Kenaikan Tarif Bikin Orderan Maxim Turun, Rugikan Driver dan Pengguna

Posted on

Tarif perjalanan adalah hal krusial dalam menjaga kestabilan permintaan dan penawaran layanan transportasi daring. Namun, kebijakan Pemerintah Daerah (Pemda) yang turut mengintervensi regulasi tarif yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat menciptakan masalah baru dalam keseimbangan industri e-hailing.

Seperti yang terjadi di Provinsi Kalimantan Timur dan Kepulauan Riau, kondisi mitra driver menjadi semakin sulit setelah Pemerintah Daerah mulai menaikkan tarif Angkutan Sewa Khusus (ASK). Salah satu penyedia layanan transportasi online terkemuka di Indonesia Maxim, mengungkapkan bahwa berdasarkan riset dan evaluasi dari implementasi kenaikan tarif ini memberikan dampak signifikan terhadap penurunan jumlah pesanan di aplikasi.

Di Kalimantan Timur, hasil penelitian menunjukkan kenaikan tarif ASK yang terjadi di Kota Samarinda dan Balikpapan telah membuat minat masyarakat untuk menggunakan layanan taksi online menurun tajam. Dalam waktu satu bulan, jumlah pesanan turun lebih dari 20 kali lipat, dengan hanya sekitar 4-5% pesanan transportasi berasal dari wilayah perkotaan.

Kenaikan tarif juga menyebabkan berkurangnya ketersediaan pengemudi dan menurunnya kualitas layanan bagi penumpang. Biaya perjalanan rata-rata naik sekitar 30%, membuat masyarakat enggan memesan untuk jarak dekat.

Sementara itu, banyak pengemudi yang tidak tertarik mengambil order karena kenaikan tarif tidak serta-merta meningkatkan penghasilan mereka. Sebagian besar lebih memilih menerima perjalanan jarak dekat dengan volume pesanan yang lebih tinggi dibandingkan perjalanan jarak jauh yang lebih sedikit. Akibatnya, waktu penjemputan menjadi lebih lama dan tingkat pembatalan pesanan oleh pengemudi meningkat hingga 37%.

“Kami tidak setuju dengan kenaikan tarif karena dengan pendapatan kami saat ini saja tidak cukup untuk menutupi kebutuhan hidup termasuk kebutuhan dapur apalagi kalau kebutuhan perjalanan semakin mahal. Regulasi harus dikaji kembali karena kami menilai tidak cocok antara mahalnya harga transportasi online dengan kami sebagai masyarakat biasa,” ujar pengguna Maxim, Ina, dalam keterangannya, Rabu (22/10/2025).

Selain itu, di Kepulauan Riau, pendapatan driver di Kota Tanjung Pinang dan Batam menurun drastis setelah kenaikan tarif minimum ASK. Dampak signifikan langsung terlihat dimana telah terjadi penurunan pemesanan sekitar 44% yang merupakan penurunan total orderan harian. Di sisi lain, jumlah penyelesaian order harian juga mengalami rata-rata penurunan sebesar 39% yang membuat rata-rata pendapatan mitra pengemudi berkurang sebanyak 11%.

“Dengan adanya keputusan SK Gubernur mengenai kenaikan tarif ini tentunya membuat orderan kami menjadi berkurang. Oleh karena itu, sebagai driver tentunya kami berharap agar regulasi tarif ini harus kembali dipertimbangkan lagi dengan matang dengan mempertimbangkan dampaknya kepada kami,” ujar driver Maxim di Batam Zarman.

Menanggapi hal ini, Director Development Maxim Indonesia Dirhamsyah turut menyayangkan kenaikan tarif yang diberlakukan oleh Pemerintah Daerah yang dinilai tidak sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan.

“Sangat disayangkan, hadirnya peraturan tarif baru yang dikeluarkan Gubernur telah membuat kehidupan driver semakin sulit. Alih-alih membuat pendapatan driver meningkat karena tarif yang mahal, ternyata kenaikan tarif ini membuat minat masyarakat untuk menggunakan layanan taksi online menurun drastis sehingga driver kehilangan kesempatan untuk memperoleh penghasilan yang layak,” kata Dirhamsyah.

Sebelumnya, kebijakan tarif telah diatur sepenuhnya oleh Kementerian Perhubungan melalui PM 118 2018. Peraturan menteri tersebut secara tegas menyebutkan bahwa tidak ada pengaturan rujukan mengenai tarif minimum dan hanya mengatur tarif batas atas dan tarif batas bawah.

Dengan begitu, kenaikan tarif minimal yang dikeluarkan oleh Pemda melalui SK Gubernur di Kalimantan Timur dan Kepulauan Riau menuai polemik karena tidak sejalan dengan regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah pusat yang menyebabkan implementasinya tidak efektif dan merugikan ekosistem transportasi online.