Kecelakaan pesawat Air India yang menewaskan ratusan orang telah membawa perhatian baru pada pesawat Boeing 787 Dreamliner. Bencana ini menandai pertama kalinya Boeing 787 Dreamliner terlibat dalam kecelakaan dahsyat sejak debut di tahun 2011.
Dreamliner adalah pesawat berbadan lebar terlaris Boeing dan lebih dari 1.100 unitnya telah dikirim ke maskapai penerbangan di seluruh dunia. Ada lebih dari 30 unit dioperasikan Air India saat ini. Jet Air India yang jatuh itu dibuat tahun 2014 dan telah melakukan sekitar 8.000 lepas landas dan pendaratan.
Meski mengukir rekor keselamatan selama 14 tahun tanpa kecelakaan fatal, Dreamliner menderita serangkaian masalah produksi dan kritik dari whistleblower yang memperingatkan tentang masalah di perakitan pesawat besar itu. Bahkan ada whistleblower meninggal dunia bunuh diri.
Di 2013, armada 787 sempat kena cekal setelah serangkaian kebakaran baterai. Boeing juga terpaksa menghentikan semua pengiriman 787 selama hampir dua tahun hingga musim panas 2022 karena masalah kualitas. Badan Penerbangan Federal AS kemudian menyetujui rencana Boeing melakukan perbaikan.
Keadaan makin buruk bagi Boeing tahun lalu ketika whistlebwloer mulai bermunculan, menuduh perusahaan mengambil jalan pintas saat pembuatan pesawat. Mantan karyawan dan teknisi memperingatkan praktik tersebut dapat menyebabkan kerusakan dini pada pesawat.
Boeing sudah berulang kali membantahnya, dengan mengklaim bahwa penyelidikan internal tidak menemukan bukti yang mendukung kekhawatiran pelapor atas pabrik di Carolina Selatan tempat Dreamliner dibuat.
Di antara pelapor adalah John Barnett, 62 tahun, yang ditemukan tewas hanya sehari setelah menjalani pemeriksaan dengan pengacara perusahaan pada Maret 2024. Kematiannya ditetapkan sebagai bunuh diri. Kematian Barnett memicu banyak teori konspirasi meski penyelidik tak menemukan bukti adanya tindak pidana.
Barret menuduh bahwa Boeing mencoba menghilangkan pemeriksaan kualitas, memalsukan dokumen, dan secara sadar memasang komponen yang terkontaminasi ke pesawat, dengan risiko terjadi ledakan.
“Mereka mulai menekan kami untuk tidak melaporkan cacat, bekerja di luar prosedur, dan memungkinkan material cacat dipasang tanpa diperbaiki. Mereka mengambil jalan pintas, mereka hanya ingin pesawat segera dikeluarkan,” demikian klaimnya. Boeing membantah semua tuduhannya.