Konflik di Timur Tengah makin memanas dan berdampak langsung pada lalu lintas penerbangan global. Serangan rudal Iran ke pangkalan militer Amerika Serikat di Qatar pada Senin malam (23/6/2025) membuat langit kawasan itu nyaris kosong dari pesawat sipil.
Sejumlah maskapai penerbangan mengalihkan rute, membatalkan penerbangan, bahkan menangguhkan layanan ke beberapa destinasi di Timur Tengah. Lebih dari 20 pesawat komersial yang menuju Doha, Qatar, dialihkan, sementara empat penerbangan menuju Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), terpaksa berbalik arah, menurut data dari firma penerbangan Cirium.
Platform pelacakan penerbangan Flightradar24 melaporkan bahwa wilayah udara UEA ditutup sementara, begitu pula wilayah udara Bahrain, seperti diberitakan Reuters.
Emirates, maskapai berbasis di Dubai, mengonfirmasi bahwa beberapa penerbangannya dialihkan pada Senin malam.
“Kami akan mengoperasikan jadwal sesuai rencana, namun dengan jalur penerbangan yang jauh dari daerah konflik,” ujar perwakilan Emirates. Pelanggan diminta bersiap menghadapi potensi penundaan atau durasi penerbangan yang lebih lama.
Airspace clearing following Iranian missile launch at Qatar today.
Air India mengambil langkah tegas dengan menghentikan semua penerbangan masuk dan keluar dari Timur Tengah, serta rute dari dan ke pantai timur Amerika Utara dan Eropa, hingga pemberitahuan lebih lanjut.
“Penerbangan dari Amerika Utara ke India dialihkan kembali ke tempat asal atau ke India melalui rute alternatif di luar wilayah udara yang ditutup,” tulis Air India dalam pernyataan di platform X. Maskapai ini juga meminta pengertian penumpang atas gangguan di luar kendali mereka.
British Airways membatalkan penerbangan ke Doha hingga Rabu, 25 Januari 2025, dengan alasan “mengikuti perkembangan terbaru.” “Keselamatan adalah prioritas utama kami,” ujar maskapai tersebut, seraya memastikan telah menghubungi pelanggan untuk memberikan opsi alternatif. Maskapai lain seperti Air France, Iberia, dan Finnair juga menangguhkan atau menunda layanan ke sejumlah destinasi di Timur Tengah.
Maskapai asal Amerika Serikat, seperti United Airlines, telah lebih dulu menghentikan layanan ke Dubai dan Doha. Operator seluler AS bahkan menangguhkan layanan ke Israel menyusul serangan Israel ke Iran awal bulan ini.
Konflik di Timur Tengah menambah kerumitan bagi industri penerbangan yang sudah menghadapi keterbatasan wilayah udara sejak perang Ukraina pada 2022 dan penutupan wilayah udara Rusia untuk banyak maskapai.
Penutupan wilayah udara Iran dan Irak sejak 13 Juni 2025, memaksa penerbangan mengambil rute alternatif yang lebih panjang dan mahal, terutama melalui Arab Saudi dan Afghanistan.
Flightradar24 mencatat, jumlah penerbangan di atas Arab Saudi melonjak dua kali lipat dari rata-rata 700 penerbangan per hari pada Mei menjadi 1.400 penerbangan per hari sejak penutupan wilayah udara Iran dan Irak.
Sementara itu, penerbangan di atas Afghanistan meningkat drastis dari 50 menjadi 280 penerbangan per hari. Namun, Afghanistan menghadapi tantangan karena layanan lalu lintas udara yang terbatas pasca-penarikan pasukan AS, menyebabkan potensi penundaan.
Dua maskapai terbesar di kawasan, Qatar Airways dan Emirates, menjadi yang paling terdampak. Qatar Airways, yang biasanya melintasi Irak untuk rute ke Eropa dan Amerika Utara, kini harus mencari jalur alternatif. Emirates juga terkena dampak karena kehilangan akses ke wilayah udara Iran, memaksa penerbangan seperti rute Dubai-Moskow bertambah lama dari lima jam menjadi hampir tujuh jam.
Flydubai, maskapai berbasis di Dubai, juga mengalami peningkatan waktu tempuh karena harus melalui Pakistan dan Afghanistan.
Penutupan wilayah udara di Timur Tengah memperparah keterbatasan rute penerbangan global. Rute terpendek antara Eropa dan Asia, yang biasanya melintasi Ukraina atau Rusia, sudah tidak dapat digunakan. Akibatnya, lalu lintas udara terpusat di wilayah Laut Hitam dan Arab Saudi. Jika konflik antara Iran dan Israel meluas, penutupan rute udara tambahan dapat berdampak besar pada penerbangan komersial global, meningkatkan biaya operasional dan waktu tempuh.
Wilayah Udara Terbatas Memperparah Situasi
Konflik di Timur Tengah menambah kerumitan bagi industri penerbangan yang sudah menghadapi keterbatasan wilayah udara sejak perang Ukraina pada 2022 dan penutupan wilayah udara Rusia untuk banyak maskapai.
Penutupan wilayah udara Iran dan Irak sejak 13 Juni 2025, memaksa penerbangan mengambil rute alternatif yang lebih panjang dan mahal, terutama melalui Arab Saudi dan Afghanistan.
Flightradar24 mencatat, jumlah penerbangan di atas Arab Saudi melonjak dua kali lipat dari rata-rata 700 penerbangan per hari pada Mei menjadi 1.400 penerbangan per hari sejak penutupan wilayah udara Iran dan Irak.
Sementara itu, penerbangan di atas Afghanistan meningkat drastis dari 50 menjadi 280 penerbangan per hari. Namun, Afghanistan menghadapi tantangan karena layanan lalu lintas udara yang terbatas pasca-penarikan pasukan AS, menyebabkan potensi penundaan.
Dua maskapai terbesar di kawasan, Qatar Airways dan Emirates, menjadi yang paling terdampak. Qatar Airways, yang biasanya melintasi Irak untuk rute ke Eropa dan Amerika Utara, kini harus mencari jalur alternatif. Emirates juga terkena dampak karena kehilangan akses ke wilayah udara Iran, memaksa penerbangan seperti rute Dubai-Moskow bertambah lama dari lima jam menjadi hampir tujuh jam.
Flydubai, maskapai berbasis di Dubai, juga mengalami peningkatan waktu tempuh karena harus melalui Pakistan dan Afghanistan.
Penutupan wilayah udara di Timur Tengah memperparah keterbatasan rute penerbangan global. Rute terpendek antara Eropa dan Asia, yang biasanya melintasi Ukraina atau Rusia, sudah tidak dapat digunakan. Akibatnya, lalu lintas udara terpusat di wilayah Laut Hitam dan Arab Saudi. Jika konflik antara Iran dan Israel meluas, penutupan rute udara tambahan dapat berdampak besar pada penerbangan komersial global, meningkatkan biaya operasional dan waktu tempuh.