Bahaya Serangan Fasilitas Nuklir Bushehr di Tengah Konflik Israel-Iran-Amerika Serikat

Posted on

Di tengah konflik Israel-Iran-Amerika Serikat yang memanas, para ahli memberi peringatan keras agar tidak menyerang fasilitas nuklir Bushehr.

Ketua Pengawas nuklir Perserikatan Bangsa-Bangsa, International Atomic Energy Agency (IAEA), Rafael Grossi, memperingatkan bencana parah jika pembangkit listrik yang terletak di Pantai Teluk Iran itu terkena serangan.

Pada Kamis (19/6), Grossi mengatakan bahwa serangan langsung ke Bushehr, yang dipantau oleh IAEA, akan mengakibatkan pelepasan radioaktivitas yang sangat tinggi ke lingkungan.

“Bushehr mengandung ribuan kilogram material nuklir. Dalam skenario terburuk, perintah evakuasi harus dikeluarkan untuk wilayah dalam radius beberapa ratus kilometer dari pabrik, termasuk pusat populasi di negara-negara Teluk lainnya,” katanya seperti dikutip dari Al Jazeera.

Ia menyebutkan, serangan pada dua saluran yang memasok listrik ke Bushehr dapat menyebabkan inti reaktornya mencair, dengan konsekuensi yang mengerikan.

Richard Wakeford, profesor kehormatan epidemiologi di Manchester University, mengatakan bahwa dampak serangan terhadap pembangkit listrik tenaga nuklir bergantung pada skala kerusakan dan pelepasan bahan radioaktif.

“Pelepasan besar-besaran bisa memerlukan evakuasi warga yang tinggal di dekat lokasi, dan tempat berteduh serta pembatasan makanan/air bagi mereka yang tinggal jauh,” kata Wakeford seraya menambahkan, keadaan lain seperti kecepatan dan arah angin juga berperan.

Pada 19 Juni, militer Israel mengatakan bahwa mereka telah menyerang Bushehr, tetapi kemudian mengatakan bahwa pengumuman tersebut merupakan kesalahan.

Bushehr, yang terletak sekitar 750 km di selatan Teheran, adalah satu-satunya pembangkit listrik tenaga nuklir komersial di Iran. Pembangkit listrik ini menggunakan uranium yang diproduksi di Rusia.

Bushehr adalah rumah bagi sekitar 223.504 warga. Wilayah ini memiliki dua reaktor nuklir besar yang salah satunya masih dalam pembangunan.

“Akan sangat berbahaya jika terkena bom atau sistem pendinginnya terganggu,” kata Robert Kelly, mantan inspektur IAEA yang pernah bekerja di Irak, Afrika Selatan, dan Libya.

“Anda mungkin mengalami kecelakaan sebesar Fukushima, dengan reaktor akan meleleh di dalam gedungnya dan mungkin melepaskan gas ke lingkungan,” kata Kelly.

Sebuah laporan PBB menganggap insiden Fukushima pada Maret 2011 sebagai kecelakaan nuklir sipil terbesar sejak kecelakaan di Chernobyl, Ukraina pada 1986.

Pimpinan perusahaan energi nuklir Rusia Rosatom, Alexei Likhachev, pun memperingatkan, “Jika terjadi serangan terhadap unit daya pertama yang beroperasi, itu akan menjadi bencana yang sebanding dengan Chernobyl.”

Serangan ke Bushehr akan mencemari sumber penting air minum desalinasi bagi negara-negara Teluk, termasuk Qatar. Qatar dan Bahrain 100% bergantung pada air desalinasi untuk air minum. Semua air tanah Bahrain disimpan untuk rencana darurat.

Maret lalu, Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al Thani mengatakan dalam sebuah wawancara dengan tokoh media AS Tucker Carlson bahwa Qatar telah melakukan simulasi jika terjadi serangan ke Bushehr.

Hasil simulasi tersebut memperlihatkan serangan terhadap fasilitas nuklir Bushehr akan membuat wilayah Teluk terkontaminasi sepenuhnya, dan Qatar akan kehabisan air hanya dalam tiga hari.

Uni Emirat Arab (UEA) bergantung pada air desalinasi, yang mencakup lebih dari 80% air minumnya. Di Arab Saudi, sekitar 50% pasokan air berasal dari air desalinasi.

Sementara negara-negara seperti Arab Saudi, UEA, dan Oman memiliki akses ke sumber air lainnya, Qatar, Bahrain, dan Kuwait tidak memiliki pilihan lain.

Namun, Kelly mengatakan bahwa reaktor nuklir sangat kuat dan dirancang untuk meleleh di dalam penahanannya dalam situasi kecelakaan tertentu.

“Gagasan bahwa sebagian besar materi di dalamnya akan keluar sebenarnya cukup kecil, jadi saya pikir orang-orang mungkin terlalu terobsesi,” katanya.

“Memang, jika masuk ke Teluk, airnya akan didesalinasi oleh manusia. Itu adalah perairan yang sangat besar yang akan mengencerkan semua material agar bisa keluar ke sana. Saya pikir itu masalah yang dibesar-besarkan,” imbuhnya.

Qatar Bakal ‘Kehausan’