Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.
Israel melancarkan serangan terhadap Iran, yang menargetkan situs nuklir, ilmuwan, dan pemimpin militernya. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan operasi itu telah menyerang bagian utama program persenjataan nuklir Iran.
Namun penilaian internasional, termasuk oleh komunitas intelijen AS, mengatakan bahwa program nuklir Iran saat ini tidak untuk senjata. Teheran juga berulang kali menegaskan tidak sedang membuat bom.
Iran puluhan tahun mengembangkan program nuklir, melihatnya sumber kebanggaan dan kedaulatan nasional. Program tersebut untuk energi dan Iran berencana membangun pembangkit listrik tenaga nuklir tambahan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri dan membebaskan lebih banyak minyak untuk ekspor.
Pembangkit nuklir butuh bahan bakar uranium dan menurut pengawas nuklir PBB, tak ada negara lain dengan jenius uranium seperti yang dipunyai Iran tanpa juga memiliki program senjata nuklir. Iran pun dicurigai tak sepenuhnya transparan tentang niatnya. Namun sejauh ini, Iran tak terbukti punya senjata nuklir. Itu berbeda dengan Israel yang seakan dibiarkan mengembangkan senjata nuklir tanpa sanksi apapun.
AS meluncurkan program nuklir dengan Iran di 1957. Saat itu, raja yang bersahabat dengan Barat, Shah, memerintah Iran. Didukung AS, Iran mengembangkan program tenaga nuklirnya tahun 1970-an. Namun AS menarik dukungan ketika Shah digulingkan selama Revolusi Islam pada tahun 1979.
Sejak revolusi yang mengubah Iran jadi Republik Islam, negara Barat khawatir Iran menggunakan program nuklir untuk produksi senjata atom. Iran menegaskan tak berniat membuat senjata nuklir. Negara itu mengikuti Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT) PBB dengan janji tidak akan mengembangkan bom.
Dikutip infoINET dari CNN, program nuklir Iran yang dipermasalahkan Barat adalah pengayaan uraniumnya, proses yang digunakan untuk memproduksi bahan bakar bagi pembangkit listrik yang pada tingkat lebih tinggi, dapat digunakan membuat bom nuklir.
Awal 2000-an, inspeksi internasional mengumumkan menemukan jejak uranium sangat diperkaya di sebuah pabrik di Natanz. Iran menghentikan sementara pengayaan, tapi melanjutkannya kembali di 2006, bersikeras itu diizinkan berdasarkan perjanjian dengan pengawas nuklir PBB, Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Itu memicu sanksi internasional terhadap Iran.
Setelah negosiasi lama, Iran dan enam negara adidaya tahun 2015 menyetujui kesepakatan nuklir yang membatasi nuklir Iran dengan imbalan sanksi lebih ringan. Iran diharuskan menjaga tingkat pengayaan uraniumnya tak lebih dari 3,67%, turun dari hampir 20%, mengurangi drastis stok uranium, dan menghentikan sentrifusnya.
Uranium takkan menjadi bom jika belum diperkaya hingga mencapai kemurnian 90%. Dan pembangkit listrik tenaga nuklir yang menghasilkan listrik menggunakan uranium yang diperkaya antara 3,5% dan 5%.
Tidak jelas seberapa dekat Iran dengan bom nuklir, tapi Iran membuat kemajuan signifikan dalam memproduksi bahan utamanya: uranium yang sangat diperkaya. Tahun 2018, Donald Trump menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran dan memulai sanksi baru untuk melumpuhkan ekonominya.
Teheran pun mengatakan akan berhenti mematuhi bagian dari perjanjian dan meningkatkan pengayaan dan persediaan uranium, serta menggunakan sentrifus canggih. Iran menyingkirkan semua peralatan IAEA yang dipasang untuk pemantauan. Pemerintahan Joe Biden kemudian negosiasi dengan Iran untuk menghidupkan kembali kesepakatan, tapi gagal.
Di 2023, IAEA menyebut partikel uranium yang diperkaya hingga kemurnian 83,7% atau mendekati tingkat mutu bom, ditemukan di fasilitas nuklir Iran. Stok uranium yang diperkaya hingga 60% juga telah bertambah jadi 128,3 kilogram, level tertinggi yang terdokumentasi saat itu.
Dan tahun lalu, AS melaporkan waktu breakout Iran lebih singkat, yakni jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan cukup bahan fisil untuk senjata nuklir, jadi satu atau dua minggu saja.
Laporan IAEA yang dikirim ke negara anggota akhir bulan lalu mengatakan stok uranium yang diperkaya dengan kemurnian 60% milik Iran bertambah menjadi 408 kilogram. Jika diperkaya lebih lanjut, cukup untuk sembilan senjata nuklir.