Wilayah Atlantik Utara menjadi perhatian ilmuwan dalam beberapa tahun terakhir. Mereka menyoroti aktivitas Atlantic Meridional Overturning Circulation (AMOC) yang kian mengkhawatirkan, dan menjadi alarm bahaya bagi Bumi.
Atlantic Meridional Overturning Circulation atau disingkat AMOC adalah jaringan arus laut raksasa yang bergerak melalui Samudra Atlantik. AMOC sering diibaratkan seperti ban berjalan raksasa. Ia membawa air hangat dan kaya nutrisi ke utara dari dekat khatulistiwa, dan air dingin ke selatan dari dekat kutub.
Namun, ini bukan jenis arus yang akan kita alami saat berada di pantai. Mengutip National Ocean and Atmospheric Administration (NOAA), arus pasang surut terjadi di dekat pantai dan dipengaruhi oleh Matahari dan Bulan, sedangkan arus permukaan seperti AMOC dipengaruhi oleh angin.
“Namun, arus lain yang jauh lebih lambat yang terjadi dari permukaan ke dasar laut didorong oleh perubahan kadar garam dan suhu laut, sebuah proses yang disebut sirkulasi termohalin,” catat NOAA.
Arus-arus terakhir inilah yang membentuk AMOC, dan bertanggung jawab atas beberapa keanehan di Samudra Atlantik dan iklim. Itulah sebabnya, misalnya, suhu di Tromsø, di Arktik Norwegia, bisa mencapai rata-rata -3°C bahkan di bulan Januari. Sementara, Pulau Southampton di Kanada misalnya, sekitar 591 kilometer lebih dekat ke khatulistiwa, mengalami suhu rata-rata -29°C.
“Dan inilah alasan utama mengapa iklim Eropa telah stabil selama ribuan tahun,” tulis Robert Marsh, Profesor Oseanografi dan Iklim di Southampton University, dalam sebuah artikel di 2023 yang diterbitkan di The Conversation.
Paradoksnya, inilah pula alasan mengapa cuaca di Eropa begitu tidak stabil. “Cuaca dan iklim Eropa, khususnya Eropa utara, sangat bervariasi dari hari ke hari, minggu ke minggu, dan tahun ke tahun. Dengan massa udara yang bersaing (hangat dan lembap, dingin dan kering, dan sebagainya) yang berpengaruh, seringkali dipengaruhi oleh jet stream di ketinggian,” Marsh menjelaskan.
Secara keseluruhan, ini cukup penting dan berpengaruh. Jadi, kita perlu khawatir karena tampaknya sistem ini mulai rusak dan menuju keruntuhan.
AMOC bergerak dengan kecepatan yang secara bebas digambarkan ‘santai’. Artinya, dibutuhkan sekitar 1.000 tahun bagi setiap bidang air untuk menyelesaikan perjalanannya mengelilingi sabuk. Namun, ada beberapa bukti bahwa kecepatannya semakin melambat. Dalam beberapa tahun terakhir, semakin sedikit panas yang datang ke Eropa, dengan aliran AMOC saat ini lebih lemah daripada titik mana pun dalam milenium terakhir.
Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.
Apakah ini akan berakhir total? Tidak dalam waktu dekat. Tapi bukan itu masalahnya. Ketakutan yang sesungguhnya di kalangan ilmuwan iklim adalah, ia terombang-ambing antara stabilitas dan ketidakstabilan. Jika manusia tidak segera bertindak, ia mungkin akan runtuh total.
“Kekhawatiran umum akan risiko keruntuhan AMOC sudah ada sejak lebih dari setengah abad,” jelas Stefan Rahmstorf, seorang ahli oseanografi yang memimpin departemen analisis sistem Bumi di Potsdam Institute for Climate Impact Research di Jerman, pada 2024.
“Fakta bahwa AMOC memiliki titik kritis pertama kali dijelaskan dalam sebuah studi terkenal oleh ahli oseanografi Amerika Henry Stommel pada 1961, ia menunjukkan bahwa sistem tersebut tidak stabil karena adanya sistem umpan balik yang memperkuat dirinya sendiri,” ujarnya.
Ia menambahkan, hal ini sudah diketahui sejak lama, namun baru sekarang dianggap memiliki probabilitas rendah berdampak tinggi. Ini seperti memberi tahu seseorang yang naik pesawat bahwa kemungkinannya jatuh adalah 5%.
“Namun sekarang, mengingat bukti baru, saya rasa banyak rekan saya, termasuk saya sendiri, tidak lagi menganggapnya sebagai kemungkinan kecil,” kata Rahmstorf.
Jika AMOC runtuh, manusia akan mengantisipasi suhu yang lebih ekstrem di Eropa, lebih banyak banjir dan kekeringan terjadi, serta iklim yang lebih dingin dan kering di tempat-tempat seperti Irlandia dan Skandinavia, yang sejauh ini telah menjadi subur oleh arus Atlantik.
Perbedaan suhu yang lebih besar di seluruh Eropa, pada gilirannya, akan mendorong lebih banyak peristiwa cuaca ekstrem, lebih banyak badai, badai yang lebih kuat, dan badai tropis muncul di tempat yang seharusnya tidak mereka datangi.
Ini juga menjadi berita buruk bagi lautan di Bumi secara keseluruhan. Permukaan laut akan naik jauh lebih tinggi daripada yang sudah terjadi, dan ekosistem laut maupun darat akan menderita.
“AMOC mengangkut oksigen ke laut dalam. Ini juga berita buruk, jika proses ini berhenti, karena jika terjadi kekurangan oksigen di lautan, seluruh jaringan kehidupan di Atlantik utara akan terganggu,” tegas Rahmstorf.
Oksigen tersebut membawa banyak sekali CO2, hingga 25% dari jumlah yang kita hasilkan, ke dasar lautan. Oksigen telah menjadi penyelamat kita sejak lama, dan jika AMOC berhenti beraktivitas, banyak sekali gas rumah kaca tersebut yang akan tetap berada di atmosfer, yang semakin berkontribusi terhadap pemanasan global.
Apa yang Bisa Manusia Lakukan?
Apakah ada harapan bagi AMOC? Ilmuwan menjawab, mungkin. Tetapi itu membutuhkan kekuatan dan tekad politik yang sangat besar. Rahmstorf menyebutkan, hal utama adalah memprioritaskan kepatuhan terhadap apa yang disepakati dalam Perjanjian Paris.
“Yaitu, membatasi pemanasan global hingga 1,5°C jika memungkinkan, tetapi tentu saja jauh di bawah 2 °C. Artinya 1,7 °C atau mungkin 1,8 °C,” ujarnya.
Menurutnya, jika kita berhasil melakukannya, dan semua negara telah berkomitmen untuk melakukannya, maka kita benar-benar dapat meminimalkan risiko melewati titik kritis.
“Tidak ada jaminan, tetapi saya pikir sangat mungkin kita akan terhindar dari titik kritis tersebut jika kita tetap berpegang pada Perjanjian Paris,” tutupnya.