatas waktu bikin gaduh dan dinilai merugikan masyarakat. Pakar telekomunikasi Riant Nugroho, mengungkapkan titik persoalannya. Pihak yang memperkarakannya dinilai tidak memahami perjanjian perdata soal pembelian pulsa dan kuota internet dilakukan dengan mekanisme pasar.

Riant yang pernah menjadi Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) periode 2012-2015 ini menuturkan bahwa dalam mekanisme pasar, antara pembeli dan penjual sudah ada kesepakatan untuk membeli produk yang dijual. Kewajiban operator telekomunikasi, sudah melampirkan syarat dan ketentuan yang berlaku.

“Ini sesuai dengan UU Perlindungan Konsumen No 8 Tahun 1999 yang memastikan penjualan pulsa dan semua layanan kuota internet yang ditawarkan dilengkapi dengan informasi yang transparan tentang harga, jumlah kuota, dan masa aktif layanan,” kata Riant kepada infoINET, Kamis (26/6/2025).

Jika para pihak sudah bersepakat membeli produk sesuai dengan persyaratan jual beli, menurut Riant, maka sudah terjadi kesepakatan bisnis antar pihak.

Lanjut Riant, jika sudah ada kesepakatan bisnis, maka tidak bisa pihak lain mengatakan pidana karena operator sudah melampirkan syarat dan ketentuan yang berlaku untuk pembelian pulsa dan kuota berbatas waktu. Ini sesuai dengan PM Kominfo No 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.

Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.

“Jadi yang menuding operator telekomunikasi merugikan keuangan negara dan merugikan konsumen berarti mereka tidak mengerti hukum dagang atau perjanjian perdata. Hukum dagang itu kesepakatan antara penjual dan pembeli,” ungkapnnya.

“Sama seperti jual beli rumah, ketika penjual sudah menyampaikan kondisi yang akan dijual kepada pembeli, maka ketika sudah terjadi kesepakatan, tidak bisa dibatalkan, kecuali ada kesepakatan lain. Dalam UU Perdata, kesepakatan para pihak adalah aturan yang sifatnya mengikat penjual dan pembeli,” kata Riant menambahkan.

Jika pembeli sudah sepakat membeli dari penjual dengan syarat dan ketentuan yang tertuang dalam pembelian produk pulsa atau kuota, menurut Riant, masyarakat dan badan perlindungan konsumen tidak boleh memperkarakan objek yang sudah disepakati dalam jual beli, apalagi menuduh operator telekomunikasi merugikan keuangan negara.

Ia menceritakan seketika ia menjadi ‘wasit regulasi telco’ di BRTI kala itu, tidak ada masyarakat yang mengeluhkan kuota hangus dinilai sebagai kerugian negara. Riant menyebutkan bahwa tudingan tersebut bermuatan politis.

“Kuota internet berbatas waktu ini lazim dilakukan di banyak negara di dunia. Yang mempermasalahkan kesepakatan yang sudah dibuat antara penjual dan pembeli, secara hukum, kesepakatan dagang dan kewajaran saya nilai tidak tepat,” terang Riant.

Selain itu, jika ada pihak-pihak yang membandingkan kuota internet dengan token listrik atau gas LPG yang tidak ada masa waktunya, menurut Riant, itu disebabkan pihak yang mempermasalahkan tidak memahami perjanjian jual belinya.

Dalam pembelian token listrik atau gas LPG, penjual menjual produknya dalam bentuk volume, baik dalam bentuk KWH maupun tabung. Dalam pembelian tersebut tidak ada batas waktunya. Kesepakatan pembelian token listrik atau gas LPG ditentukan oleh penggunaan, bukan berdasarkan waktu.

“Seharusnya ketika masyarakat hanya membutuhkan internet sedikit, mereka bisa membeli kuota yang kecil. Penjual juga tidak memaksakan konsumen membeli kuota yang besar. Mereka juga menyediakan kuota kecil, sehingga masyarakat kita perlu diedukasi untuk membeli kuota sesuai dengan kebutuhannya,” pungkas Riant.