Jakarta-Depok-Bekasi Biasa Gerah Terasa Dingin, Ini Penyebabnya

Posted on

Suhu Jakarta dan kota-kota di sekitarnya seperti Depok dan Bekasi yang biasanya panas dan gerah, beberapa hari terakhir terasa dingin. Sebuah anomali, karena hal ini terjadi justru ketika memasuki musim kemarau.

Suhu di Jakarta beberapa hari belakangan berada di kisaran 25 hingga 27 derajat Celsius pada pagi dan malam hari.

Deputi Meteorologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Guswanto mengungkapkan fenomena cuaca dingin di Jakarta dan sekitarnya disebabkan oleh beberapa faktor.

Berikut adalah beberapa penyebab cuaca dingin di Jakarta menurut BMKG, dikutip dari .

Salah satu faktor yang menyebabkan cuaca dingin dalam beberapa waktu terakhir adalah Angin Monsun Australia. Angin ini bertiup menuju Benua Asia melewati Wilayah Indonesia dan perairan Samudera Hindia yang memiliki suhu permukaan laut relatif lebih rendah, sehingga menyebabkan suhu udara terasa lebih dingin.

“Angin ini bersifat kering dan sedikit membawa uap air, sehingga pada malam hari suhu mencapai titik minimumnya dan udara terasa lebih dingin,” jelas Guswanto.

Faktor lain yang membuat cuaca terasa lebih dingin adalah badai tropis di wilayah utara Indonesia atau sebelah timur Filipina yang menyebabkan aliran udara dari Benua Australia ke Asia semakin menguat. Hal ini membuat wilayah Jawa bagian barat menerima uap air yang cukup tinggi dan mengalami suhu yang lebih dingin.

“BMKG memprakirakan bahwa suhu dingin ini akan terus terjadi hingga menjelang akhir Juli, dengan suhu di Jakarta dan sekitarnya mencapai 25-27 derajat Celcius pada pagi hingga siang hari, dan turun menjadi 25 derajat Celcius pada malam hari,” ujar Guswanto.

Fenomena cuaca dingin pada musim kemarau umum terjadi. BMKG menyebut hal ini sebagai fenomena Bediding. Mengutip laman BMKG, fenomena bediding dalam konteks klimatologi merupakan hal normal karena memang proses fisisnya berkaitan dengan kondisi atmosfer saat musim kemarau.

“Pada musim kemarau, jarang terjadi hujan dan tutupan awan berkurang. Hal ini menyebabkan panas permukaan Bumi akibat radiasi Matahari lebih cepat dan lebih banyak yang dilepaskan kembali ke atmosfer berupa radiasi balik gelombang panjang,” tulis BMKG.

Selanjutnya, curah hujan yang kurang juga menyebabkan kelembapan udara juga rendah yang berarti uap air di dekat permukaan bumi juga sedikit.

Bersamaan dengan kondisi langit yang cenderung bersih dari awan, maka panas radiasi balik gelombang panjang ini langsung dilepaskan ke atmosfer luar. Hal tersebut membuat udara dekat permukaan terasa lebih dingin, terutama pada malam hingga pagi hari.

Kondisi ini umum terjadi pada wilayah Indonesia dekat khatulistiwa hingga bagian utara. Pada wilayah ini, meski pagi hari cenderung lebih dingin namun pada siang hari udara akan terasa lebih panas.

“Hal ini karena ketiadaan awan dan juga kurangnya uap air saat musim kemarau menyebabkan radiasi langsung matahari akan lebih banyak pula yang mencapai permukaan Bumi,” jelas BMKG.

Sementara itu, wilayah selatan Indonesia seperti Sumatera Selatan, Jawa Bagian Selatan hingga Bali, NTT dan NTB pada siang hari suhu udara juga akan lebih rendah dari suhu udara periode bulan lainnya.

Fenomena ini disebut cukup terasa pada Juli. Pada periode tersebut Monsun Australia yang kering mengalir melewati wilayah-wilayah tersebut.

“Juli juga merupakan puncak musim dingin Australia sehingga udara dinginnya mengintrusi masuk wilayah Jawa Bagian Selatan hingga Bali, NTT dan NTB,” rinci BMKG.

Karenanya, meskipun saat musim kemarau Matahari bersinar terang tanpa hambatan awan di siang hari, udara dingin dari aliran monsun Australia lebih dominan memengaruhi penurunan suhu udara pada siang hari tersebut.

Angin Monsun Australia

Badai Tropis

Fenomena Bediding