Jet tempur andalan India, Rafale asal Prancis, ditembak jatuh oleh jet tempur Pakistan buatan China, J-10C. Sumber terkait di Amerika Serikat dan Prancis membenarkan ada Rafale yang jatuh, meski tidak sebanyak yang diklaim Pakistan.
Reuters menyebut China mendukung operasi J-10C Pakistan dengan bantuan intelijen, pengawasan dan pengintaian. Rudal yang diduga menjatuhkan Rafale adalah PL-15, juga buatan China.
Pihak India tak mengakui secara spesifik kehilangan Rafale, tapi menyebut memang ada kerugian dalam pertempuran dengan Pakistan. “Kita dalam situasi pertempuran dan kehilangan adalah bagian dari pertempuran,” cetus AK Bharti, pejabat Angkatan Udara India. India pun dinilai telah meremehkan kekuatan Pakistan.
“Citra India sebagai negara hegemoni regional mulai tercoreng. Pemerintah India jelas-jelas melebih-lebihkan jet Rafale miliknya dan meremehkan sistem Pakistan yang didukung China, yang meningkatkan presisi medan perang,” tulis Yousuf Nazar, mantan kepala investasi Citigroup dalam kolomnya di Al Jazeera, dilansir Rabu (14/5/2025).
Menurutnya, analis pertahanan di India sebenarnya sudah lama memperingatkan militer India kurang siap menghadapi Pakistan yang didukung China. Terlebih, dukungan AS maupun Rusia dinilai terbatas.
Memang masih ada pertanyaan tentang jatuhnya Rafale, misalnya bisa saja pilot India kurang terampil. Faktor lainnya juga mungkin berperan, tidak semata kecanggihan teknologi China.
“Jika laporan India kehilangan beberapa jet terbukti benar, itu akan menimbulkan pertanyaan serius tentang kesiapan IAF, bukan hanya platformnya. Rafale memang modern, tapi pertempuran adalah tentang integrasi, koordinasi, dan kemampuan bertahan hidup,” kata Singleton, analis di Foundation for Defense of Democracies.
Pakar menyoroti kemampuan rudal PL-15 yang disebut menjatuhkan Rafale. Menurut Justin Bronk dari Royal United Services Institute (RUSI), rudal BVR (beyond visual range) PL-15 ini memiliki performa sebanding dengan AIM-120 AMRAAM milik AS dan melampaui R-77 milik Rusia.
Bronk menyatakan PL-15 dilengkapi radar active electronically scanned array (AESA) kecil. Ia memperkirakan jangkauan PL-15 adalah 200 kilometer, meski ada yang menyatakan versi ekspor (PL-15E) dibatasi pada 145 kilometer.
“PL-15 adalah masalah besar. Ini adalah sesuatu yang menjadi perhatian besar militer AS,” kata seorang eksekutif industri pertahanan yang dikutip infoINET dari Reuters.
Mengenai kemampuan jet tempur J-10C, Bronk mencatat varian itu punya radar active electronically scanned array (AESA), sistem pencarian dan pelacakan inframerah modern sampai electronic support measure (ESM) yang memberinya peluang lebih baik untuk bersaing dalam hal kewaspadaan situasional.
Kemudian, Rafale yang menjadi lawannya memang jet tempur canggih generasi 4,5. Namun ada kelemahannya, misalnya Rafale tidak sepenuhnya siluman yang mungkin berperan dalam kekalahanya.
“Rafale bukan pesawat siluman, meski dirancang menjaga penampang radar dan tanda inframerahnya tetap rendah. Misalnya, sirip ekor diperkecil ukurannya dan saluran masuk udara mesin diselipkan di bawah sayap. Material komposit dipakai di seluruh rangka. Namun, upaya meniru pesawat siluman di desain Rafale tampaknya tak cukup efektif menghindari deteksi pesawat Pakistan dan/atau rudal darat,” sebut mantan pilot AS, Harrison Kass.
Di Pakistan, kabar jatuhnya Rafale pun dirayakan. “Kebanggaan India telah hancur menjadi debu bersama pesawat Rafale-nya,” cetus mantan Perdana Menteri Pakistan Raja Pervez Ashraf.
Lihat Video ‘Kilas Balik Konflik India-Pakistan, Ternyata Sejak 1947’: