Pembelaan Microsoft, Ungkap Teknologinya Tidak Dipakai Lukai Warga Gaza

Posted on

Microsoft mengatakan mereka tidak menemukan bukti bahwa militer Israel menggunakan teknologi Azure dan AI miliknya untuk melukai warga sipil Palestina atau siapapun di Gaza.

Dalam pernyataan resmi terbarunya, Microsoft mengatakan pihaknya sudah melakukan review internal yang melibatkan perusahaan eksternal untuk melakukan review setelah beberapa karyawan meminta Microsoft memutuskan kontraknya dengan pemerintah Israel.

Microsoft mengatakan hubungannya dengan Kementerian Pertahanan Israel (IMOD) terstruktur sebagai hubungan komersial standar. Mereka juga tidak menemukan bukti bahwa Azure, AI, atau software lainnya dipakai untuk melukai orang, atau IMOD melanggar AI Code of Conduct.

AI Code of Conduct Microsodt mewajibkan konsumen menggunakan pengawasan manusia dan kontrol akses untuk memastikan layanan cloud dan AI tidak menimbulkan kerugian dengan cara apapun yang dilarang hukum.

Proses review yang dilakukan Microsoft melibatkan wawancara terhadap puluhan karyawan dan menilai dokumen untuk mencari bukti bahwa teknologi Microsoft dipakai untuk menargetkan atau menyakiti warga Gaza.

Namun, Microsoft mengakui bahwa mereka tidak bisa melihat bagaimana pelanggannya menggunakan software mereka di server milik konsumen atau perangkat lain. Microsoft juga tidak bisa melihat operasi cloud IMOD.

“Perlu dicatat bahwa militer biasanya menggunakan software atau aplikasinya sendiri dari penyedia terkait pertahanan untuk jenis pengawasan dan operasi yang menjadi subjek pertanyaan karyawan kami,” kata Microsoft, seperti dikutip dari The Verge, Sabtu (17/5/2025).

“Microsoft tidak menciptakan atau menyediakan software atau solusi seperti itu kepada IMOD,” sambungnya.

Hasil review ini diterbitkan hanya dua pekan setelah dua mantan karyawan Microsoft mengadakan protes di event ulang tahun ke-50 Microsoft. Salah satu mantan karyawan menyebut CEO AI Microsoft Mustafa Suleyman sebagai “pencari untung dari perang” dan menuntut Microsoft ‘berhenti menggunakan AI untuk di wilayah kami.”

Kedua mantan karyawan tersebut merupakan bagian dari kelompok ‘No Azure for Apartheid’ yang menuntut Microsoft memutuskan kontrak dengan Israel. Kelompok itu menuding Microsoft mendukung negara apartheid karena tidak memutuskan penjualan layanan AI dan cloud ke Israel, seperti yang sebelumnya dilakukan kepada Rusia saat menyerang Ukraina.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *