Di antara kita pasti ada yang pernah mengalami kondisi seperti ini, sedang sendirian tapi terasa ada orang yang mengawasi. Padahal tidak ada siapa-siapa di situ. Kira-kira kenapa ya?
Mengutip Live Science, Kamis (25/6/2025) psikolog klinis dan forensik Leslie Dobson menyebutkan, ada sejumlah alasan mengapa seseorang merasa seolah-olah sedang diawasi.
“Penyebab-penyebab ini mencakup spektrum yang luas, termasuk paparan terhadap buku, film, atau berita menakutkan,” ujarnya.
Menurutnya, kondisi semacam itu adalah bentuk kewaspadaan berlebihan setelah peristiwa yang membuat stres atau traumatis, atau kondisi kesehatan mental yang serius.
“Dalam kasus yang lebih ekstrem, seseorang mungkin mengalami paranoia dan kewaspadaan berlebihan. Hal ini sering kali terkait dengan kondisi kesehatan mental atau penyakit otak fisik yang menyertainya,” kata Dobson.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan Harriet Dempsey-Jones, peneliti pascadoktoral di bidang ilmu saraf kognitif di University of Queensland, Australia disebutkan bahwa manusia kemungkinan besar berevolusi menjadi peka terhadap tatapan orang lain. Otak manusia diperkirakan memiliki jaringan saraf yang didedikasikan hanya untuk memproses tatapan.
“Ada kemungkinan perhatian kita terhadap tatapan muncul karena dapat mendukung interaksi kerja sama antarmanusia. Kemampuan ini biasanya tidak sulit untuk dikuasai,” tulisnya.
Cukup mudah untuk mengetahui arah pandangan seseorang karena kita dapat melihat ke arah mana pupil mereka terfokus. Selain itu, penglihatan tepi kita juga dapat menangkap isyarat, seperti bahasa tubuh, yang menunjukkan bahwa seseorang sedang melihat kita.
Namun terkadang, meski tidak ada yang melihat, rangsangan dari luar bisa membuat kita merasa sedang diawasi. Hal ini bisa jadi akibat pengaruh luar, seperti pengalaman menonton atau membaca film thriller yang menampilkan tokoh protagonis dibuntuti oleh sosok yang mengancam, atau mendengar suara-suara aneh saat sendirian di rumah.
Bagi yang pernah mengalami peristiwa traumatis, kewaspadaan berlebihan menjadi mekanisme pertahanan. Kewaspadaan ini dimaksudkan untuk mencegah kita mengalami stres dengan menghindari bahaya. Hal ini diungkap dalam sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal Frontiers in Psychology pada 2023.
Dobson menyebutkan, gejala seperti paranoia dan kecemasan yang biasanya muncul setelah peristiwa stres juga dapat terjadi di wilayah otak yang serupa,
“Amigdala memproses emosi kita seperti stres dan kecemasan. Jika terlalu aktif atau dirugikan akibat kerusakan fisik atau penyebab trauma yang berkelanjutan, hal ini dapat menyebabkan peningkatan respons emosional. Misalnya munculnya persepsi ancaman,” jelasnya.
Psikiater klinis Dr. Alice Feller yang berbasis di California menyebutkan, bukan hal yang aneh jika orang merasa diawasi. Kita harus bisa membedakan apakah kondisi tersebut merupakan kehati-hatian yang masuk akal, atau masalah yang lebih serius terkait gangguan kesehatan mental.
“Dengan penyakit mental, yang terjadi adalah Anda kehilangan kemampuan untuk bertanya-tanya apakah itu hanya perasaan. Anda seperti kehilangan wawasan tentang proses tubuh dan mental Anda sendiri. Anda bisa melakukan pengecekan realitas, tapi belum tentu berhasil,” jelasnya.
Ia memberikan contoh, gejala skizofrenia meliputi kewaspadaan berlebihan dan paranoia. Gejala itu dapat mencakup khayalan bahwa seseorang sedang memperhatikan kita.
Penelitian menunjukkan bahwa pada penderita skizofrenia, paranoia dikaitkan dengan aktivitas abnormal pada sistem limbik. Sistem ini adalah bagian otak yang mencakup amigdala dan mengontrol respons perilaku berbasis emosi dan kelangsungan hidup, seperti respons ‘melawan atau lari’.
Studi lain menjelaskan, pada pasien skizofrenia, paranoia dikaitkan dengan peningkatan aliran darah selama keadaan istirahat di amigdala. Selain itu, konektivitas yang tidak biasa antara amigdala dan area lain di otak juga dikaitkan dengan paranoia.
Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.
Hal ini menunjukkan bahwa paranoia terkait dengan konektivitas yang menyimpang dalam sirkuit inti limbik yang menunjukkan pemrosesan ancaman dan gangguan regulasi emosi.
Terlepas dari penyebabnya, Feller dan Dobson menyarankan seseorang mencari bantuan kesehatan mental jika mengalami ketakutan seperti sedang diawasi terus-menerus. Hal ini terutama berlaku jika perasaan diawasi terjadi meskipun ada bukti fisik bahwa tidak ada orang lain di sana, atau jika kecemasan karena diawasi menjadi makin parah.
“Intervensi dini adalah kuncinya,” tutup Dobson.