Aplikasi Be My Eyes didapuk sebagai penerima Apple Store Award kategori Cultural Impact tahun 2025. Penghargaan bergengsi ini diberikan Apple kepada aplikasi yang memberikan dampak budaya positif dan inklusif secara global.
Mike Buckley, CEO Be My Eyes, menyampaikan rasa syukur sekaligus menegaskan misi perusahaan untuk terus membuat dunia lebih baik bagi 340 juta penyandang tuna netra dan low vision di seluruh dunia. Angka 340 juta itu terus bertambah karena populasi yang menua serta meningkatnya kasus degenerasi makula dan diabetes.
“Setiap hari kami bangun dengan satu pikiran: bagaimana melayani komunitas ini lebih baik lagi,” ujar Mike Buckley.
Semua bermula dari Hans-Jørgen Weiberg, seorang pengrajin furnitur Denmark yang semakin kehilangan penglihatan. Ia kesal karena sering kali tidak ada orang di sekitarnya yang bisa membantu membaca label, mencari barang, atau sekadar memastikan sesuatu.
Tahun 2015, ia meluncurkan aplikasi Be My Eyes: cukup tekan satu tombol, pengguna tuna netra akan langsung terhubung melalui video call dengan relawan berpenglihatan normal yang berbahasa sama dan sedang terjaga di zona waktunya.
Hingga akhir 2025, aplikasi ini sudah digunakan hampir 1 juta pengguna tuna netra (bertambah ±16.000 per bulan), didukung 9,2 juta relawan – salah satu organisasi relawan terbesar di dunia – dan beroperasi di lebih dari 160 negara dalam 180 bahasa. Setiap bulan terjadi lebih dari 120.000 panggilan relawan dengan rata-rata durasi hanya 3 menit dan tingkat keberhasilan di atas 90%.
Pada 2022, Be My Eyes menjadi mitra alpha awal OpenAI dan meluncurkan fitur Be My AI berbasis GPT-4. Pengguna kini punya dua pilihan: memanggil relawan manusia atau langsung bertanya pada AI yang memberikan deskripsi visual mendetail. Jika hasil AI kurang memuaskan, sesi bisa langsung dialihkan ke relawan manusia.
Saat ini, hampir 4 juta sesi Be My AI digunakan setiap bulan. Yang luar biasa, meski AI jauh lebih cepat dan akurat, jumlah panggilan ke relawan manusia justru meningkat setelah kehadiran AI.
“Banyak pengguna yang sudah tahu AI bisa menjawab cepat, tapi terkadang mereka hanya ingin mengobrol dua menit dengan manusia lain,” kata Mike Buckley.
Seluruh fitur – baik elawan maupun Be My AI – 100% gratis bagi pengguna. Hal ini disengaja karena 70% penyandang tuna netra di dunia menganggur atau kurang pekerjaan akibat berbagai hambatan struktural. Lalu bagaimana Be My Eyes bertahan?
Mereka menawarkan teknologi yang sama ke perusahaan besar melalui fitur “Be My Eyes for Business”. Microsoft, Google, Sony, Emirates, dan Zane adalah beberapa kliennya.
Ketika pengguna tuna netra menekan tombol brand tertentu, ia langsung terhubung ke customer service perusahaan tersebut melalui video. Agen bisa melihat langsung melalui kamera ponsel pengguna.
Hasilnya? Waktu penyelesaian keluhan turun drastis (contoh Microsoft: dari >20 menit menjadi 10 menit, bahkan 4 menit jika pakai AI), kepuasan pelanggan naik, biaya operasional perusahaan turun, dan Be My Eyes mendapat pendapatan untuk terus mengembangkan layanan gratisnya.
Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.
Menjawab kekhawatiran soal privasi, Mike Buckley menegaskan bahwa gambar dari fitur Be My AI sama sekali tidak disimpan, baik oleh Be My Eyes maupun OpenAI (berkat perjanjian enterprise). “Kami memberikan pilihan sepenuhnya kepada pengguna tuna netra kapan dan bagaimana mereka ingin menggunakan kameranya,” tegasnya.
Meski AI semakin canggih, Mike Buckley menegaskan pentingnya memberi pilihan kepada pengguna. Data internal menunjukkan tingkat depresi dan kesepian lebih tinggi di kalangan tuna netra. Obrolan singkat dengan relawan sering kali menjadi “cahaya kecil” di hari mereka – dan bagi relawan, menjawab panggilan justru menjadi momen paling membahagiakan dalam seminggu.
“Kebanyakan relawan justru mengeluh karena ingin lebih banyak panggilan,” ujar Buckley.
Dengan kombinasi teknologi mutakhir dan kebaikan manusia yang tulus, Be My Eyes berhasil membuktikan bahwa inklusivitas sejati bisa dicapai tanpa mengorbankan koneksi antarmanusia. Penghargaan Cultural Impact dari Apple tahun ini menjadi bukti nyata bahwa sebuah aplikasi bisa mengubah dunia – satu panggilan tiga menit pada satu waktu.
