Jet J-10C China yang dimiliki Pakistan, dengan rudal PL-15 yang juga buatan China, disebut menjatuhkan jet Rafale yang dioperasikan India. Kejadian ini memang mengubah persepsi mengenai persenjataan China walau masih ada keraguan.
“Bagi negara yang secara teori tak pernah berperang sejak perang dengan Vietnam di 1979 dan senjatanya tidak terlalu diakui secara global seperti senjata Prancis atau AS, ini adalah kemenangan besar dalam hal persepsi,” kata Carlotta Rinaudo, pakar China di International Team for the Study of Security Verona.
“Kita selalu punya impresi bahwa senjata China sama dengan barang China. Kita berasumsi senjata China itu inferior. Sekarang tidak lagi begitu,” tambah dia yang dikutip infoINET dari France24, Jumat (16/5/2025).
Pada awalnya, China hanya menjual produk seperti tank dan senjata kecil, khususnya ke Pakistan. Sekarang ternyata senjata canggih dan modern China ampuh di medan laga. Hal itu bisa menambah ketertarikan dari berbagai negara untuk membeli senjata China.
Penjualan senjata luar negeri China memang terus meningkat. Beberapa perusahaannya termasuk Norinco Group, pembuat kendaraan lapis baja dan sistem antirudal, Aviation Industry Corporation of China, yang anak perusahaannya AVIC Chengdu Aircraft memproduksi J-10C, serta China State Shipbuilding, produsen fregat dan kapal selam.
Namun demikian, masih ada keraguan mengenai senjata China meski tampaknya harganya murah dan efektif. Sebagian sistem senjata yang tampaknya murah tersebut dapat menguras anggaran keamanan karena biaya pemeliharaan.
“China menarik pelanggan untuk peralatan militernya dengan harga dan pembiayaan murah, tapi ada biaya tersembunyi, terutama ketika peralatan tersebut tidak berfungsi baik,” tulis Cindy Zheng, peneliti di Rand Corp.
Di 2022, Myanmar dilaporkan harus mengandangkan armada jet tempur China-nya karena keretakan struktural dan masalah teknis lain. Bangladesh juga mengeluh ke Beijing tentang kualitas perangkat militernya tahun lalu. Angkatan Laut Pakistan menghadapi masalah dengan fregat F-22P, memaksa mereka mengoperasikannya dengan kemampuan sangat menurun.
“Pertanyaan tentang kemampuan tempur dan isu-isu lain, termasuk kekhawatiran tentang interoperabilitas dengan platform non China, telah menghambat kemampuan China untuk memperluas ekspor ke luar beberapa negara,” tulis analis senior Bloomberg Intelligence, Eric Zhu.
Namun demikian, China mungkin dapat mengatasi hambatan itu seiring semakin meningkat teknologi yang dikembangkannya. Setelah kemenangan J-10C atas Rafale, mungkin akan ada minat membeli senjata China dari kekuatan di Timur Tengah dan Afrika Utara yang biasanya tak dapat mengakses teknologi Barat paling mutakhir.