Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengungkapkan keseriusannya untuk meningkatkan kecepatan internet tembus 100 Mbps di pelosok Indonesia. Bukan internet mobile, melainkan layanan internet tetap atau fixed broadband yang akan digenjot oleh pemerintah.
Sekretaris Jenderal Kementerian Komdigi, Ismail mengatakan, upaya tersebut adalah untuk mengejar ketinggalan broadband Indonesia dibandingkan negara lainnya.
“Karena fixed broadband itu di kisaran 20% rumah yang baru dikoneksi. Ada rumah-rumah level medium sama low yang belum terima fixed broadband di rumah,” ujar Ismail saat ditemui di sela-sela acara “Building a Resilent Digital Indonesia”, Jakarta, Kamis (26/6/2025).
Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.
Rendahnya koneksi internet tetap yang mengalir ke rumah-rumah Indonesia itu yang membuat Komdigi memutuskan untuk mendorong ketersediaan akses hingga 100 Mbps. Disampaikan Ismail, tidak hanya soal kecepatan internet, tetapi juga harganya turut diperhatikan agar terjangkau oleh masyarakat.
“Selain ketersediaan juga tarifnya supaya terjangkau buat masyarakat menengah dan bawah. Jadi, ujungnya kita dorong fixed broadband itu untuk menjadi internet murah buat masyarakat,” jelasnya.
Untuk mencapai kecepatan internet fixed broadband 100 Mbps tersebut, Ismail mengungkapkan, Komdigi mengalokasikan spektrum baru dan skema jaringan terbuka yang mendorong keterlibatan banyak pihak dan harga layanan terjangkau. Adapun, spektrum yang dipersiapkan itu frekuensi 1,4 GHz yang punya lebar pita 80 MHz akan diseleksi dalam waktu dekat.
“Komdigi akan merilis spektrum frekuensi yang disiapkan di 1,4 GHz itu benar-benar fixed, tidak boleh digunakan untuk mobile. Jadi, ini memang betul-betul untuk mengejar gap tadi dan harga terjangkau,” kata Ismail.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid, telah melakukan pertemuan dengan operator telekomunikasi di Kantor Kementerian Komdigi. Kedua belah pihak membahas program penyediaan akses internet tetap hingga 100 Mbps, utamanya untuk penetrasi di wilayah tanpa jaringan serat optik, termasuk sekolah, puskesmas, dan kantor desa.
Meutya menyebutkan bahwa kebijakan ini akan difasilitasi melalui alokasi spektrum baru dan skema jaringan terbuka (open access) yang mendorong keterlibatan banyak pihak dan harga layanan terjangkau.
Menurut data dari Direktorat Jenderal Infrastruktur Digital Kementerian Komdigi, sebanyak 86 persen sekolah (190.000 unit) masih belum mempunyai akses internet tetap. Selain itu, 75 persen Puskesmas (7.800 unit) belum terkoneksi dengan baik, 32.000 kantor desa masih berada dalam zona blank spot, dan penetrasi fixed broadband baru menjangkau 21,31 persen rumah tangga di Indonesia.
Untuk mendukung hal ini, pemerintah telah menyiapkan spektrum baru yang akan dialokasikan secara transparan kepada penyelenggara jaringan tetap. Model jaringan yang akan diterapkan bersifat open access, artinya pemegang izin wajib membuka infrastrukturnya untuk digunakan bersama oleh penyelenggara telekomunikasi yang lain.
“Ini adalah langkah kami dalam memastikan bahwa setiap kebijakan spektrum tidak hanya mengutamakan aspek regulasi, tapi juga membuka ruang seluas-luasnya untuk keterlibatan dan kesiapan industri,” jelas Meutya.