Penghancuran situs pengayaan uranium yang mendukung program nuklir Iran kemungkinan tidak akan menimbulkan konsekuensi lingkungan yang parah, demikian menurut beberapa pakar nuklir.
Israel mengonfirmasi bahwa mereka menyerang salah satu fasilitas nuklir Iran di Isfahan pada Jumat (20/6) malam. Kemudian Amerika Serikat ikut menghantam situs nuklir Iran dengan bom dahsyat. Namun meskipun konflik tersebut mengkhawatirkan, para ahli nuklir menyebut radioaktivitas akibat serangan militer bukanlah masalah utama.
“Ada banyak hal yang perlu dikhawatirkan dalam perang Iran-Israel, tetapi pelepasan radioaktivitas bukanlah salah satunya,” kata Lee Berstein, seorang profesor di departemen teknik nuklir di California University, Berkeley, dikutip dari ABC News.
Lokasi yang menjadi target sejauh ini di Iran berisi sentrifus yang berputar sangat cepat dan memisahkan serta memperkaya uranium ke tingkat yang lebih tinggi, kata Emily A. Caffrey, direktur Program Fisika Kesehatan di Alabama University di Birmingham.
“Namun, aturan praktis untuk bahan radioaktif adalah, semakin panjang waktu paruhnya, semakin tidak berbahaya bahan tersebut dalam jangka pendek. Namun, bahkan bahan dengan waktu paruh yang panjang dapat berbahaya dalam jangka waktu yang lebih lama,” kata Berstein.
Waktu paruh Uranium-235 lebih dari 700 juta tahun, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS. Terdapat kontaminasi radiologi dan kimia di fasilitas Natanz.
“Bagian atas tanah dari pabrik pengayaan bahan bakar rusak setelah serangan militer pada 13 Juni,” kata Direktur Jenderal Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) Rafael Grossi kepada Dewan Keamanan PBB pada Jumat (20/6).
Fasilitas itu kemungkinan berisi tabung gas uranium heksafluorida yang terlepas ke lingkungan sebagai awan gas besar setelah terkena, kata Caffrey.
Uranium heksafluorida merupakan risiko utama yang berasal dari lokasi pengayaan uranium. Gas tersebut merupakan hasil pemisahan uranium yang pada dasarnya merupakan ‘pendahulu’ bahan bakar nuklir.
Namun, menurut Caffrey, awan gas tersebut tidak memiliki kemampuan untuk menyebabkan kontaminasi jangka panjang atau masalah radioaktif. “Itu hanya molekul gas yang besar dan berat, jadi tidak akan sampai terlalu jauh,” kata Caffrey.
“Meskipun terjadi kerusakan di beberapa lokasi, termasuk Natanz, Isfahan dan Arak serta lokasi di Teheran, tidak ada lokasi aktivitas radiologi teridentifikasi di luar fasilitas,” kata Grossi.
Tidak ada kebocoran radiasi yang dilaporkan di Natanz selama insiden sebelumnya ketika fasilitas tersebut mengalami kerusakan pada 2020 dan 2021.
“Yang terakhir adalah serangan siber,” kata Angela Di Fulvio, profesor di University of Illinois Urbana Champaign dan direktur Program Keamanan Domestik dan Internasional Pengendalian Senjata.
Seberapa jauh radiasi menyebar dari pelepasan tertentu, bergantung pada cuaca, terutama angin, juga hujan. Jika heksafluorida berinteraksi dengan air, ia dapat menghasilkan asam fluorida, yang menyebabkan beberapa masalah kimia tetapi bukan masalah radioaktif, kata Caffrey.
“Banyak negara yang berbatasan dengan Teluk Persia tidak ingin air di Teluk terkontaminasi oleh awan partikel radioaktif yang tertiup angin dan melewati pantai,” kata John Erath, direktur kebijakan senior Pusat Pengendalian Senjata dan Non-Proliferasi.
“Namun, uranium heksafluorida tampaknya dibatasi dalam fasilitas yang menjadi sasaran dan dapat dikelola dengan prosedur dan tindakan pencegahan keselamatan yang tepat,” kata Di Fulvio.
Seiring berjalannya waktu, uranium heksafluorida yang bocor akan terdilusi dan menyebar keluar dari lingkungan.
“Jika tertelan atau terhirup, gas uranium heksafluorida, yang masing-masing molekulnya memiliki enam atom fluorin, dapat menyebabkan kerusakan ginjal,” kata Caffrey.
Atom yang dikombinasikan dengan logam berat dapat menjadi zat yang sangat beracun, tetapi biasanya dalam jumlah besar. Manusia perlu menghirup atau menyerapnya dalam jumlah besar ke dalam tubuh untuk melihat efeknya. Bahayanya bukanlah radioaktivitas melainkan logam berat.
Bencana nuklir tahun 1986 di Chernobyl kemungkinan tidak akan terulang, bahkan jika salah satu reaktor nuklir di Iran menjadi sasaran serangan militer, kata para ahli. Bencana Chernobyl merupakan peristiwa tak biasa yang merupakan akibat dari pembangkit listrik yang dirancang dengan sangat buruk.
“Israel dan AS kemungkinan besar sangat sadar untuk menghindari reaktor nuklir karena potensi bencana yang dapat terjadi jika terkena dampak,” kata Erath.
Reaktor nuklir kini dibangun dengan kokoh dan akan membutuhkan daya tembak yang besar, seperti bom penghancur bunker milik militer AS, untuk menyebabkan ledakan. Adapun salah satu faktor yang memperburuk bencana Chernobyl adalah cacat desain dalam reaktor nuklir yang meledak, dan desain tersebut tidak lagi digunakan.
Menurut para ahli, menyerang reaktor nuklir Iran yang digunakan untuk menghasilkan tenaga nuklir, tidak akan melepaskan bahan radioaktif sebanyak Chernobyl. Sedangkan IAEA menyebutkan, reaktor Khondab sedang dalam pembangunan dan tidak mengandung bahan bakar atau bahan nuklir lainnya saat dihantam pada Kamis (19/6).
“Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Bushehr, fasilitas berkapasitas 1.000 megawatt yang dibangun oleh Rusia, juga menjadi fokus perhatian akhir-akhir ini,” ujar Di Fulvio.
Pengusiran bahan radioaktif dari Bushehr dapat terjadi melalui satu dari tiga cara: serangan langsung oleh roket atau rudal, kerusakan pada kolam air tempat bahan bakar bekas, atau bahan bakar nuklir radioaktif yang telah disingkirkan setelah menghasilkan listrik, disimpan untuk pendinginan, jika listrik yang dipasok ke pembangkit listrik terputus dan pembangkit listrik kehilangan semua sarana cadangan untuk menghasilkan listrik.
Grossi memperingatkan bahwa fasilitas nuklir Bushehr mungkin akan terkena serangan, dan mengatakan bahwa ini akan menjadi lokasi nuklir di Iran yang dampak serangannya bisa sangat serius.
“Itu adalah pembangkit listrik tenaga nuklir yang masih beroperasi dan menampung ribuan kilogram material nuklir,” kata Grossi.
Simak juga Video ‘Iran Rudal Israel Setelah Trump Klaim Gencatan Senjata, 3 Orang Tewas’: