Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengungkapkan telah memblokir sebanyak dua juta situs judi online. Mirisnya, yang memainkan permainan haram tersebut kebanyakan merupakan anak di bawah umur.
Fakta itu diungkapkan Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid saat melakukan kunjungan kerja ke Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (16/6/2025).
Meutya mengatakan strategi utama dalam membasmi judi online bukan hanya dengan menghapus situsnya, namun juga mengedukasi masyarakat.
“Strategi utama lainnya adalah juga melakukan edukasi kepada masyarakat untuk bersama-sama melawan judi online. Sekali lagi ini industri, kalau peminatnya atau konsumennya mau terus, maka di situ akan terus ada ruang untuk mereka berkembang,” jelas Meutya sebagaimana dikutip dari infosulsel.
“Jadi, harus kitanya yang juga melawan,” tekannya.
Selain itu, pihaknya juga tetap menerapkan aturan yang ditetapkan Komdigi, yakni Peraturan Menteri Sistem Kepatuhan Moderasi Konten. Komdigi juga menerapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas), mengingat anak di bawah umur cukup tinggi terjerat kasus judi online.
“Karena di bawah 18 tahun yang juga kemarin terjerat judi online angkanya juga cukup tinggi. Jadi, dengan aturan membatasi atau menunda usia akses anak-anak di bawah 18 tahun ke sosial media, itu kita harapkan juga bisa mengurangi secara signifikan judi online yang ada di Indonesia, sekaligus membuat ranah digital kita juga menjadi lebih baik,” jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, Menkomdigi Meutya Hafid meminta sekolah di Sulawesi Selatan (Sulsel) untuk membatasi penggunaan gadget untuk siswa saat masuk sekolah. Hal tersebut menjadi salah satu upaya penerapan PP Tunas.
“Dan juga aturan turunan (PP Tunas) oleh kepala daerah termasuk mungkin meng-exercise apakah memungkinkan di Sulawesi Selatan juga mengadakan pembatasan gadget atau ponsel ketika anak-anak masuk ke sekolah,” kata Meutya Hafid kepada wartawan usai menghadiri literasi digital di BPSDM Sulsel.
Meutya mengajak seluruh pihak untuk turut andil dalam melindungi anak dari konten negatif di sosial media. Salah satu pihak yang dianggap berpengaruh adalah orang tua.
“Jadi di satu sisi pemerintah memberikan aturan yaitu untuk menunda usia anak masuk ke platform media sosial. Tapi di saat yang bersamaan juga edukasi di rumah masing-masing juga harus dilakukan oleh para orang tua,” jelas Meutya.