Pakar telekomunikasi Heru Sutadi merespon terkait akan dibukanya lelang frekuensi 2,6 GHz. Menurutnya, frekuensi mid-band tersebut bakal bikin kenceng sinyal 5G.
Sebagai informasi, jaringan 5G telah dihadirkan operator seluler pada Mei 2021. Akan tetapi, keterbatasan spektrum yang digunakan membuat kecepatannya rasa 4G.
“Tentunya ini keputusan bukan hanya tepat tapi memang dinanti penyelenggara telekomunikasi karena adopsi 5G sekarang ini kurang ngegas diakibatkan alokasi frekuensi yang kurang,” ujar Heru saat dihubungi infoINET, Rabu (5/11/2025).
Untuk menghadirkan koneksi 5G yang optimal dibutuhkan setidaknya lebar pita 100 MHz. Sejauh ini, belum ada operator seluler yang menggunakan spektrum untuk satu layanan 5G. Keterbatasan spektrum membuat provider mesti berbagai dengan 4G yang sekarang masih banyak digunakan pengguna.
Heru memandang Komdigi akan melelang frekuensi 2,6 GHz seperti angin segar bagi industri telekomunikasi dalam negeri dalam pengembangan jaringan 5G yang memang membutuhkan alokasi frekuensi besar.
“Sekarang ini kan rumah 5G mengambil alokasi frekuensi yang ada seperti yang digunakan 4G sehingga kecepatannya tidak maksimal. Ada 5G tapi kan layanannya rasa 4G,” kata Heru.
Mantan Komisioner BRTI ini juga menyinggung agar Komdigi untuk melepas pita frekuensi 700 MHz yang juga cocok untuk pengembangan 4G dan 5G. Sebagian dari frekuensi ’emas’ itu kondisinya kosong setelah Komdigi menerapkan Analog Switch Off (ASO).
“Saya yakin dua-duanya pasti akan dilepas atau dilelang karena akan menghasilkan pendapatan yang cukup besar bagi negara,” ucapnya.
Disampaikan Heru, persoalan berikutnya yang dihadapi pemerintah, yakni bagaimana lelang frekuensi nantinya bisa terjangkau bagi penyelenggara telekomunikasi. Mengingat biaya regulasi industri telekomunikasi masih terbilang tinggi.
“Karena kan regulatory cost telekomunikasi cukup besar, mencapai 12 persen. Sehingga, kalau lelang nya mahal, maka operator juga akan kesulitan jika nanti harus mengembangkan jaringan yang juga tidak kalah mahal,” tuturnya.
Pita frekuensi 700 MHz yang sebelumnya dipakai untuk penyiaran analog, menghasilkan digital dividen 112 MHz setelah diterapkannya ketika dilakukan penghentian siaran TV analog dan dialihkan TV digital. Dari 112 MHz itu, 2 x 45 MHz atau 90 MHz dialokasikan untuk sektor layanan telekomunikasi.
Adapun, Komdigi sudah melalui tahapan konsultasi publik juga untuk penggunaan frekuensi 2,6 GHz. Pita mid-band yang memiliki keunggulan kapasitas dengan bandwidth yang tersedia sebanyak 190 MHz. Selain itu juga, frekuensi 2,6 GHz dengan moda Time Division Duplex (TDD) memiliki ekosistem perangkat 4G dan 5G terbanyak ke-2 secara global.
“Tinggal bagaimana strategi Komdigi, mau lepas yang mana dulu, berapa besar frekuensinya. Bisa 2,6 GHz, bisa 700Hz dulu, atau berbarengan,” kata Heru.
“Tapi memang kalau berbarengan kan seolah supply nya banyak sehingga harga lelang bisa jatuh, jadi biasanya akan dilepas satu per satu,” pungkasnya.
