Kekayaan bersih Elon Musk menurun USD 15,3 miliar (sekitar Rp 234,8 triliun) sejak CEO Tesla itu mengumumkan akan membentuk partai politik baru.
Berita tersebut menimbulkan gejolak di pasar keuangan dan membuat para investor khawatir mengenai ambisi politik Musk dan kemungkinan implikasinya terhadap merek dan operasi bisnis Tesla.
Musk, orang terkaya di dunia saat ini, kerap kali menggunakan jabatannya untuk memengaruhi kebijakan dan pasar, dan kiprahnya di dunia politik kali ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan antara dirinya dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Pada Sabtu (5/7), Musk mengumumkan pembentukan partai politik baru bernama America Party, dan pada Senin (7/7) saham Tesla anjlok 6,8%.
Saham raksasa perusahaan EV itu ditutup pada USD 293,94, perusahaan kehilangan lebih dari USD 79 miliar dalam total nilai pasar.
Sebagian besar kekayaan Musk terikat pada sahamnya di Tesla, yang kini bernilai sekitar USD 121 miliar. Total kekayaan bersihnya kini sekitar USD 346 miliar, turun dari USD 361 miliar pada hari sebelumnya, menurut Bloomberg Billionaires Index.
Para investor sebelumnya menyatakan kekhawatiran tentang prioritas Musk, dan para pemegang saham Tesla pada Mei lalu meminta Musk untuk bekerja setidaknya 40 jam seminggu di perusahaan tersebut.
Pembentukan America Party terjadi setelah Musk, yang sebelumnya mendukung Trump selama kampanye pemilihan presiden 2024 dan yang ditugaskan presiden untuk memimpin Departemen Efisiensi Pemerintah, berselisih dengan Trump terkait Undang-Undang One Big Beautiful Bill.
RUU belanja terbaru itu diproyeksikan akan meningkatkan defisit AS lebih dari USD 3 triliun dalam dekade mendatang. RUU tersebut dikritik oleh Musk karena menaikkan pagu utang dan mencabut insentif bagi produsen kendaraan listrik dan transisi energi.
Sementara itu, Trump merespons pengumuman Musk, menyebut pembentukan America Party adalah hal konyol. “Saya sedih melihat Elon Musk benar-benar ‘keluar jalur’,” tulisnya dalam sebuah postingan di Truth Social.
Meskipun America Party bertujuan mengganggu tatanan politik tradisional, sejarah menunjukkan sedikit keberhasilan bagi kelompok independen dan pihak ketiga dalam pemilihan presiden AS. Upaya-upaya sebelumnya yang dilakukan oleh Libertarian, Green, dan People’s Parties, telah gagal menembus dominasi Partai Republik dan Demokrat yang mengakar.
“Saham Tesla telah terdampak oleh ‘ketidakpastian tarif’, ‘penghapusan subsidi untuk kendaraan listrik’, dan kekhawatiran tentang apakah Musk memiliki kapasitas yang cukup jika ia memutuskan untuk mendirikan America Party agar benar-benar bertanggung jawab dalam hal aktivitas bisnisnya,” kata Scott Lucas, pengajar politik Amerika di Dublin University, dikutip dari NewsWeek.
Ivana Delevska, pendiri Spear Invest yang baru-baru ini menjual saham Tesla, mengatakan, “Meskipun peluangnya sangat besar, risikonya juga sangat signifikan. Meskipun potensi keuntungannya jelas ada, risikonya juga signifikan.”
Sedangkan Jed Dorsheimer, analis di William Blair, dalam catatan risetnya menyebutkan bahwa para investor sudah jengah menghadapi kelakuan Musk.
“Kami memperkirakan para investor mulai bosan dengan gangguan yang ada di saat bisnis sangat membutuhkan perhatian Musk dan hanya melihat sisi negatif dari kembalinya Musk ke dunia politik,” sebutnya.
Adapun tindakan Musk selanjutnya terkait pendaftaran resmi partai tersebut masih belum jelas. Investor dan pengamat akan terus memantau dampak intervensi politik Musk terhadap saham Tesla dan perannya sebagai CEO.